"Mungkin gue bukan cowok romantis, tapi gue ini cowok humoris yang sangat manis."
-Daffa Putro Purnomo-
•••
"Kak Daffa.... " Teriakan Seseorang menggema di koridor Sma Bina Darma.
Padahal, jam masih menunjukkan pukul 06.30 tetapi, sudah ada aksi kejar-kejaran diantara dua siswa yang berbeda tingkatan itu; yang satu SMA, dan yang satu SMP. Dea Agustina, murid SMP Bina Darma yang kini, sedang berteriak sambil mengejar salah satu murid SMA Bina Darma, Daffa Putro Purnomo.
Daffa dan Dea memang seperti kucing dan tikus, jika bertemu mereka pasti selalu bertengkar. Entah Daffa yang menjahili Dea, sehingga Dea merasa kesal atau justru Dea yang tersulut emosi karena melihat wajah Daffa. Wajah Daffa itu sebenarnya tidak terlalu tampan tapi cukup manis. Bukan kah yang manis itu lebih sedap di pandang di banding yang tampan??? Tidak untuk Dea. Bagi dirinya Daffa adalah makhluk astral yang sangat menyebalkan.
"Kak Daffa balikin ikat rambut Dea...." Teriakan itu belum juga di hiraukan oleh Daffa.
Daffa masih saja berlari sekencang mungkin. Ya walau pun arah larinya itu tak menentu seperti layangan kusut. Dea menyerah, dirinya sudah berlari jauh, tetapi Daffa tak mau berhenti sedikit pun. Biarlah ikat rambut nya itu di ambil, toh dirinya bisa beli lagi di kantin nanti.
"Aish... masih pagi aja udah bikin orang kesel. Aneh dia manusia apa alien yang nyaru jadi manusia sih?" Gerutu Dea karena sangking kesalnya dengan Daffa.
"Udah lah kuncirannya nanti beli lagi aja di kantin. Hehe, sana deh kak lari sejauh mungkin. Palingan juga capek sendiri"
Dea pun segera berjalan menuju kelasnya yang jarak nya tiga kelas dari tempatnya sekarang. Sesampainya di kelas, Dea di buat takjub sekaligus terkejut, pasalnya kini Daffa sudah berada di kelasnya, lebih tepatnya duduk di kursi Dea.
"Hai adik Dea, apa kabar?" Sapa Daffa tanpa dosa.
Suasana kelas pun menjadi riuh mendengar sang pelawak gagal yang sedang menyapa Dea.
"Cie Dea"
"Uh.. cocweet"
"Ekhm.. ekhm.."
"Fiwit..."
Berbagai suara pun terdengar sangat riuh saat Daffa menyapa Dea, namun yang di teriaki hanya menutup kupingnya dan berjalan kearah Daffa dengan langkah kaki yang di hentak hentakan ke lantai.
"Mending kak Daffa keluar deh, Dea malu tau nggak"
"Loh? Kenapa harus malu? Kan gue yang bikin ulah, gue aja nggak malu, masa lo malu sih" Jawab Daffa dengan santainya, dia tak tahu kalau Dea sudah hampir marah.
"Ya karena urat malu kakak udah putus" Jawab dengan gemas, karena Daffa ini sudah hampir membuatnya marah.
Daffa tak tau saja kalau Dea marah itu sama seperti banteng ngamuk.
Sama seperti banteng ngamuk.
Seperti banteng ngamuk.
Banteng ngamuk.
"Memangnya urat itu ada yang namanya "Malu" ya?" Ok, Daffa mulai nggak nyambung.
"Selama sebelas tahun gue sekolah nggak ada tuh urat yang namanya "Malu." Apa itu pelajaran kelas dua belas ya??? Wah,,, adek Dea ternyata lebih pintar di banding kakak Daffa" Sudah cukup, kesabaran Dea sudah habis.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dafdeia
HumorUpdate sabtu dan minggu "Kamu tahu dek? Kamu itu seperti crayon dan aku buku gambar. Crayon yang selalu mewarnai buku gambar. Dan buku gambar yang selalu senang karena harinya berwarna." "Kakak tahu? Kakak itu ibarat hantu dan aku manusia. Hantu yan...