31. Penyesalan Sang Serigala

24.6K 2.3K 196
                                    

Icha tidak tahu bagaimana cara menghentikan tangisannya saat ini. Rasa bahagia juga sedih bercampur jadi satu. Icha bahagia karena akhirnya bisa bertemu dengan Nadi lagi, tetapi disisi lain ia sangat sedih ketika mengingat kejadian satu tahun yang lalu bersama Nadi.

"Nad, ma ... afin gue, ya. Karena gue lo jadi kayak gini. Maafin gue, Nadi," ucap Icha sesenggukan. Sesekali Icha mengusap air mata dengan punggung tangannya. Nadi yang melihat itu langsung menyodorkan tisu ke Icha.

"Gue juga salah, Cha. Gue yang nyuruh lo naik motor cepet-cepet, kan, waktu itu? Jadi lo jangan salahin diri lo sendiri." Nadi kembali memeluk Icha.

"Tapi karena itu gue merasa bersalah sama lo, Nad. Dan parahnya gue nggak bisa ketemu lo." Icha kembali menangis.

"Hei, Icha. Kenapa lo jadi cengeng gini, sih? Kayaknya Icha yang gue kenal nggak kayak gini, deh. Mana Icha yang ngomongnya suka ceplas-ceplos dengan candaan recehnya? Padahal gue pengen denger candaan garing lo lagi, deh, Cha."

Nadi tersenyum manis di depan Icha. Hal itu mampu menular ke Icha dengan cepat. Icha langsung ikut tersenyum dan menghapus semua sisa air matanya. "Yee, gue masih sama seperti yang dulu, kok."

Mereka terdiam cukup lama. Icha menghirup udara banyak-banyak, karena rasanya ia masih susah untuk bernapas.

"Cha, ini gue kembaliin liontin lo yang diambil sama Kak Ardo. Maafin, Kak Ardo ya. Dia emang keterlaluan banget sama lo."

Icha menerima liontin itu dari Nadi. "Gue nggak tahu bisa maafin dia atau nggak. Gue ..." Icha melebarkan matanya ketika ia melihat jam tangan miliknya. Icha sudah hampir dua jam lebih di tempat itu bersama Nadi. Ia lupa jika Meta masih menunggunya di sekolah.

"Sorry, Nad. Gue harus balik ke sekolah. Gue ditungguin sama temen gue. Namanya Meta. Orangnya baik banget. Nanti gue kenalin ke lo kapan-kapan ya. Oh ya, gue minta nomor lo dong," kata Icha tanpa jeda. Sepertinya sosok Icha sudah kembali lagi setelah bertemu dengan Nadi.

"Oh iya, ini." Nadi segera mengetikkan nomornya di ponsel Icha. Kemudian Icha me-miscall nomor Nadi.

"Itu nomor gue ya, Nad. Gue balik dulu. Bye!" Icha pergi dengan langkah ringan dengan senyum lebar. Tetapi senyumnya segera lenyap ketika Ardo mengadangnya.

"Mau balik ke sekolah, kan? Gue anter."

"Nggak usah! Gue bisa sendiri," jawab Icha ketus.

Oke, mungkin perasaan Icha yang kemarin itu salah. Tidak seharusnya ia memaafkan Ardo dengan mudahnya. Cowok itu saja yang keterlaluan. Ardo bertindak tanpa berpikir. Seharusnya Ardo dari awal bilang ke Icha jika dirinya adalah kakaknya Nadi. Semuanya bisa dibicarakan dengan baik-baik. Bukan dengan cara kampungan seperti yang sudah Ardo lakukan ke Icha.

"Gue yang bawa lo ke sini, jadi gue yang harus antar lo balik."

"Nggak ada undang-undang yang mengatur hal itu. Gue bisa balik sendiri." Icha langsung memutar tubuhnya, tetapi setelah lima langkah, Icha kembali menghadap Ardo. "Oh ya, mulai sekarang kita nggak perlu ketemu lagi. Itu, kan, yang lo mau? Gue nggak sudi ketemu orang yang udah hancurin impian gue!"

Setelah mengucapkan sederet kalimat pedas itu, Icha tidak lagi menoleh ke Ardo. Ardo hanya bisa terdiam menatap kepergian Icha yang sudah dijemput abang ojek berjaket hijau.

"Hei, Kak Ardo suka sama Icha, ya?" Tiba-tiba saja suara Nadi mengagetkan Ardo.

"Heh? Gue? Eh, aku? Eng ... nggak, kok."

Nadi hanya ber-oh ria sambil menatap Ardo dengan curiga.

--**--

Icha keasyikan chat bersama Meta dan Nadi, hingga tidak sadar dirinya baru saja melewatkan makan malam. Icha sengaja membuat grup Line yang isinya hanya Icha, Meta, dan Nadi.

MIMPI [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang