Bab 5

85 12 5
                                    

Bagian ini agak sensitif jadi tolong hati-hati yaaa 😊

Happy reading 😘

***

Jika biasanya perpustakaan sepi maka kali ini sebaliknya. Perpustakaan sekolah baru Siska saat ini sedang ramai. Banyak di antara para siswa yang sibuk memilih dan meminjam buku. Ada juga yang sekedar membaca dan mencatat di buku catatan. Mengingat sebentar lagi akan ada ujian, keramaian itu patut dimaklumi.

Seperti saat ini, Siska pun menjadi salah satu penghuni tempat yang tidak begitu disukai para siswa. Gadis itu membaca, menulis, dan mencoret bukunya beberapa kali. Sesekali tangannya dengan usil menarik dan membenarkan posisi hijabnya. Kebiasaan itu hanya muncul jika gadis itu sedang panik.

“Hei, Siska!”

Setengah terkejut Siska menoleh ke samping sambil memekik kecil. Begitu mengetahui siapa yang berdiri di depannya, Siska menghela nafas sambil mengelus dada.

“Hanna. Kamu mengejutkanku.”

Gadis bernama Hanna itu menarik kursi di sebelah Siska. Gadis berwajah Indonesia-Jepang itu berusaha mengetahui apa yang sedang dilakukan teman berhijabnya. Mereka bertemu saat menjadi panitia di acara ulang tahun sekolah sebulan yang lalu. Hanna juga muslim tetapi ia tidak berani memakai hijab karena takut di-bully teman-temannya.

“Kamu sedang apa?” mata Hanna terus menelusuri buku-buku berantakan di depan Siska.

Siska memegang kepala dengan kedua tangannya, “Belajar.”

“Belajar?” Hanna mengangkat salah satu alisnya, “Kamu belajar atau sedang membuat kerusakan?”

Siska tidak menjawab tapi justru mengacak hijabnya lalu membenarkannya lagi, “Ini susah!”

“Apanya sih yang susah?”

Keheningan berlalu selama beberapa saat, kemudian Siska mengangkat kepalanya. Mata sedihnya menatap Hanna meminta pertolongan.

“Hei, hei, hei. Ada apa denganmu? Kalau kamu punya masalah, katakan saja padaku,” Hanna berusaha menghibur Siska dengan mengelus pundak gadis itu.

“Aku tidak bisa memahami semua materi ini. Huwaaa… padahal sebentar lagi ujian,” Siska pura-pura menangis berlebihan. Meski tidak mengeluarkan air mata tetapi Siska benar-benar sedih.

Hanna tersenyum gemas lalu kembali bertanya, “Lalu sekarang maumu apa?”

“Hmm, apakah di sini ada tempat les mata pelajaran yang menggunakan bahasa pengantar Bahasa Inggris?” kata Siska dengan ragu.

Tawa Hanna pecah kemudian. Beberapa siswa mengengok ke arah keduanya. Siska yang malu hanya menyembunyikan wajah di balik buku catatannya. Hanna beberapa kali menepuk punggung Siska dengan kencang.

“Astaga Siska! Kamu ini, ada-ada saja!”

Hanna masih tertawa beberapa saat tetapi kemudian mengurangi tawanya karena tidak ada tanggapan dari Siska. Ketika ia menyadari keadaan sebenarnya, gadis berwajah blasteran itu menunduk malu.

“Kalau tempat les seperti itu memang tidak ada di sini,” Hanna menatap Siska yang kecewa, “tetapi aku tahu tempat les seperti itu di kota sebelah. Kamu mau?”

“Tentu saja aku mau. Di mana pun asal bisa membantuku,” Siska berkata girang, “Apa nama tempat les itu?”

Hanna ikut tersenyum, “Hajime Light Course.”

***
Di salah satu sofa ruang tunggu, seorang siswa SMA duduk sambil membolak-balik buku di depannya. Ia sesekali memijat keningnya untuk meredakan pusing. Ketika ia sudah sangat penat, laki-laki itu mengangkat kepala dan tanpa sengaja melihat seorang gadis yang sangat mencolok. Gadis itu bukan mencolok karena pakaiannya yang colorful atau berpakaian minim. Akan tetapi gadis itu mengenakan pakaian yang tidak umum dikenakan orang Jepang.

Gadis yang dilihatnya mengenakan pakaian serba panjang. Atasan biru tosca panjang yang menutupi lututnya dipadu dengan celana hitam sampai mata kaki. Yang mengherankan adalah gadis itu mengenakan hijab. Diam-diam laki-laki itu salut dengan keberanian gadis itu. Kalau gadis itu sekolah di tempatnya, gadis itu pasti akan di-bully.

Tanpa disadarinya, gadis itu menghampirinya. Gadis itu berjarak 5 meter darinya dan terus berjalan ke arahnya. Untuk menutupi rasa malunya, laki-laki itu pura-pura mengambil dan membaca buku pelajaran yang tidak disukainya.

“Sumimasen,” suara ramah khas Indonesia terdengar di telinga laki-laki itu.

Masih menahan rasa malunya, laki-laki itu menoleh dan mendapati gadis yang dilihatnya tadi berada di depannya, “Hai.”

“Di mana kelas Mr. Kiyama?” tanya gadis itu menggunakan bahasa Jepang dengan logat bahasa Indonesia.

Laki-laki itu tersenyum lalu berdiri, “Kelas Mr. Kiyama dari sini lurus lalu belok kanan. Kelas Mr. Kiyama adalah kelas di sisi kiri.”

Merasa paham, gadis itu mengangguk lalu membungkuk pada laki-laki yang membantunya, “Arigatou gozaimasu.”

Laki-laki itu hanya balas membungkuk kecil lalu membiarkan gadis itu pergi. Tanpa disadarinya, ia tersenyum.

***

Bruuk!

Siska terkejut ia buku-bukunya terjatuh. Ditambah lagi penyebabnya adalah karena dia menabrak seseorang ketika hendak naik tangga. Sambil menghanturkan, “Sumimasen,” Siska memunguti buku-bukunya dibantu korbannya. Ketika buku-buknya telah terkumpul, Siska mengangkat kepala dan kembali terkejut mendapati laki-laki yang menolongnya kemarin ada di depannya.

“Kamu?” tanpa sengaja Siska memekik dalam bahasa Indonesia.

Laki-laki dengan pakaian santai itu menatap bingung pada Siska lalu menanyakan hal yang tak terduga, “Kamu orang Indonesia?”

Siska mengangguk ragu.

Laki-laki itu tersenyum senang lalu mengulurkan tangannya, “Aku juga orang Indonesia.”

Siska terlihat tidak yakin.

“Hmm, campuran sih. Indonesia-Jepang.”

Siska masih tidak mau menyambut tangan laki-laki itu.

“Oh, namaku Hikaru Mahendra. Karena kamu juga orang Indonesia, kamu bisa memanggilku Hendra.”

Laki-laki itu masih menunggu uluran tangan Siska tetapi gadis itu tetap diam. Sampai akhirnya ia menyerah dan menarik kembali tangannya. Meskipun Hendra kecewa, ia mencoba untuk mengerti.

‘Mungkin karena dia memiliki kepahaman agama yang kuat.’

“Maaf, aku tidak bisa berjabat tangan denganmu,” akhirnya Siska bersuara.

“Tidak apa-apa,” balas Hendra cepat. Dia tidak ingin teman sebangsanya tersinggung.

“Perkenalkan. Namaku Siska Aryakusuma. Aku baru pindah dari Indonesia sekitar dua bulan yang lalu.”

“Oh, baru pindahan ya?”

Belum sempat Hendra menanyakan sesuatu, bel berbunyi tanda masuk kelas.

“Hari ini kamu di kelas siapa?”

Siska membuka sebuah kertas HVS yang berisi jadwal lesnya. Maklum, Siska masih belum hafal.

“Hari ini aku di kelas Miss Ariana.”

“Wah, kebetulan sekali. Hari ini aku juga diajar Miss Ariana,” Hendra diam sejenak, “Mau bareng?”

Siska mengangguk sambil tersenyum.

***

Ai no HaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang