1. Mala dan Abi

3.1K 266 82
                                    

Suara para penyanyi Attack All Around terus mendengung di telingaku. Entah sudah berapa kali lagu 'Happy Birthday' itu menggema seisi apartemenku. Aku tidak sedang berulangtahun kan?

Aku mengubah posisi tidurku yang sejak semalam sama sekali tidak nyaman saat aku merasakan getaran di punggungku, membuat lagu 'Happy Birthday' yang sejak tadi menggema menjadi sedikit teredam. Aku mengambil benda yang mengganjal di punggungku itu sambil mengerjapkan mata, berusaha melihat nama siapa yang tertera di layar ponselku.

Incoming call ... Abigail.

Mataku langsung terbuka sepenuhnya saat aku membaca nama itu. Dengan cepat aku menggeser ikon berwarna hijau di layar ponselku.

"Ya, Bi?" sapaku dengan suara sedikit serak.

"Lo pasti masih tidur kan?" tanyanya.

Aku mendudukkan diri dan melihat betapa berantakannya ruang tamu apartemenku. Kertas-kertas design dan beberapa buku fashion design berserakan di atas meja dan lantai. Dan baru kusadari ternyata semalaman aku tertidur di sini, di atas karpet, terhimpit meja dan sofa. Pantas saja badanku sama sekali tidak nyaman saat tidur.

"Enggak kok. Gue udah bangun," elakku sambil membereskan kertas-kertas yang berserakan di lantai.

Aku mendengar tawa sumbang Abi dari speaker ponselku. "Jangan coba-coba nipu gue karena gue udah hafal banget sama kelakuan lo. BUKA PINTU APARTEMEN LO SEKARANG!!"

Aku menelan ludah. Sial!

Panik, aku asal saja membereskan kertas-kertas itu dan meletakkannya di atas meja. Secepat kilat aku berlari menuju pintu apartemen dan membukanya. Di sana aku dapat melihat seorang pria dengan setelan jas rapi berdiri dengan raut wajah tak sabaran. Dialah Alvin Abigail Prawira, pria yang sudah menjadi sahabatku selama hampir 13 tahun terakhir.

Abi mematikan sambungan telpon kami, kemudian berkacak pinggang melihatku yang baru saja membukakan pintu untuknya. Merasa bersalah, aku meringis dan langsung dibalasnya dengan tatapan tajam.

"Kok lo tau aja sih kalau gue masih tepar?" tanyaku polos sambil membuka pintu apartemenku lebar-lebar.

"Kalau lo udah bangun, lo pasti dengar gue mencet bel dari tadi, bego!" Dia menoyor kepalaku dari belakang seraya mengikutiku masuk ke apartemenku. "Lo pikir udah berapa kali gue nelpon lo?"

"Berapa kali emang?"

Abi berhenti melangkah. Pandangan matanya terfokus pada sesuatu di depannya, ruang tamu apartemenku yang lebih mirip kandang ayam. Kemudian, pandangannya beralih padaku. Mengetahui hal itu, aku mengabaikannya dengan berpura-pura tidak tahu.

Abi berbeda denganku. Kehidupannya sangat teratur dan yang paling dibencinya adalah sesuatu yang tidak berada pada tempatnya. Sebenarnya aku juga tidak menyukai sesuatu yang berantakan, tapi aku juga bukan tipe orang yang akan repot-repot merapikan barang-barangku yang berantakan.

"Semalam lo tidur di sini?" Dia bertanya dengan masih menatapku tajam.

Aku menampakkan deretan gigiku padanya. Abi selalu tahu kebiasaanku, terlebih tiga tahun belakangan ini. "Gue ketiduran semalam."

"Kan gue udah bilang sama lo, jangan terlalu diforsir, nggak bagus buat badan lo! Lo bisa sakit kalau terus-terusan kayak gini," cecarnya.

Cengiranku langsung menghilang setiap kali dia mulai berceramah tentang kesehatanku. Kalau aku tidak memforsir diriku, bagaimana aku bisa menyelesaikan semua tanggung jawabku? Kalau aku tidak bekerja keras, siapa yang akan menghidupiku? Lagipula kan tidak setiap malam aku bekerja lembur.

Terrible Liar ✔️ (PUBLISHED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang