8. Kakak Kelas

32.7K 2.9K 216
                                    


Menurut Icha ada empat golongan kakak kelas. Golongan pertama, kakak kelas baik hati dan ramah. Kedua, kakak kelas sombong dan sok berkuasa. Ketiga, kakak kelas aneh dan mengganggu. Keempat, kakak kelas yang cuek dan pendiam.

Erlang masuk ke dalam golongan pertama sedangkan Ardo masuk golongan ketiga.

Entah kenapa akhir-akhir ini Icha lebih sering melihat cowok yang murah senyum. Bukan cowok dingin dan irit senyum seperti yang diceritakan di novel-novel sekarang. Tetapi senyuman Ardo dan Erlang itu berbeda. Senyuman Ardo mengandung unsur mengejek dan menjengkelkan, berbeda dengan Erlang yang senyumannya bisa menenangkan dan membuat bibir Icha ikut tersenyum.

Eh? Kok gue bandingin Kak Erlang sama Ardo si tengil itu sih?

"Emm, Cha? Lo dengerin gue nggak?" suara Erlang menyadarkan Icha dari pergulatan pikiran anehnya tadi.

"Eh, sorry. Denger kok, Kak." Icha cengengesan. Ia sedikit malu ketahuan tidak fokus saat Erlang mengajaknya bicara. "Soal bergabung dengan klub bahasa atau komunitas itu ... gue masih ragu, Kak. Maaf banget. Untuk saat ini aku belum berminat gabung dengan kelompok-kelompok seperti itu."

Erlang memperhatikan raut wajah Icha dengan saksama. "Kenapa lo ragu? Bukan karena dulu itu kan?"

Icha langsung mendongak menatap Erlang. Apa maksud Erlang berkata seperti itu?

Mengetahui tatapan Icha yang mulai berubah terhadapnya, Erlang cepat-cepat mengalihkan pembicaraan. "Oh, nggak. Gue nggak bermaksud apa-apa. Mana hape lo?"

"Bu ... buat apaan, Kak?" tanya Icha bingung.

"Gue kasih nomor hape gue. Misalnya lo ingin gabung, lo tinggal hubungin gue. Oke?"

Icha mengangguk dan memberikan ponselnya pada Erlang.

Erlang mengetikkan sederet nomor, kemudian ia menekan tombol panggilan ke nomornya sendiri. Ia mengeluarkan ponselnya dari dalam saku dan segera menyimpan kontak nomor Icha.

"Itu nomor gue. Jadi kalau lo berubah pikiran suatu hari nanti, lo bisa telepon atau chat gue. Ehm ... mulai sekarang kita berteman kan? Jangan canggung ke gue. Gue masuk golongan kakak kelas yang baik kok. Gue cabut dulu. Bye, Icha."

Horor. Ini cowok tahu isi pikiran gue kali ya?

"Iya, Kak. Thanks."

Erlang melambaikan tangannya dan menghilang di kerumuman anak-anak kelas 11 yang mulai bergerombol menuju kantin. Tiba-tiba saja Meta menepuk pipi Icha dan mencubitnya hingga Icha meringis kesakitan.

"Cie ... yang disamperin kakak kelas tampan. Setelah Kak Ardo, sekarang ganti Kak Erlang. Keren lo, Cha. Terkenal juga ya temen gue ini." Meta menyenggol lengan Icha. "Oh, ya. Gue denger Kak Erlang itu ketua klub bahasa ya, Cha?"

"Kayaknya sih, gitu," jawab Icha cuek. Sebenarnya Icha malas untuk mengikuti semacam komunitas seperti itu. Selama setahun ini, Icha memang sengaja tidak mengikuti ekstrakurikuler ataupun bergabung dengan klub-klub tertentu. Itu karena ... suatu hal yang enggan Icha bicarakan. Meski ia selalu memikirkannya setiap saat.

--**--

"Reaksi lo cuma diem aja gitu waktu Erlang deketin gebetan lo?" lagi-lagi Roni merecoki Ardo.

Lama-lama Roni sudah mirip dengan Ratna si tukang gosip di kelas mereka. Sok tahu dan tingkat keingintahuannya itu sudah overdosis.

Ardo melirik Roni dengan tajam. "Mulut lo gue kasih bubuk cabai baru tahu rasa ya, Ron. Siapa yang bilang Icha gebetan gue?"

MIMPI [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang