09. Attetion

90 37 4
                                    

"Gue selalu beri perhatian ke lo, tapi, lo nggak pernah beri perhatian buat gue."

-Daffa Putro Purnomo-

•••

"Mau di antar kemana dek?" Tanya Daffa seolah - olah dirinya adalah tukang ojek.

"Lampu merah belok kiri. Lurus aja sampai ada Taman Kanak - Kanak. Tiga rumah dari sana sampai." Dea menjawab pertanyaan Daffa dengan nada yang ketus.

"Wah, lumayan jauh ya, bisa - bisa jadi seratus ribu nih dek ongkosnya." Canda Daffa.

Dea menepuk pundak Daffa. "Kalau nggak ikhlas nggak usah."

Daffa terkekeh pelan. "Tahu nggak De? Kalau gue selaluberi perhatian ke lo, tapi, lo nggak pernah beri perhatian ke gue. Lucu ya, gue selalu ngejar lo, padahal gue udah tahu kalau lo nggak akan pernah berhenti berlari. Tapi nggak apa - apa. Kwlau kata orang jaman dahulu; sebelum janur kuning melengkung masih ada kesempatan menikung. Eh? Tapi gue nikung siapa ya De? Kan Dea masih single." Ujar Daffa sambil fokus mengendarai.

Dea yang mendengar perkataan Daffa pun hanya bisa diam tak berkutik menghela napas sedalam - dalamnya. Tak butuh waktu lama untu tiba di rumah Dea. Kini mereka berdua sudah sampai di depan pagar berwarna putih. Rumah Dea memang tidak terlalu besar. Desainnya sederhana. Perkarangan rumah yang di penuhi tanaman hijau dan berbagai macam bunga. Serta terdapat kandang kelinci yang di letakkan di sisi kiri gerbang. Di dalamnya terdapat dua ekor kelinci.

"Ternyata ini rumah adek Dea. Adem ya. Jadi pingin main." Ucap Daffa sambil membuka helmnya.

Dea turun dari motor Daffa, dan memberikan helm yang tadi ia kenakan kepada Daffa. "Makasih." Baru saja ingin masuk, tangan Daffa sudah menggenggam tangan Dea terlebih dahulu.

Dea menaikkan kepalanya, "Apa?"

Daffa tersenyum, "Yakin nggak ada yang ketinggalan???"

Dea mengerutkan kedua alisnya, dan menggelengkan kepala. "Nggak ada."

"Yakin?"

"Nggak"

"Bener nih? Tar nyesel lagi, coba di ingat - ingat lagi"

Dea semakin mengerutkan alisnya. Dirinya mengarahkan kaca spion motor Daffa kearahnya.

Rambut? Aman. Dari berangkat sekolah dirinya tak memakai aksesoris rambut.

Dasi? Masih terpasang dengan rapi.

Gesper? Hanya miring dan masih ada di tempat.

Sepatu? Masih menempel di kedua kakinya.

"Apasih? Orang nggak ada juga" Dea meneriaki Daffa karena kesal. Dirinya kembali melajukkan kakinya untuk mendekati pagar. Baru saja ingin membuka, suara Daffa membuat dirinya berhenti melakukan kegiatannya itu.

"Coba cek di tas." Dea menghela nafas dan mengepalkan kedua tangannya itu.

Sabar Dea, ini ujian. Dea membalikkan badannya kearah Daffa. Dirinya mulai membuka tasnya itu. Memeriksa isi di dalamnya. Tunggu kemana buku fisika dirinya? Dasar pikun. Batin Dea. Sudah pasti dirinya tak sengaja meninggalkan bukunya itu di rumah Juli? Dea menghela nafas. Menundukkan kepalanya.

DafdeiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang