Janji itu jahat. Hanya kalimat penenang, namun bukan sebuah obat hati.
I Hate Promise-Dea Agustina-
•••
Hari ini, Dea terlambat. Dirinya terpaksa harus berlari dari pasar menuju sekolah. Ini semua karena angkot yang di tumpanginya mogok karena kehabisan bensin. Huh, sudah belum sarapan karena terburu-buru, sekarang harus berlari karena angkot mogok? Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Malangnya hidup ini...
Dea masih terus berlari dengan penuh perjuangan. Sebentar lagi ia akan sampai ke sekolahnya, karena gedung itu sudah tampak dari kejauhan. Semangat Dea kamu pasti bisa. Dea berlari sambil sesekali melirik jam tangan bergambar doraemon yang sudah menunjukkan pukul enam lewat lima belas menit. Ya Tuhan,,, itu tandanya lima belas menit lagi, bel di sekolah akan berbunyi.
Dengan kekuatan super, Dea menambah kecepatan lari nya. Tetapi, lagi-lagi keberuntungan tak berpijak pada dirinya. Dirinya tersandung batu kerikil jatuh ke jalanan beraspal dan menyebabkan lututnya tergores. Titik-titik darah mulai keluar dari sobekan kecil yang ada di lututnya.
"Ck..., kenapa sih harus hari ini sialnya? Kenapa harus bangun telat? Kenapa angkotnya harus mogok? Kenapa pakai ada kerikil di sini? Dan kenapa harus kesandung dan berdarah?" Dea memaki dirinya sendiri. Ia sangat kesal dengan rangkaian peristiwa menyanjung hati yang terjadi pagi ini.
Dea kembali melirik jam tangannya, dan, sudah menunjukkan pukul enam lewat dua puluh lima menit. Itu tandanya??? Lima menit lagi akan bel.
"Tuhkan, udah jam segini. Trus gimana dong, ya Allah tolong hamba mu yang cantik dan antik ini ya..." ucap dirinya sambil merapatkan kedua tangannya dan di gerakkan di udara. Membuat gerakan memohon.
Tak lama kemudian,
Suara deruman motor terdengar sangat jelas di telinga Dea.
Semakin lama suara motor itu semakin kencang, itu artinya motor itu mendekat. "Apa pura-pura pingsan aja ya? Biar di tolong trus di anter ke sekolah?"Dia menggelengkan kepalanya. Ide gila apa yang sudah terlintas di dirinya? Dea masih setia duduk di trotoar yang ada di pinggir jalan sambil memandangi sebuah karya alami yang ada di lututnya. Tunggu, kenapa suara motor yang tadi sudah terdengar ya? Apa mungkin motor yang tadi tak melintasi daerah sini? Tapi Dea yakin seratus persen. Kalau tadi ia mendengar dengan jelas suara itu.
Baru saja Dea mendongakkan kepalanya, dirinya sudah di kejutkan dengan sosok yang ada di depannya itu.
"Lututnya kenapa dek? Abis bikin tato dimana? Keren deh, gue suka." Makhluk halus yang berwajah seperti alien kini telah duduk di atas motor kebanggaannya.
Dea menghela nafas kasar sambil mengalihkan pandangannya kearah lain. "Nih, tutupin tatonya, nanti di marahin Bu Misye." ujar Daffa sambil memberikan sebuah plester bergambar kartun.
Dea masih mempertahankan posisinya, diam seolah bisu dan tuli di hadapan Daffa. Sebenarnya Dea senang karena Daffa sudah kembali bersekolah hari ini. Namun satu sisi Dea masih kesal karena Daffa mempermainkan hatinya atas nama cinta.
"Jangan pura-pura bisu dan tuli dek. Tiga menit lagi bel. Mau di hukum bersihin perpustakan? Babang Daffa sih nggak mau." Daffa masih memegang plester itu, berharap Dea mau mengambilnya.
Lagi-lagi helaan nafas terdengar oleh Daffa. Mungkin dengan sangat dan sangat bahkan sangat, sangat dan berjuta sangat terpaksa menerima plester itu. Menempelkannya pada luka di lututnya dan tanpa basa basi langsung duduk di motor Daffa.
"Cepat antar ke sekolah. Nanti terlambat." Ujarnya dengan nada ketus.
Daffa tersenyum, "Baik tuan putri"
•••
Sepertinya dewi keberuntungan telah berpijak kepada Dea, buktinya dirinya tidak telat sampai di sekolah. Yaiyalah, kan naik motor bersama Daffa. Tetapi, Dea enggan untuk mengatakan 'terimakasih' terhadap Daffa. Dirinya terlalu jaim akan hal itu.
Tanpa memperdulikan Daffa yang sedang melepas helm nya, Dea langsung berjalan meninggalkan Daffa menuju ke kelasnya. Melihat hal itu, Daffa hanya bisa menghela nafas saja.
Ternyata perbedaan itu susah di lupakan. Gimana pun caranya. Ucap Daffa dalam hati. Dirinya lagi-lagi hanya bisa tersenyum.
Sementara, Dea kini sudah duduk di kelasnya. Syukurlah walaupun kelas sudah ramai, ternyata belum bel. Dirinya merasa lega akan hal itu.
"De, ini dari Kak Daffa tadi gue ketemu di depan." Ucap Joni, salah satu teman sekelas Dea sekaligus ketua kelas di kelasnya.
Dea melihat benda berwarna biru bergambar doraemon. Benda itu lebih terlihat seperti tempat makan. Dea mengganggukkan kepalanya. "Iya makasih ya Jon."
Tempat makan itu di letakan di atas meja oleh Joni. Setelah Joni berlalu dari hadapannya, Dea segera membuka kotak bekal tersebut.
Nasi goreng yang mungkin sengaja di buat berbentuk hati dengan irisan mentimun di sisi atas kanan dan kiri, potongan wortel yang di bentuk seperti hidung? Dan daun salada yang membentuk setengah lingkaran. Mungkin lebih terlihat seperti sebuah wajah yang berbentuk hati.
Tapi, tidak hanya ada makanan saja, terdapat sebuah kertas berwarna biru yang di belakangnya terdapat sebuah tulisan?
Hai Dea... Babang Daffa kangen deh sama kamyu. Kamyu kangen nggak sama akyu??? Hahaha gue lebay ya dek. Oh iya pokoknya adek Dea harus makan nasi goreng ini. Karena nasi goreng ini di buat dengan penuh perjuangan. Abang Daffa harus rela di omelin sama mamah karena minta bawa bekal nasi goreng gambar hati.
Daffa janji, akan selali bertahan di sisi Dea. Akan terus mencintai Dea sampai kapanpun. I love you from 45,32 km.
Ps. Itu jarak rumah Babang Daffa ke rumah Adek Dea.
Dea tersenyum kecut saat membaca surat yang berisikan sebuah janji. Menggelengkan kepalanya sambil teris mengeluarkan senyuman sinisnya.
Janji itu jahat. Hanya kalimat penenang, namun bukan obat hati. I hate promise

KAMU SEDANG MEMBACA
Dafdeia
HumorUpdate sabtu dan minggu "Kamu tahu dek? Kamu itu seperti crayon dan aku buku gambar. Crayon yang selalu mewarnai buku gambar. Dan buku gambar yang selalu senang karena harinya berwarna." "Kakak tahu? Kakak itu ibarat hantu dan aku manusia. Hantu yan...