13. Permintaan Ketiga

27.5K 2.6K 244
                                    

Jantung Icha sudah berdetak tidak karuan. Beberapa kali gadis itu menggigit bibir bawahnya. Ardo masih saja menatapnya tanpa berkedip. Kaki Icha seolah berkhianat, padahal Icha ingin sekali kabur dari sana secepat mungkin tetapi kaki itu malah diam di tempat seperti patung semen.

Kaki gue ini kenapa, sih?

Icha menoleh ke arah pintu, tetapi ia tidak menemukan Meta di sana. Sial! Meta ngilang lagi.

"Lo mau nyuri ini? Dih, nggak keren banget cara lo," ucap Ardo dengan nada yang dibuat-buat semakin membuat Icha jengkel.

Icha menghirup udara kelas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya dengan cepat. "Tadi, lo ngomong kalau mencuri itu perbuatan yang nggak baik? Heh, lo sadar nggak? Kalau nggak ngembaliin barang milik orang lain itu lebih buruk daripada mencuri."

Ardo cengengesan seperti orang tak berdosa. "Oh ya?"

"Iya. Makanya cepetan tobat. Sini balikin liontin gue! Lo tuh nggak tahu ya, lontin itu berharga banget buat gue." Icha sudah berkacak pinggang di depan Ardo.

"Gue tahu, kok."

"Hah? Yang bener aja lo. Kenal aja nggak. Gue juga nggak pernah ketemu lo sebelumnya. Jangan sok tahu, deh." Emosi Icha semakin tersulut. Jika misi pencuriannnya kali ini gagal, ia akan mencari cara lain untuk mendapatkan liontinnya kembali.

"Gimana, ya? Gue nggak bisa kasih tahu lo. Gini, lo pengen liontin ini cepet balik ke lo, kan?" tanya Ardo pada Icha. Icha mengangguk cepat. "Oke, kalau gitu permintaan ketiga ..." Ardo sengaja menggantung kalimatnya. Matanya mulai menyipit dengan senyuman tipis mencurigakan.

Menurut firasat Icha, permintaan ketiga ini lebih mengerikan dibanding permintaan-permintaan sebelumnya. Icha menunggu dengan perasaan was-was.

"Jangan tegang gitu dong, Cha," goda Ardo sambil mencubit pipi Icha.

Mata Icha mendelik. "YANG NGEBOLEHIN LO PEGANG-PEGANG PIPI GUE SIAPA?" bentak Icha saat itu juga. Bahkan Ardo sampai mundur dua langkah karena kaget. Icha mengusap pipinya dengan kasar. Mencoba menghapus bekas tangan Ardo di pipinya.

Gila! Nih, cewek kalau teriak mirip gorila. Saat ini Ardo tidak akan berani mengucapkan kata-kata itu di depan Icha langsung. Bisa-bisa nyawanya melayang seketika.

"Nggak, nggak ada. Ehm, lo tahu onde-onde kan?" Ardo sedikit ragu. Cowok itu menghentikan perkataannya sejenak. Ia melihat Icha sedikit menganggukkan kepalanya. "Permintaan ketiga gue, lo bawain gue onde-onde 5 tanpa biji wijen. Soalnya gue nggak suka sesuatu yang ditaburi biji wijen. Ngerti?"

Icha melongo sempurna. Kalau saja ada lalat lewat, pasti sudah masuk ke mulut Icha.

"Onde-onde? Tanpa wijen?" Icha memastikan jika telinganya masih berfungsi dengan baik.

"Iya, onde-onde tanpa wijen. Itu permintaan ketiga gue. Oke? Udah ya. Gue mau ke kantin. Laper." Setelah mengucapkan hal itu Ardo melenggang pergi, meninggalkan Icha yang masih belum mencerna perkataan Ardo.

Ardo berjalan sambil senyum-senyum aneh. Dan saat dirinya keluar kelas, ia mendapati Meta sedang berdiri di balik pintu. "Eh lo temennya Icha, kan?" tanya Ardo sambil mengacungkan jari telunjuknya pada Meta.

"I-iya, Kak," jawab Meta gugup. Meta seperti maling yang ketangkap basah.

"Kalau gitu, mending lo bawa temen lo balik ke kelas sebelum temen-temen gue dateng dan curiga dengan apa yang dia lakukan di kelas gue. Oke?"

Meta mengangguk cepat dan segera masuk ke kelas untuk menyeret Icha keluar.

--**--

Ardo sudah membawa roti sandwich isi cokelat dan sebotol air mineral dingin ke belakang perpustakaan. Tepatnya di bawah pohon jambu air, tempat nongkrong favorit Ardo.

MIMPI [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang