29. Kebohongan Yang Lain

25.5K 2.2K 179
                                    

Pagi-pagi sekali Erlang sudah menunggu Icha di depan kelasnya. Cowok berkacamata itu membawa satu susu kotak rasa cokelat dan satu bungkus roti sandwich. Sekarang Erlang tidak perlu menyembunyikan perasaannya lagi pada Icha. Dan juga ia ingin meminta maaf pada Icha atas tindakannya kemarin.

Sebenarnya sudah lama sekali Erlang menyukai Icha. Mungkin sejak pertama kali Erlang melihat Icha di lapangan upacara. Waktu itu Icha terlihat panik karena hampir terlambat mengikuti upacara. Muka panik Icha malah membuat Erlang terus memandanginya hingga upacara selesai.

Erlang semakin kagum ketika tanpa sengaja melihat Icha berlatih basket bersama dengan anak-anak basket SMA Tunas Bangsa. Setiap jadwal latihan tim basket, Erlang selalu menonton Icha dari deretan kursi penonton yang kosong. Cowok itu akan pergi jika Icha selesai latihan.

"Hai, Cha," sapa Erlang begitu melihat Icha berjalan ke menuju Erlang.

"Hai, juga, Kak. Ngapain Kak Erlang ke kelas gue?" tanya Icha dengan wajah bingung. Icha melirik Meta, tetapi Meta memilih masuk ke kelas lebih dulu.

Erlang tersenyum dan menyodorkan susu kotak dan roti yang sejak tadi ia bawa. "Eh, ini, Cha. Sebagai permintaan maaf gue, deh."

"Kenapa minta maaf, Kak? Kak Erlang nggak salah kok. Cuma yang kemarin sedikit nggak penting aja, sih, berantem sama Ardo."

Erlang tersenyum kaku. "Dan, eh ... Cha! Ada sesuatu yang ingin gue omongin sama lo. Nanti pulang sekolah lo ada acara nggak?"

"Nanti? Kayaknya nggak ada, deh. Kenapa, Kak?"

Tanpa Icha sadari, sejak tadi Meta sudah menguping dari balik pintu kelas. Dengan konsentrasi penuh, Meta mendengarkan pembicaraan Icha dan Erlang.

"Gue mau ngajak lo jalan. Mumpung hari ini gue nggak ada les tambahan. Gimana?" Erlang sudah harap-harap cemas karena bisa saja Icha menolak ajakannya. Erlang tidak tahu bagaimana perasaan Icha, yang jelas mulai sekarang Erlang akan memperjuangkan Icha. Tanpa pengganggu lagi seperti Ardo.

"Eh ... gimana ya? Boleh, sih, Kak. Tapi gue bawa motor sendiri ya?"

Erlang mengangkat sebelah alisnya. Gimana jadinya kalau ia dan Icha naik motor sendiri-sendiri? Erlang membenarkan letak kacamatanya.

"Oke, deh. Nggak apa-apa." Erlang hanya bisa menyetujui permintaan Icha. Kalau tidak, mungkin Icha menolak ajakannya. "Kalau gitu, nanti gue samperin lagi pas pulang sekolah. Oke? Gue balik dulu ya. Bye, Icha."

Icha hanya mengangguk dan tersenyum saat Erlang berpamitan.

"Ciee ... cieee ... Yang diajakin jalan sama Kak Erlang. Terima aja kalau Kak Erlang nembak lo, Cha." Tiba-tiba saja Meta sudah muncul dari tempat persembunyiannya.

"Lo dari tadi nguping, kan? Dasar Meta! Atau lo mau ikut gue sama Kak Erlang?"

"Ngawur. Yang ada gue jadi obat nyamuk ntar. Nggak, ah." Meta ngeloyor masuk kelas. Dan tak lama setelah itu bel sekolah berbunyi nyaring.

Mungkin Erlang akan menjelaskan semuanya pada Icha. Tentang Ardo dan Nadi. Karena menurut kecurigaan Icha, Erlang tahu sesuatu tentang tujuan Ardo pindah ke sekolah ini. Semoga saja ini tidak akan memperkeruh segalanya. Icha sudah lelah, dan Icha ingin ... menyerah sejenak saja.

Satu hal lagi yang mengganggu pikiran Icha sejak kemarin. Kenapa jantungnya berdetak lebih cepat saat ia berdekatan dengan Ardo? Apakah mungkin Icha sekarang mempunyai perasaan pada Ardo?

"Masa iya gue suka sama si serigala gila itu, sih?" gumam Icha pelan. Tetapi Meta malah mendengarnya tanpa sengaja.

"Lo suka sama siapa, Cha?" tanya Meta nyaring. Membuat Icha langsung membekap mulut Meta. Icha meringis salah tingkah.

MIMPI [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang