2. Not Red Riding Hood

49.7K 5.1K 1K
                                    


Teruntuk bidadari pemilik kalung cantik ini,

Hai... Hello... What's up... (eh nyapa cewek yang bener tuh kayak gimana sih?)

Langsung aja ya.

Kaget nggak? Kaget dong, biar surprise. :D Pasti lo nyari liontin kalung berbentuk bunga sakura kan? Keep calm cantik, liontinnya aman sama gue. Akan kujaga sampai akhir hayatku. (biasanya gue jaga lilin)

Intinya, kalau lo mau liontin lo balik. Besok pagi-pagi banget, kalau bisa abis subuh lo dateng ke belakang gedung perpustakaan. Tunggu gue di bawah pohon jambu air. Oke?

Salam sayang,

AE

"Mendadak nafsu makan gue hilang kalau baca nih surat." Icha membanting sendoknya kesal.

Tak jauh dari sana Ratih—ibu Icha—menatap anak gadisnya dengan heran. Apalagi dengan kata-kata yang baru saja diucapkan oleh Icha. Nafsu makannya hilang? Sepiring nasi goreng dengan dua telur mata sapi yang habis dalam waktu 10 menit itu apa namanya?

Wanita berumur 45 tahun itu cuma geleng-geleng kepala. "Tumben kamu sudah siap jam segini, Cha?"

"Oh..." Icha melirik jam dinding yang ada di ruang makan. Memang sekarang masih jam 6 pagi, tetapi Icha sudah siap sejak tadi. Apalagi kalau bukan demi liontin berharganya. Masa bodoh kalau orang itu menyuruh Icha datang setelah subuh, dikira Icha mau jualan sayur di pasar apa?

"Anu, Ma... Itu, apaan sih. Oh, Icha mau bersih-bersih sekolahan." Icha meringis. Bego! Iya kali gue mau bersihin sekolahan segede gitu.

Dahi Ratih berkerut, kemudian bibirnya tersenyum. "Terserah kamu, Cha. Mama tinggal sebentar yah. Habiskan susu kamu." Icha mengangguk cepat.

"Surat apaan tuh?" Icha hampir saja tersedak minuman saat Farez—kakak Icha—tiba-tiba muncul seperti setan di samping gadis itu.

"Bang Farez! Rese deh." semprot Icha kesal. Cepat-cepat Icha memasukkan surat itu ke dalam tas sekolahnya. Farez tidak mau menyerah, jiwa keponya sudah mencapai stadium akhir. "Ih apaan sih. Bang Farez kepo."

"Lihat coba. Pasti surat cinta kan? Ngaku deh ngaku." Farez tersenyum aneh sambil menaik turunkan alisnya.

"Bukan. Ini surat wasiat. Wasiat dari bapak."

"Bapaknya siapa?"

Icha meraih gelas susu dan meminumnya hingga habis. "Bapaknya Upin Ipin." jawab Icha jengkel. "Udah ah Icha mau berangkat. Salim dulu. Assalamualaikum."

"Walaikumsalam. Eh, Dek. Kamu belum jawab pertanyaan Abang lho."

Bodoh amat.

Gadis itu mengambil tas punggungnya dan pergi dari hadapan Farez. Hindari si ogre gila itu kalau Icha tidak mau memperburuk mood-nya hari ini.

Jika ada pertanyaan siapa musuh bebuyutan Icha? Jawabannya adalah Bang Farez. Perwujudan laki-laki dengan tampang yang katanya rupawan itu memang super menyebalkan bagi Icha. Tetapi di sisi lain, Farez adalah si malaikat penyelamat yang selalu menolong Icha disaat kuota kritis, uang saku menipis, dan cewek itu cuma bisa meringis.

--**--

Baru saja Icha akan menyalakan motor, ponselnya berdering tanda ada panggilan masuk. Meta? Tumben tuh anak nelepon?

MIMPI [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang