5. Dia Harusnya Melepasku

34.6K 2.5K 73
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Sorry - sorry, sudah menunggu lama ya?"

"Hmm.. Lihat nih, makanan kita sudah pada habis begini."

"Iya, maaf - maaf. Aku kira tidak akan lama tadi. Mawar mengajak membeli tas dulu. Aku tidak enak mau menolak."

"Ya sudah, pesan sana!"

"Emm... Sebentar deh. Masih ramai kasirnya."

Malam sabtu begini, hampir semua tempat makan pasti ramai. Apa lagi tempat yang sering didatangi anak muda. Cuma McD sih, tapi ini salah satu tempat yang buka 24 jam dan bisa buat ngumpul kami lama.

Kulihat nampan - nampan itu sudah kosong, hanya tersisa bungkus kertas dan tulang - tulang sisa. Yah, memang aku yang terlambat satu jam lebih, dan pastinya mereka sudah kelaparan menungguku. Tapi tak papa, besok libur dan kami semua sedang free.

"Tumben Nay beli brownies, buat siapa?" tanyaku melihat sekotak brownies itu di depan Naya. Tumben - tumbenan dia membeli itu. Biasanya kami membeli jenis makanan itu jika ada event tertentu saja.

"Oh, ini?" tanya Naya mengangkat bungkusan brownies itu.

"Dia kan mau pulang besok. Buat oleh - oleh katanya." bukan Naya yang menjawab, tapi Luna. Cewek gembil yang duduk di sebelahnya.

"Oh iya, aku lupa. Besok kamu pulang ya." gumamku sendiri, mengingat kalau besok Naya akan pulang. Pulang kampung tepatnya. Setelah sekitar dua bulan dia tak mengunjungi keluarganya.

"Sha mana sih?" Luna dan gerutuannya, itu adalah paket. "Jangan - jangan nggak boleh lagi sama suaminya."

"Ya harap maklum. Dia kan udah taken. Nggak kayak kalian yang jomlo merana." balasku santai menanggapi Luna.

"Diih. Siapa yang ngomong? Nggak sadar diri dia. Mendingan mah kita, jomlo bahagia. Bebas ngecengin cowok mana aja. Nah situ?" weits, Naya nggak terima rupanya.

"ISTRI YANG TAK PERNAH DIBELAI!"

"Sialan!"

"Hahahhaha"

Mereka malah ngakak dan bertos ria. Memang paling bisa kalau bahagia di atas penderitaan sahabatnya. Mereka, termasuk Sha sudah tahu kalau aku sudah menikah. Luna yang mengenalku sejak SMA, tak hentinya mendesakku pada saat itu. Lalu, sejak dua tahun yang lalu barulah dua temanku lainnya baru tahu.

For your information if you're curious, sekarang aku sudah duduk di bangku perkuliahan. Mahasiswa akhir tingkat tiga, yang insyaallah tahun depan lulus!

Hmm.. Mari kita berhitung! Jadi sudah berapa tahun tuh? Lima tahun?

Yes, berarti sudah selama lima tahun itu pula aku menyandang status istri - tanpa belaian - yang aku sebenarnya malas mengakui. Daaan, selama itu pula tak sedetik pun aku melihat ujung kuku suamiku ter- emm.. Kejam? Galak? Tidak sopan? Entahlah.

Di saat Naya yang sudah tiga kali ganti pacar, atau Luna dengan deretan gebetannya, atau - ini yang paling bikin iri - Sha yang acap kali datang ke kampus dengan cupang yang beterbaran di lehernya. Dasar pasangan mesum!

Maka, di sinilah aku dengan status paling jelas yang tidak jelas. Istri tapi tak bersuami, atau istri yang ditinggal suami, atau istri yang tidak tahu suaminya? Ah, jangankan kalian, aku pun bingung mendefinisikannya.

Bukannya aku mengharapkan suamiku itu kembali, lalu tiba - tiba datang dan membelai ku. Iyyuh! Aku bergidik ngeri membayangkannya. Bukan begitu. Tapi coba deh bayangkan sendiri!

Oh, masa mudaku yang suram. Masa mudaku yang terbuang sia - sia, tanpa sentuhan drama cinta remaja yang alay. Tembak - tembakan, putus nyambung, labrak - labrakan, perselingkuhan, atau drama yang lebih parah lainnya. Ah, mungkin aku harus bersyukur untuk yang ini.

My Story - Aku Dan Suamiku (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang