Ada dua perempuan di dunia ini yang sangat gue sayangi.
Yang pertama, Bunda. She's everything, yang udah ngelahirin dan ngerawat gue sampai besar. I don't know how much i love her, intinya, more than you know.
Yang kedua, perempuan yang sekarang lagi nyuci piring sambil nyanyi-nyanyi di dapur, biasanya dia nyanyi-nyanyi kayak gitu kalau lagi bahagia. Dan itu emang fakta, setelah tadi pagi dia lari-lari ke gue sambil bawa tiga buah testpack.
Tiga-tiganya positif.
Dia nangis bahagia, gue enggak.
Bukan, bukannya gue enggak bahagia. Justru ini adalah kado terindah sepanjang hidup gue. Gue cuma bisa peluk dia sambil ngucapin terimakasih berkali-kali.
Iya, gue sayang banget sama perempuan itu. Perempuan yang 6 bulan yang lalu gue lamar di rooftop rumah sakit lalu 1 bulan kemudian gue jadiin dia istri gue.
Dia itu cewek mungil dan pemaksa yang doyan banget bawain bekal buat gue tiap pagi waktu SMA, dia juga cewek yang suka banget senyum tanpa mau orang lain tahu kalau dia punya masalah, dia pemilik aroma vanilla yang bikin gue kangen setengah mati kalo lagi jaga malem di rumah sakit.
Ah, she's mine now.
Tiba-tiba gue ngerasa muka gue ditiup. Ternyata bener, si cantik lagi menopang dagunya di depan gue sambil niupin muka gue dan nyengir.
"Bengongin apa sih?" tanya Kamila.
"Kamu," balas gue sambil tersenyum ke arahnya.
"Masa?"
"Iya, cantik."
Dia tersenyum malu. Lalu memeluk gue lagi.
Dia sedang sangat-sangat bahagia, dan gue tahu itu dari pancaran kebahagiaan dari wajahnya.
"Aku seneng Dav, bentar lagi aku dipanggil Bunda." ucapnya dipelukanku.
Gue tersenyum. Cewek ini selalu punya cara untuk mendamaikan hati gue, entah dari caranya berbicara ataupun meluk.
"Kamu juga bentar lagi dipanggil Ayah dong Dav?"
"Iya dong."
"Emangnya udah siap?"
"Nantangin?" tanya gue sambil ngangkat sebelah alis gue.
Dia terkekeh geli. Selalu cantik.
"Nanti kalau udah jadi Ayah, jangan galak-galak ya?"
Gue mengerutkan alis.
"Kenapa?"
"Ih, jangan lah. Nanti dia takut lho sama kamu."
"Kamu takut gak sama aku?"
"Takut. Apalagi kalo lagi marah-marah. Serem gila, mirip kingkong."
Gue melotot, lalu tertawa mengacak rambutnya.
"Kalo aku kingkong, berarti kamu istrinya kingkong lah."
Dia menggeleng kuat.
"Lagian aku marah sama kamu kalo kamu bandel." ucap gue.
"Emang aku bandel apanya sih? Aku udah menjadi istri yang baik dan patuh masih juga dimarahin." gerutunya.
Gue ketawa lagi.
"Iya emang kamu istri yang baik. Tapi kalo makan harus banget diingetin ya?"
"Kan lupa," balasnya tanpa dosa.
Gue geleng-geleng kepala.
"Kan sekarang udah ada bayi diperut kamu. Jadi kalo makan, gak usah diingetin lagi, oke?"
Kamila mengangguk patuh.
"Dav," panggilnya.
"Jalan-jalan ke taman kota yuk?"
—•••—
Dua insan dengan naungan payung merah muda itu tengah duduk di salah satu kursi taman.
Sore ini, hujan turun. Deras, namun rintiknya tidak menyakitkan. Hujan sore ini damai, mengukir senyum di wajah Kamila.
"Kamu seneng?" tanya Davin.
"Seneng bangeeet!"
Cowok itu tersenyum. Apapun asal perempuannya bahagia. Meskipun rasa khawatir terselip didalam dada karena takut Kamila jatuh sakit karena terkena hujan.
"Kamu masih khawatir?" tanya Kamila saat menangkap raut risau yang tak sengaja ditunjukkan oleh Davin.
Davin berdecak lalu mengangguk.
"Yaampun! Apa lagi yang mau dikhawatirin sih? Gak liat nih aku udah dipakein jaket, jas hujan, plus payung tuh! Udahlah, tenang aja." ujar Kamila.
"Iya iya iya. Terserah kamu. Asal seneng mah, iyain aja." balas Davin.
Kamila tersenyum lebar lalu menjatuhkan kepalanya di pundak Davin.
"Hujan yang kita saksikan sore ini akan menumbuhkan benih-benih tumbuhan, hujan ini milik semesta." ujar Kamila pelan.
"Tapi kamu itu hujannya aku Dav. Kamu datang dan jatuh di hati aku lalu menumbuhkan benih-benih perasaan yang sulit dijelasin."
Davin mengangkat sudut bibirnya mendengar curahan hati Kamila.
"Dav?"
"Hm?"
"Dav! Ih!"
"Apasih?"
"Dengerin gak sih tadi?!"
"Denger."
"Kalo aku, apa?"
Davin mengangkat alisnya.
"Kamu? Kamu ya Kamila lah."
Kamila berdecak lalu mengangkat kepalanya dari pundak Davin.
"Gak asik ah!" serunya.
Davin terkekeh lalu menarik pelan kepala Kamila dan kembali dijatuhkan di pundaknya.
"Kamu itu Kamilanya Davin, perempuan setelah Bunda yang aku sayang. Saking sayangnya, gak ngerti lagi mau ngomong apa."
Kamila tertawa pelan.
"Gimana sih." ujarnya.
"I love you to the moon and back, Kamila."
Teruntuk Jakarta,
Terimakasih telah menyampaikan salam rinduku untuknya,
Terimakasih telah menyimpan kenangan manis dan pahit di dalammu,
Satu hal terpenting, terimakasih telah mempertemukan aku dengan sang pemilik hati.
Teruntuk hujan milik semesta,
Terimakasih untuk gemercik indahmu,
Terimakasih untuk rintik kecil yang kau jatuhkan saat rasa rinduku datang,
Hujanmu tetap milik semesta,
Hujanku adalah ia, hujan milikku.
The End.
❤️💛💚💜💙
(Baca part selanjutnya dulu yaa yaa yaaaa)
KAMU SEDANG MEMBACA
Vinka
Подростковая литература[COMPLETED] Highest Rank : #14 in Teen Fiction //20 August 2018 Ini tentang Kamila Veraninda. Gadis cantik yang dengan tidak malunya mengejar cowok tampan bernama Davin. Gadis yang selalu menunjukan wajah cerianya di depan orang lain. Namun siapa...
