16. Gosip

24.9K 2.5K 216
                                    

Mungkin cukup kali ini saja Icha berurusan dengan cowok seperti Ardo. Setelah liontinnya kembali, Icha tidak mau melihat wajah Ardo lagi. Jangankan wajahnya, ujung rambut Ardo saja Icha tidak mau melihatnya.

Papa, Mama, bahkan Bang Farez tidak ada yang mau membantu Icha mencari solusi soal onde-onde tanpa biji wijen. Terpaksa Icha datang ke tempat pembuatan onde-onde, dan memsan onde-onde tanpa wijen.

Icha sempat terlibat perdebatan panjang dan rumit dengan si pembuatnya ketika ia memohon dibuatkan onde-onde bin ajaib itu. Hanya demi liontin, ingat bukan demi Ardo, Icha rela mempermalukan dirinya seperti ini.

Pagi ini Icha menenteng bungkusan yang berisi onde-onde tanpa wijen permintaan Ardo. Cewek itu berjalan dengan cepat tanpa mempedulikan sekitarnya.

"Cha, Icha." Erlang berlari menghampiri Icha.

"Eh, Kak Erlang?" Icha berhenti dan menunggu Erlang sampai di depannya. "Ada apa ya, Kak?"

Erlang tersenyum. Kalau boleh jujur, Icha tidak akan menyangkal jika senyuman Erlang juga manis. Tetapi kalau dibandingkan dengan senyuman Ardo? Senyuman cowok tengil itu lebih manis dibanding Erlang.

Icha mengerutkan keningnya, ia terbatuk pelan. Kenapa gue malah bayangin senyuman si Ardo? Icha menampar pipinya sendiri. Erlang dibuat bingung dengan tingkah Icha.

"Ada apa ya, Kak?" tanya Icha lagi.

"Gini, ehm besok Sabtu lo mau nggak ikut gue? Ada acara meet up bareng komunitas yang pernah gue ceritain ke lo itu. Gue nggak maksa lo buat ikut sih, cuma ya gue nawarin aja. Siapa tahu lo jadi lebih tertarik. Gimana?"

Icha tersenyum kaku. Sebenarnya ia juga penasaran dengan komunitas yang dimaksud Erlang, tetapi hari Sabtu besok ia sudah ada janji dengan Ardo.

"Gimana ya, Kak? Gue, gue udah ada janji, sih." Icha menggigit bibir bawahnya. Ia bingung harus menolak Erlang seperti apa. Erlang selama ini sudah baik padanya.

"Oh, sama Ardo ya?" gumam Erlang tidak begitu jelas.

"Hah? Kak Erlang ngomong apa?" tanya Icha dengan cepat. Karena Icha yakin tadi Erlang mengucapkan sesuatu.

"Oh, nggak apa-apa kok. Ya udah, kalau gitu lain kali aja."

"Eh, gue duluan ya, Kak. Ini mau ngasih sesajen sama setan penunggu pohon." Icha cengengesan tidak jelas.

"Setan?" tanya Erlang semakin bingung.

"Bye, Kak Erlang." Icha segera melesat pergi sebelum Erlang menanyakan hal yang aneh-aneh padanya.

Jujur Icha sedikit sungkan dengan Erlang. Icha merasa kalau Erlang itu terlalu perhatian padanya. Erlang terlalu peduli padanya. Apa jangan-jangan Erlang memang sengaja mendekati dirinya? Tetapi sepertinya Icha pernah mendengar nama Erlang disebut-sebut, dulu.

--**--

Icha tidak sabar menunggu Ardo keluar dari kelas. Tadi Icha sudah menyampaikan ke salah satu teman Ardo, cewek, entah siapa namanya. Yang jelas cewek itu penghuni kelas XII IPA 2. Icha mulai tidak nyaman ketika beberapa kakak kelas meliriknya aneh.

"Kenapa juga mereka lihatin gue kayak lihat mimi peri?" gerutu Icha.

"Cieh, yang setia banget nungguin gue." Kini Ardo sudah bersandar di pintu kelas dengan mengedipkan matanya pada Icha.

"Mata lo abis kelilipan batu ya? Nih, pesenan aneh lo. Permintaan ketiga gue, beres." Saat Icha akan berbalik Ardo menarik lengan Icha.

"Tapi, permintaan tambahan lo belum lunas."

MIMPI [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang