Extra Part 03 - Happy Birthday!!

662 51 29
                                    

"Kavin, stop!" teriakku saat aku baru saja memasuki dapur setelah undur diri beberapa menit untuk ke kamar mandi.

Aku melotot tajam pada "Pangeran Rumah" berusia 3 tahun yang kini sudah naik ke atas kursi makan di hadapan kue yang kubuat dengan susah payah selama berjam-jam. Aku membuat kue itu spesial untuknya, untuk memperingati ulang tahunnya yang ketiga. Tapi, nasib kue itu sudah diujung tanduk jika dihadapkan langsung dengan Kavin. Dia akan tamat!

Kavin mengangkat tangannya ke atas kue dengan perlahan sambil mengukir senyum jahil. Jantungku berpacu tak karuan melihat adegan slow motion di hadapanku itu. Dengan perlahan aku menghampiri meja makan, berharap aku bisa menangkap Kavin dan mengamankan kue ulang tahunnya.

"Kavin, don't you dare!" ucapku memperingatkan.

Dengan perlahan aku maju, begitu juga dengan Kavin yang makin mendekatkan tangan jahilnya ke atas kue buatanku. Dia mulai memeletkan lidahnya dengan gaya, membuatku kesal sekaligus ingin tertawa. Kalau kuingat-ingat, sudah banyak sekali kelakuan jahil yang dibuatnya, mulai dari yang membuatku tertawa sampai yang membuatku mengurut kepala. Anak laki-laki memang berbeda.

Aku sudah berada 2 meter darinya dan siap menerjangnya untuk menyelamatkan kue yang kutinggalkan di atas meja makan. Kukira akan sempat, tapi nyatanya aku terlambat. Kavin mendaratkan kedua tangannya di atas kue, menghancurkan hiasan butter cream yang membuatku bercucuran keringat saat membuatnya. Tak cukup dengan itu, dia memainkan sisa kue dan butter cream yang ada di tangannya dengan gembira dan tanpa dosa. Sesekali dia memasukkan kue ke dalam mulutnya, mencicipi dengan gaya juri Master Chef, kemudian kembali memainkan ornamen-ornamen yang kuletakkan di atas kuenya.

Seketika lututku melemas. Aku jatuh terduduk di lantai dapur sambil meratapi kue ulang tahun yang kubuat sejak subuh. Aku berusaha untuk tidak berteriak pada Kavin. Aku mencoba memaklumi karena dia masih kecil dan karena jabatannya adalah "Pangeran Rumah" yang senantiasa berkuasa -bahkan lebih berkuasa dari Sang Tuan Rumah. Tapi, untuk keadaan saat ini rasanya aku tak bisa menahan diri. Aku tidak kuat jika melalui ini seorang diri, aku butuh pelampiasan.

"ABIIII!!!" teriakku membahana seisi rumah.

Abi keluar dari kamar masih dengan sikat gigi berada di dalam genggamannya. Sisa busa pasta gigi masih bertengger di dagu dan sudut bibirnya. Dia menatapku yang terduduk di lantai dengan penuh tanya, kemudian matanya beralih ke meja makan. Matanya membelalak melihat kelakuan anaknya. Sesegera mungkin dia berlari dan meraih tubuh Kavin menjauh dari kue ulang tahunnya sendiri.

"Oh My- You got a trouble, boy!" ucap Abi pada Kavin.

Aku masih duduk bersila di lantai dapur sambil melihat Abi mengusap tangan dan wajah Kavin dengan tisu. Melihat segala kekacauan ini membuat suasana hatiku mendadak mendung. Aku menutup wajahku dengan kedua telapak tangan, kemudian terisak. Aku merasa begitu sendu sampai-sampai hal ini perlu untuk kulakukan.

Tak lama, aku mendapatkan pelukan dari Abi. Dia membisikkan mantra-mantra penenang agar aku berhenti menangis. Aku membuka mata sambil mengusap pipiku yang basah. Abi membantuku mengusap mataku yang masih bercucuran air mata sambil sesekali berkata padaku kalau dia sudah membereskannya.

Kulihat Kavin berdiri 3 meter dari kami. Tangan dan wajahnya sudah bersih dan kini dia hanya mengenakan celana dalam dan kaus dalamnya, terlihat lucu dan masih sama tak berdosanya.

"Boy, minta maaf sama Bunda," ucap Abi tegas pada Kavin sambil mengisyaratkan agar Kavin menghampiri kami.

Kurasa Kavin tak sepenuhnya merasa tak berdosa karena setelah Abi mengatakan itu, wajah Kavin langsung tertekuk dan mulai menangis. Di tengah tangisnya yang membahana, dia berjalan setengah berlari sambil merentangkan tangannya ke arahku. Aku pun tak kuasa untuk marah pada pria kecilku itu dan langsung saja membekapnya dalam pelukanku, lalu kami pun menangis bersama-sama.

Terrible Liar ✔️ (PUBLISHED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang