6

2.8K 214 2
                                    

Seperti biasa Clara datang ke rumah Mozza setiap Minggu pagi untuk menyeret Mozza menemaninya kegilaannya selama satu tahun terakhir. Lari pagi. Sesuatu yang gila menurut Mozza yang tidak menyukai olahraga. Jam di tembok kamar Mozza masih menunjukkan pukul 05.15. Seperti biasa juga Mozza protes karena dirinya masih dipaksa ikut. Padahal sesampai di taman, Mozza hanya berjalan santai sendirian karena tertinggal dari teman-temannya yang lain sudah lari pagi ataupun berakhir putar balik dengan menunggu teman-temannya di ujung taman yang dipenuhi para penjaja makanan dengan harum semerbak berlomba-lomba menggoda dan memanggil masyarakat yang mengunjungi taman tersebut. Masih saja Clara dengan getol memaksa Mozza ikut setiap minggunya. Mozza sebenarnya berharap Clara akan berhenti mengajaknya ketika teman-teman dari The Markas juga mau ikut serta dalam kegilaan Clara. Sayangnya, Clara masih saja terus menyeretnya. Menurut Clara semakin ramai semakin seru.

"Kenapa sih lu selalu ngajak gue. Gue di sana juga gak olahraga. Sesekali kasih gue bolos dong biar bisa bangun siang.", rengek Mozza masih dengan mata terpejam enggan terbangun dari tidurnya.

Bukan namanya Clara kalau ia menuruti permintaan Mozza. Rasanya ada yang kurang kalau tidak ada Mozza walaupun pada akhirnya ia tidak lari bersama Mozza. Harapan Clara, suatu saat Mozza mendapat pencerahan rajin berolahraga agar dapat hidup lebih sehat. Setidaknya untuk saat ini, Mozza sudah jalan pagi menghirup udara segar, daripada selalu menghabiskan waktu mengurung diri di dalam rumah. Temannya itu harus dibiasakan menghadapi lingkungan luar.

"Waktu lu ke Puncak hitungannya sudah bolos. Cepat bangun!", Clara menepuk paha Mozza kencang hingga berbunyi nyaring yang membuat Mozza langsung terbangun duduk dengan wajah bersungut-sungut. Punya dosa apa Mozza bisa punya teman seperti Clara. Kalau tidak dituruti akan terus menghantui layaknya arwah penasaran yang hendak membalaskan dendam. Bahkan Clara tidak segan-segan meminta kepada ibunda Mozza untuk memerintah Mozza turut serta lari pagi dengan alasan kesehatan. Herannya, mama Mozza menurut saja kalau Clara yang meminta meskipun anaknya dibawa pergi secara paksa pagi-pagi sekali. Sampai Mozza sempat berpikir bahwa Clara yang anak kandung dari mamanya.

Sudah satu tahun Mozza ikut lari pagi di taman umum buatan pemerintah itu dan yang berhasil Mozza peroleh adalah para pedagang di sana mengenalinya dan ia pasti mengeluarkan sejumlah uang setiap pergi ke sana.

"Iyah ah bawel. Cuma lu doang kali di dunia ini yang datang ke rumah orang, pagi-pagi buta dan maksa orang buat ngelakuin hal yang dia gak suka. Emak gue saja gak maksa gue buat lari pagi. Dasar ibu tiri.", gerutu Mozza segera turun dari tempat tidurnya bersiap-siap dalam pengawasan Clara. Diawasi sedemikian rupa mengalahkan tatapan sadis para ibu tiri yang ada di sinetron-sinetron. Peralatan sudah disiapkan. Tas selempang kecil berisikan tissue, uang dan handphone sudah Mozza bawa. Sepatu olah raga bewarna putih sebagai hiasan juga sudah dikenakan.

Setelah selesai bersiap, Mozza dan Clara segera meluncur menuju taman umum diantar oleh kakak Clara yang hendak menuju daerah Sudirman untuk mengikuti car free day. Mozza sampai heran dengan kedua kakak beradik itu. Gemar sekali berlari dan harus di luar komplek rumah mereka. Kenapa mereka berdua tidak lari mengelilingi daerah rumah mereka, sama-sama lari malah memilih jauh-jauh dari rumah mereka dan harus ditempuh dengan kendaraan jika ingin menuju ke sana. Luar biasa. Harusnya dua kakak beradik itu lari saja dari rumah menuju tempat olahraga yang mereka inginkan.

Sesampainya di taman umum, Clara segera melakukan pemanasan sambil menunggu teman-teman yang lain tiba. Sedangkan Mozza berdiri sambil melipat tangan di depan dada menghirup udara segar dan memperhatikan Clara melakukan pemanasan. Sudah seperti pengasuh yang sedang mengawasi anak yang diasuhnya beraktivitas. Sekaligus sebagai seksi sibuk dengan ponselnya karena menjadi penghubung dengan teman-temannya untuk mengetahui keberadaan mereka.

"Pemanasan Za", ucap Clara yang sudah seperti perintah.

"Siap boss", Mozza sambil memberi hormat, segera melakukan pemanasan. Wajahnya masih terlihat kesal bersungut-sungut karena dipaksa bangun dari tidur cantiknya. Semua karena Clara, selama setahun terakhir ia tidak pernah merasakan indahnya, nikmatnya bangun siang. Apalagi dibangunkannya dengan penuh ancaman dan sering dengan kekerasan.

LovestagramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang