II

54 12 7
                                    

Sebelumnya gua minta maaf dengan amat sangat. Bakal banyak kata-kata kotor, such as goblok, bego, anjir, dan kata-kata lain semacamnya. Gua kehabisan kata untuk menunjukkan diri mereka, karena gua masih terlalu amatir untuk disebut penulis. Jadi gak bisa melakukan hal sesempurna kaidah penulisan sebuah cerita :)).

So, apapun itu. Selamat membaca, guys!

♡♤♤♡♤I'm Fine♤♡♤♤♡

Aletha segera berjalan cepat, menelusup melewati desakan siswa-siswi yang memenuhi kantin. Menyenggol, bahkan mendorong banyak orang, tidak peduli dengan cacian dan amukan dari para siswa-siswi yang menjadi korban kekesalannya.

Kakinya berjalan cepat menyisiri kantin, samar-samar terdengar suara menginterupsikannnya untuk berhenti.

"Aletha, tunggu!" pekik Arra jauh dibelakang Aletha. Tubuhnya masih terdesak diantara kerumunan kantin ke dua. Aletha masih melangkah jauh, mendorong siapa saja yang menghalau jalannya.

"Letha, tunggu ih!" kesal Arra sebab tak mampu menyamai langkah Aletha. Aletha berdecak.

"Gak usah nyamperin, ra! Gue mau ke kelas aja! Udah gak nafsu makan!" elak Aletha.

"Ta, lo mau kemana?" ujar Arra bingung. Ia mencoba menyamai langkah Aletha yang terlihat terburu-buru.

"Mau ke kelas. Gak nafsu makan gue gara-gara barusan!" ulang Aletha,  ia melenggang pergi dari kerumunan itu. Meninggalkan Arra yang terjebak diantara kerumunan siswa siswi yang mengantri untuk membeli jajanan, membiarkan Arra meneriaki dirinya dari kejauhan.

"Gue duluan, sorry ya, Ra!" ujar Aletha tanpa menengok sedikit pun pada Arra.

Ke kelas? Tapi nyatanya, kakinya malah mengantarkannya ke UKS. Ya, sebenarnya ada luka kecil sebab dorongan Agga tadi. Sikunya sedikit berdarah karena terkena sudut tiang bata itu.

Sebenarnya tidak sakit, tapi kalau tidak segera diobati kan inveksi. Kalau nanti inveksi, tangannya bisa diamputasi. Kalau diamputasi, nanti dia gak bisa menyalurkan hobinya seperti memotret pemandangan, bermain gitar, melukis dan lainnya. Kalau gitu, nanti Aletha merasa frustasi karena gak bisa apa-apa, yang ada dia malah bunuh diri! Ya ampun, hanya karena luka sekecil dua centi, dia jadi bergedik ngeri dan menyinyir sendiri dilorong menuju uks ini.

Dasar Aletha alay! Dari luka yang sebenarnya bisa sembuh dengan hanya dibetadine, ia sampai berpikir mengenai kematian. Memang dasarnya Aletha yang suka berpikir macam-macam, hingga membayangkan hal sejauh itu. Ia pun berjalan lebih cepat, sekaligus memperlebar langkahnya. Takut-takut akan hal yang sedari tadi ia bayangkan.

"Lo gak apa-apa?" ujar Alvaro samar-samar terdengar sambil memberikan secangkir teh hangat pada gadis berkacamata itu yang tengah sesegukan. Aletha memberhentikan langkahnya. Ia mengintip melewati jendela, dilihatnya Alvaro yang tengah duduk didepan gadis berkacamata itu.

"Gak apa-apa." ujar gadis itu masih menangis sesegukan. Alvaro berdecak.

"Apanya yang sakit bilang aja." ujar gadis dengan rompi PMR itu tersenyum lembut. Alvaro masih bertekuk lutut dihadapan gadis itu, sedang Aletha masih diluar dan tanpa sadar mengintip ke dalam ruangan uks.

"Ka-ka-kalau seca-ca-cara fisik sih e-eng-gak ka." ujarnya sepatah-sepatah sebab tertutup suara sesegukannya. Alvaro mengamati gadis itu, bingung ingin berkata apa.

"Permisi" ujar Aletha tiba-tiba memecah keheningan. Reflek, Alvaro, gadis berkacamata yang sampai kini Aletha tidak tau namanya, dan seorang perempuan yang memakai rompi PMR menengok ke arahnya.

"Masuk aja, saya data dulu ya." ujar perempuan itu menghampiri Aletha dan menuntunnya menuju kasur tepat disamping gadis berkacamata itu.

"Namanya siapa, kelas berapa, sakit apa?" tanyanya beruntun.

I'M FINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang