•THIRTY THREE•

180K 11.3K 438
                                    


🎼When you go and I'm alone, you live in my imagination
The summertime and butterflies
All belong to your creation
I love you, it's all I do, I love you 🎼
_____________

"Kamu baik-baik ya Bang di rumah. Narin suruh makan jangan lupa sama ngerjain PR." pesan Bundanya saat hendak memasuki mobilnya.

Pagi ini, tepatnya hari Sabtu, Bunda dan Ayah Davin akan pergi ke Surabaya untuk menghadiri pesta pernikahan saudara mereka.

"Siap Bun!" seru Davin mengurangi rasa cemas Bundanya karena harus meninggalkan rumah.

"Yaudah, Ayah sama Bunda berangkat ya! Jangan lupa sholat." pesan Ayahnya lalu bersama Bunda, ia memasuki mobil.

"Hati-hati di jalan Yah, Bun!" peringat Davin.

Setelah mobil berjalan meninggalkan pekarangan rumah, cowok itu segera mengunci pintu pagar dan masuk ke dalam rumahnya.

-•••-

Ponsel milik Davin bergetar di atas nakas tanda ada panggilan masuk. Segera di angkat olehnya.

"Hmm?"

"WOI LEMES AMAT LO ELAH. ADA KABAR BAIK NIH!"

Davin berdecak. Telinganya mulai sakit kala mendengar suara cempreng milik sahabatnya itu, Gian.

"Brisik lu nyet."

"Oh jadi gak mau tau nih? Yaudah gue matiin deh. Padahal ini kabar gue yakin banget bikin lo jantungan setengah mati."

Davin mengernyitkan alisnya mulai penasaran.

"Yaudah, apaan?"

"Gak ah, gak jadi. Kan tadi lo gak mau tau."

"Gak usah mulai deh lo. Buruan apaan?"

"Kamila-"

Mata Davin melebar kala mendengar nama itu, dengan cepat diselanya ucapan Gian.

"Kenapa? Dia kenapa?"

"HAHA. Semangat kan lo!"

"Seriusan anjing. Dia kenapa?"

"Kamila balik ke Indo."

Perkiraannya benar-benar tepat. Bukan hanya khayalan belaka.
Gadisnya kembali, membuat jantungnya berpacu lebih cepat.

-•••-

"Bundaaa..Hiks Hiks.."

Davin sangat panik saat mengecek suhu tubuh Narin yang semakin panas.

Adiknya demam tinggi.

Ia sudah mencoba mengompres Narin namun demamnya tak kunjung reda.

"Narin, minum obat ya?" pinta Davin dengan suara lembut.

Narin menatapnya dengan pandangan lemah dan tubuh yang berkeringat. Gadis kecil itu menggeleng.

"Gak mau. Obatnya pahit, Narin mau Bunda." ucapnya lirih.

"Kalau gitu, Narin makan ya? Dari tadi Narin belum makan lho." tambah Davin.

Narin menggeleng patah-patah.

"Narin mau Bunda Bang!" sentaknya dengan mata berkaca-kaca.

Davin menghembuskan napasnya pasrah. Sudah berkali-kali ia membujuk adik perempuannya itu untuk meminum obat dan makan, tapi tetap tidak mau.

"Narin, mau Abang beliin komik gak?" tawar Davin.

Mendengar itu, wajah Narin sedikit berbinar, isakannya terhenti. Gadis kecil itu memang sangat menyukai komik.

VinkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang