2. The Past

2K 198 29
                                    

Dentum suara musik dari DJ Allea menggema di seluruh bar. Sudah sekitar 3 jam aku duduk di dalam sini, menikmati lagu-lagu bertempo cepat yang seirama dengan detak jantungku. Ini adalah kebiasaan rutinku saat sedang banyak pikiran. Tapi, hari ini berbeda. Aku sulit berpikir hari ini. Isi tempurung kepalaku seperti hilang entah ke mana. Dan tempat ini jugalah yang menjadi tujuanku.

Tiga jam kuhabiskan hanya dengan duduk sambil menghabiskan gelas demi gelas vodka. Entah sudah berapa puluh gelas yang kuhabiskan dalam waktu tiga jam dan rasanya aku sudah hampir tumbang, kepalaku pusing sekali.

Aku merebahkan kepalaku di meja bar dengan lengan kiriku sebagai tumpuan. Di saat yang sama seorang pria menghampiriku. Aku tidak bisa melihat wajahnya karena pusing di kepalaku telah membuat pengelihatanku meremang. Entah apa yang dikatakannya, aku hanya bisa tersenyum dan tertawa ringan. Sepertinya aku sudah mulai kehilangan akal sehatku dan menganggap semua yang tampak pada indra pengelihatanku sebagai lawakan.

Pria itu menarik tanganku, membuatku terduduk. Dia lalu berjalan semakin dekat, menepis jarak yang sempat memisahkan kami berdua. Kepalanya tiba-tiba sudah berada di tengkukku hingga deru hangat napasnya bisa kurasakan. Sejenak aku terlena, tapi kemudian aku menggigit telinga pria itu, membuatnya mendorongku hingga aku terjatuh dari kursi.

Dia mundur beberapa langkah dan menatapku dengan murka. "Dasar perempuan sinting!" teriak pria itu sambil memegangi telinganya.

Aku mengusap mulutku dan kurasakan air liurku bercampur dengan cairan lain berwarna merah. Aku tertawa, menganggap apa yang dilakukannya sebagai sebuah scene komedi. Aku pun menunjuk tepat di wajahnya dan balas berteriak, "LO YANG SINTING!"

"Dasar gila, nggak waras! Perempuan gila!" Pria itu masih menatapku marah, kemudian panik sendiri saat darah di telinganya tak juga berhenti mengalir.

Orang-orang di sekitar kami menghentikan kegiatan mereka untuk menonton pertunjukan gratis antara pria hidung belang dengan wanita mabuk. Tak ada sedikit pun niatan orang-orang itu untuk melerai kami, bahkan ada yang mengeluarkan ponselnya untuk mengabadikan kejadian ini.

Pria itu menangkap tanganku yang masih teracung padanya dan menarikku berdiri. "Lo tau apa yang lo lakukan, HA?! Lo harus tanggung jawab!"

Aku kembali tertawa. "Apa lo bilang? Tanggung jawab? Gue kasih tau ya sama lo. Cowok brengsek kayak lo pantas dapetin itu!"

Dia mengeratkan cekalannya pada pergelangan tanganku. Aku meronta, tapi cekalan itu semakin kuat. "Dasar jalang! Lo nggak tau sedang berhadapan sama siapa, HA?!"

"Emang gue peduli sama cowok brengsek kayak lo?" racauku. "Gue bukan pelacur, BEGO!"

Wajah pria itu merah padam dan dia menarikku mendekat padanya. Kemudian, satu pukulan mendarat tepat di wajanya. Bukan, tentu bukan aku yang meninjunya.

Melihatnya jatuh tersungkur di lantai bar membuatku bertepuk tangan dan melompat kegirangan. Belum selesai menertawakannya, seseorang menyampirkan jaketnya di pundakku, menutupkan penutup kepalanya hingga menutupi sebagian wajahku. Kemudian, tangan kokoh itu menyeret tubuhku keluar dari bar.

♥♥♥

Aku duduk di bangku taman dengan kepala yang masih sama pusingnya dengan beberapa waktu lalu. Beberapa kali kurasakan tubuhku bergoyang ke kanan dan ke kiri. Malam ini terasa begitu dingin, tapi untung saja jaket ini sedikit menghangatkanku.

"Nih, minum," ucap suara berat itu.

Aku mendongak dan dengan pengelihatan seadanya aku menerima sekotak susu vanilla yang diberikannya. Aku meminumnya dan perasaanku mulai sedikit membaik. Pusing di kepalaku juga sedikit berkurang.

Terrible Liar ✔️ (PUBLISHED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang