•SEVENTEEN•

182K 12.3K 324
                                    


"Suka cuma sesaat dan sesimpel itu.
Tapi perasaan ini beda.
Ini cinta.
Yang lebih kuat dari segala perasaan."  -Vinka
____________

Bella menatap kosong obat-obatan dihadapannya. Ia sudah muak dengan semua ini.

Kapan semuanya berakhir?

Gadis itu menghembuskan napasnya, menahan airmatanya yang siap keluar.

Tangannya bergerak meraih benda pipih yang terletak di atas ranjangnya.

Dibacanya kembali segelintir chat menyakitkannya bersama Davin.

Davin : Bell

Davin : Gue rasa gue udah ngerti sama perasaan gue sendiri.

Bella : Maksudnya?

Davin : Gue sayang Kamila.

Davin : Bahkan cinta.

Bella : Seriously? Akhirnya Dav!

Bella : Perjuangin Kamila. Dia pantes diperjuangkan Dav.

Davin : Makasih ya Bella Teguhnya Davin :)

Bella terdiam menahan sesak. Tak dapat berbohong lagi, gadis itu memiliki perasaan lebih pada Davin.

Bohong jika ia bilang waktu itu ia menyukai Farhan.

Ia hanya memastikan perasaan Davin pada Kamila. Dan benar, cowok impiannya itu kini telah jatuh pada gadis yang menjadi teman kedua Bella saat baru masuk SMA Cahaya Bangsa.

Gue bahagia kalo lo bahagia kok Dav, batin Bella dengan airmata yang sudah jatuh ke pipinya tanpa ia sadari.

Tatapannya kembali pada obat-obatan dihadapannya. Gadis itu mendengus kasar. Rasanya, jika ia bisa, ia ingin membuang lalu membakar semuanya.

Tapi ia sadar, hidupnya tergantung pada obat-obatan ini.

Bella yang lemah.

Siapa pula yang tahu tentang mirisnya kehidupan Bella?

Semua orang punya masalah. Tanpa kita sadari, orang-orang yang tampak bahagia bahkan tengah merasakan pahitnya masalah dalam hidup mereka.

Ceklek

Pintu kamar Bella terbuka dan nampak seorang wanita cantik masuk kedalam kamarnya.

"Sayang? Kok gak diminum obatnya?" tanya Mama Bella.

"Bella capek, Ma." tuturnya.

Mama Bella menghela napasnya lalu mengusap rambut putri tirinya lembut.

"Bella capek kenapa?" tanyanya.

"Apa Bella bisa hidup tenang sebentar aja tanpa bergantung sama semua ini?!" Gadis itu menunjuk obat-obatannya.

"Sayang dengar Mama, Allah punya rencana baik sama setiap hamba-Nya. Bella percaya aja, Allah gak akan ngasih cobaan yang diluar batas kemampuan hamba-Nya," tutur Mama Bella, "Bella harus yakin kalau Bella bisa sembuh, ya sayang?"

Bella meneteskan airmatanya lalu memeluk erat wanita disampingnya kini.

"Bella sayang Mama,"

Mama Bella tersenyum penuh kasih sayang.

Leukimia. Penyakit yang Bella idap sejak kecil. Entah kapan tepatnya, Ia pun lupa.

"Bella lagi ada masalah ya?" tanya Mamanya.

Bella hanya terdiam lalu melepas pelukan dari sang ibunda. Tangannya bergerak mengusap jejak airmata di pipinya.

"Masalah cowok?" tanya Mamanya lagi.

"Davin Ma," tutur Bella, "Bella suka sama dia. Dan dia suka sama yang lain."

Mama Bella kembali menarik putrinya kedalam dekapannya.

"Cinta gak harus memiliki, sayang. Kalo kamu cinta sama dia, kamu bakalan relain dia sama orang lain yang buat dia bahagia."

Bella mengangguk pelan.

"Iya, Bella ngerti Ma."

Hatinya menjerit kesakitan saat mengingat sebuah fakta menyakitkan itu.

                   —•••—

"Hm..iya iya! Bawel lo Dif." ucap Kamila pada Difa lewat ponselnya.

"Iyaa, besok gue bawa! Pacaran mulu sih lo. Sekolah dong diutamakan....Eh anjir, songong banget. Tau kali gue jomblo...Berisik udah udah. Besok gue bawain PR nya. Hm. Ok. Bye."

Lalu sambungan diputuskannya.

"Nasib emang punya temen udah taken semua, ya udah gue kayak jones." gumam Kamila.

Diletakkannya kembali ponselnya ke atas meja riasnya. Lalu matanya mencari-cari ikat rambut yang sehari-hari dipakainya.

"Mana sih?" dumel Kamila.

Tangannya beralih membuka laci putih. Diobrak-abriknya isi laci tersebut. Tapi hasilnya tetap nihil.

Sampai matanya menangkap sesuatu yang tampak lebih mencolok dari yang lainnya.

Sebuah kalung berbentuk boneka beruang kecil.

Alis Kamila mengernyit. Kalung itu tampak familiar. Tapi...Punya siapa?

Diraihnya kalung tersebut lalu disimpannya didalam kotak musik kesayangannya.

Mungkin nanti inget, pikirnya.

                    —•••—

Jam menunjukkan pukul 11 malam. Dan seseorang itu masih terjaga. Tangannya sibuk memencet-mencet tombol di remote play station miliknya.

"Ah, Shit!" umpatnya saat ia kalah dalam permainan di PS tersebut.

"DAVIN! NGOMONG APA BARUSAN? MAU KENA JEWER?" suara teriakan bunda dari luar kamar membuat Davin meringis kecil.

"Nih mulut, gak bisa pelanan dikit apa ya?" ujarnya pada diri sendiri sambil memukul pelan bibirnya.

"AMPUN BUN, DAVIN GAK SENGAJA." balas Davin.

"TIDUR UDAH MALEM!"

Dimatikannya play station tersebut lalu ia langsung membanting dirinya ke atas kasur.

"Huffftt." Cowok itu menghembuskan napasnya lalu memandang ke arah langit kamarnya.

Pikirannya melayang pada sosok seorang gadis cantik nan manis yang kini sering berlarian di hatinya.

Kamila Veraninda.

Mata jernihnya yang selalu memancarkan aura kebahagaiaan pada orang lain, hidung mancung kecilnya yang mengundang siapapun untuk mencubitnya, dan yang paling penting bibir pink pucatnya yang sangat mahir membuat Davin tergila-gila kala melihat senyumnya.

Gadis yang mungkin hanya ada satu dari seribu gadis di dunia ini  yang memiliki sifat dan kepribadian sepertinya. Paling pandai menutupi kesedihan yang mendalam tapi paling hebat dalam menghapus kesedihan orang lain.

Itulah Kamila. Gadis yang telah membuat seorang Davin yang dulu ia kejar-kejar setengah mati jatuh hati padanya.

Bayangan Kamila dengan rambut panjang dan aromanya yang menenangkan terlintas dibenak Davin.

Tanpa sadar, bibir Davin menyunggingkan seulas senyum.

Cowok itu memejamkan matanya.

Good Night, Kamila. Mimpiin gue ya. Davin berucap dalam hatinya dengan senyum yang masih menghiasi wajahnya.

Tanpa sadar, sedari tadi Bunda menatapnya dari ambang pintu.

Wanita itu menggeleng kecil sambil tersenyum.

"Anak muda lagi kasmaran."

____________

Okay, jadi ini special part khusus Bella, Davin, dan Kamila.
Huehee. Konflik baru dimulai guys!

Thanks yg udah mau baca Vinka sampai part ini dan seterusnya! 😊

Author butuh saran dari kalian.

-Author

VinkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang