VII

12 0 0
                                    

Sebenarnya, kalau boleh jujur, Aletha pun tidak sudi melakoni hal gila ini. Hukuman yang menggegerkan pikirannya sejak bel berdering tadi. Pelajaran lagi-lagi tak masuk otaknya. Membuat konsentrasinya terpecah, dan sia-sia waktunya berada dikelas serta duduk manis dekat meja guru itu, tak membuahkan hasil yang positif.

"Hah..." desahnya cukup keras, membuat Azurra melirik lantas tersenyum.

"Makanya jangan aneh-aneh! Tau sendiri 'kan karmanya?" ledek Azurra terkekeh kecil. Aletha kembali mendengus, memanyunkan bibirnya ke arah Azurra.

"Kan bukan gue, Ra, yang ngelakuin! Ono noh, si Kania!" curhat Aletha kesal. Azurra kembali terkekeh, membuat Aletha mengernyitkan keningnya.

"Percaya gak sama takdir? Kalau ternyata, semua ini emang udah jalannya? "

Azurra memberi jeda.

"Lucu aja gitu, semuanya kebetulan." celetuk Azurra sambil memainkan pensilnya. Kata-katanya mampu membuat Aletha terdiam berpikir, kepalanya lagi-lagi menengok ke arah Azurra makin gesit.

"Maksud lo?" tanya Aletha bingung. Azurra hanya diam. "Kok gua jadi makin bego ya SMA?" ledek Aletha pada dirinya sendiri, membuat Azurra tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya heran.

"Kalo lo masih aja gak bisa poting dari hukuman ini, kenapa gak langsung tanya aja sama orangnya?"

"Tanya?"

"Iya..." Azurra mengangguk-angguk.

"Langsung sama orangnya?" tambah Aletha. Azurra mendengus kesal, "Iya , sayang!"

"Hih, ogah!" tolak Aletha mentah-mentah. Azurra melipat kedua tangannya didada, "Emangnya gak penasaran?" tanya Azurra lagi. Aletha terdiam, ia memainkan matanya kekanan dan ke kiri. Bermaksud menimang-nimang, apa yang akan ia lakukan.

"Iya sih, penasaran."

"Ya udah, tiga menit lagi bel. Sono samperin kak Al-nya. Biar penasaran lo gak makin menjadi-jadi. Kan repot gue harus nyeramahin lo tiap detik." ledek Azurra kental akan kelembutanya, membuat Aletha meringis kecil.

"Dasar!" hardik Aletha. Tak lama, bel pun berdering. Menandakan waktunya istirahat, dan waktunya Bu Indri terpaksa keluar kelas walau mulutnya sudah tak sabar mengeroyoki pikiran anak-anak dengan berbagai hafalan zat kimianya. Bahkan proyektor pun belum juga ia matikan.

Tak lama Bu Indri keluar, Aletha pun segera keluar. Lalu naik tangga untuk mencapai 12 Mipa-1, kelasnya Alvaro.

♡♤♤♡♤I'm Fine♤♡♤♤♡

"Haha." laki-laki itu tertawa gamang. Disisirnya rambut hitamnya itu dengan jari-jarinya kebelakang, lalu tangannya kembali masuk ke bleizer biru itu. Mulutnya mengukir senyum simpul, lalu menengok ke arah Aletha.

"Gue cuman mau kasih tau ke orang-orang jenis kayak lo! Peraturan itu dibuat untuk dipatuhi, bukan untuk dilanggar! Dan hukuman itu, bukan untuk membuat jera. Melainkan memberi pengertian mengapa peraturan itu dibuat." tutur laki-laki itu dengan suaranya yang khas, membuat Aletha sempat terpana.

"Kalau misalnya waktu itu gue ikutin emosi gue, pasti gue akan nyuruh lo berdiri ditengah lapangan sambil teriak kata maaf. Atau mungkin nyuruh lo nulis satu polio penuh, kata maaf." ia memberi jeda, mengambil nafas perlahan. "Tapi sayangnya hukuman sampah itu gak membuat lo dewasa. Justru nurunin harga diri lo yang kelak bakal jadi anggota organisasi, yang tugasnya mengayomi teman-teman sekolahan.

Kalau gue ngelakuin itu, justru gue akan melakukan hal yang lebih bodoh dibanding yang lo lakuin!"

"Gini aja deh, kayak lo tidur. Cara supaya bangunin lo gimana? Dipanggil kan namanya. Kalo gagal, ditepok pipinya. Kalau gagal lagi, lo baru boleh nyiram dia. Sama kayak dalam berorganisasi, hukuman dibuat bukan untuk membully anggotanya sendiri. Justru langkah yang diambil untuk membangkitkan si anggota itu. Dan tiap hukuman pun punya kendala, punya konsekuensinya masing-masing."

I'M FINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang