20. One Step

24.5K 2.5K 219
                                    


Icha berjalan ke ruang makan dengan lesu. Matanya masih sembab karena menangis semalaman. Bukan hanya kata-kata Oma Ambar yang membuatnya sakit hati, tetapi kenangan tentang masa lalu kembali menghantui pikirannya lagi.

"Itu muka kamu mengerikan banget, sih, Cha," ucap Farez sambil menyuapkan nasi goreng ke mulutnya.

"Bawel!" semprot Icha tanpa basa-basi.

"Weh, pagi-pagi galak amat, Neng." Farez memilih diam dan melanjutkan makannya.

Ratih hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Icha dan Farez yang lebih mirip Tom & Jerry. Sedangkan Farel baru saja turun dari lantai dua dan segera bergabung dengan kedua kakaknya di meja makan.

"Wow, matanya Kak Icha jadi sipit. Kayak orang-orang Jepang ya, Kak." Dengan entengnya Farel berkomentar tanpa melihat situasi dan kondisi di depannya.

Farez mendelik ke arah adik laki-lakinya itu. Jarinya menunjuk Farel, kemudian Farez melakukan gerakan seperti seolah-olah menggorok lehernya sendiri. "You'll die," bisik Farez pelan.

"Ngomong apa barusan, Dek?" Icha sudah memasang wajah mirip Mak Lampir dari gunung berapi. Siap mengutuk siapa saja yang berkomentar tentangnya.

"KAK ICHA CANTIK BANGET." Farel tersenyum lebar, kemudian mengalihkan pandangannya ke Mama Ratih. "Ma, susu cokelatnya Farel mana?"

Icha baru saja berdiri, tetapi Farel langsung berlari dan berlindung di belakang Ratih.

"Sini, kamu! Jangan ngumpet di belakang Mama!" Icha siap untuk meledak. Mengeluarkan semburan api seperti naga-naga di cerita fantasi dan dongeng.

"Icha, Farel! Duduk!" tiba-tiba suara berat Papa membuat keributan kecil di keluarga itu seketika berhenti. Icha terpaksa duduk dan melanjutkan sarapannya. Farel masih saja ngumpet di belakang tubuh Mama Ratih.

"Udah, udah. Lanjutin sarapannya. Nanti terlambat sekolah, lho," ucap Ratih dengan halus pada kedua anaknya, Icha dan Farel.

Diam-diam Icha mengetikkan pesan untuk seseorang.

To : Erlang.P

Kak, nanti pas istirahat, kita ketemuan ya di perpus. Ada yang mau gue omongin.

"Abang, kalau sarapan jangan sambil main hape!" tegur Papa Dani pada Farez. Farez langsung memasukkan ponselnya ke dalam saku sedangkan Icha langsung menjulurkan lidah ke arah kakaknya.

Untung saja Papa Dani tidak melihat Icha memainkan ponselnya. Setidaknya, Icha masih mempunyai satu keberuntungan pagi ini. Icha tersenyum tipis, meski matanya masih susah melek.

--**--

"Ngademin kepala dulu ke kantin, yuk, Cha. Meledak kepala gue lama-lama kalau mantengin angka-angka sama rumus mulu," ajak Meta pada Icha.

Icha bangkit berdiri sambil meregangkan tangannya. "Lo duluan aja, Met. Gue ada urusan bentar. Nanti gue nyusul," sahut Icha.

"Eh, mau ke mana? Mau nyamperin Kak Ardo lagi di kelasnya?"

"Nggak. Gue ada urusan sama Kak Erlang. Gue mau ke perpustakaan bentar." Icha membereskan buku-bukunya dan menyimpannya di laci meja. Kemudian ia memasukkan ponselnya ke dalam saku.

"Cieh, sekarang beralih ke Kak Erlang ya?" Meta mulai menggoda Icha dengan mencolek-colek lengan Icha.

"Gue bukan sabun colek, Met. Udah, ah. Gue duluan. Pokoknya ntar gue nyusul. Oke?"

Meta mengacungkan kedua jempolnya. "Pilih Kak Ardo atau Kak Erlang, terserah lo deh, Cha. Asal lo nggak milih dua-duanya aja." Meta tertawa ngikik.

MIMPI [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang