21. Dia Marah Lagi

31K 2K 179
                                    

Hari ku terasa menyebalkan hari ini. Beruntungnya dosen masih memberi kami untuk presentasi minggu depan karena dua dari empat anggota kami yaitu aku dan Luna tidak dapat hadir di kelas. Selain itu, kurasa tidak ada yang baik. semua terlihat menyebalkan di mataku.

Ini semua gara - gara suamiku yang suka menuduh itu. Aku masih saja kesal dengan tuduhannya. Aku memintanya untuk menjemputku, tapi tak ada balasan darinya. bahkan dia hanya membaca pesanku saja. Hah! Kekanakan sekali dia!

Akhirnya aku mampir ke rumah Sha. Bermain - main dengan Baby nya yang super lucu itu. Ya, sekarang keluarga mereka tinggal di sebuah rumah. Sejak Sha hamil besar, Kak Oriz sudah memboyong istri dan calon anaknya ke rumah baru mereka. Aku suka rumahnya, minimalis dan terasa hoomey sekali. Sangat bersih tentu saja sesuai dengan karakternya Sha.

Setelah Maghrib, barulah aku pamit pulang. Itu juga karena Sha yang memaksaku. Tidak baik katanya, nanti aku dicari - cari lagi. Kata Sha juga, perbuatan suamiku itu masih cukup wajar. Mungkin dia semacam cemburu atau apa, katanya.

Hah! Tetap saja aku masih malas bertemu dengannya. Pasti dia masih marah padaku. Lagi pula, dia kan bisa bertanya baik - baik. Bukanya langsung menuduhku seperti itu. Apa dia tidak ingat kalau aku masih 'utuh' saat dia menyentuhku?

Dasar menyebalkan!

"Dari mana?" tanya seseorang yang tanpa menoleh, aku tahu milik siapa suara itu.

"Main." jawabku singkat. Aku melewatinya dan langsung meletakkan tasku ke meja belajar.

"Main? dengan Sendi - sendi itu? Istri macam apa yang keluar tanpa pamit suaminya?" kata -katanya pedas sekali. Kurasa, sekarang dia sudah kembali pada sifat aslinya. Sifat manisnya semalam seratus persen hilang.

Apa mungkin dia manis padaku hanya karena menginginkan 'itu'?

Sial sekali!

"Buat apa? Saya sudah minta dijemput, tapi hanya dibaca saja kan? Saya pikir Mas sedang sibuk dan tidak ingin melihat wajah saya, jadi lebih baik saya tidak pulang dulu!"

Rasakan! Siapa suruh pesan ku hanya diread saja. Memangnya tidak kesal apa, pesan diread tapi tidak dibalas?

"Mulai berani ya?! Jadi benar kau main dengan si tupai Sendi itu?"

Aku hampir tertawa, tapi untunglah aku masih bisa menahannya. "Kalau iya kenapa? Kita tidak melakukan apa pun kok. Dia baik, ibunya juga baik sekali." dustaku.

"Mau kemana lagi?!" tangannya mencekalku saat aku mulai beranjak.

"Mandi. Minggir!"

Aku meninggalkannya, mengambil handuk dan memulai ritual mandi malamku.

Aku keluar hanya dengan balutan handuk di dada sampai tengah pahaku. Biarkan saja, toh dia masih suamiku dan sudah pernah melihat tubuh polosku. Jadi, aku tidak perduli dengannya yang masih duduk di tepi ranjang.

Matanya tajam menatapku dari ujung kaki hingga ujung kepala. Sama dengan saat dia menatap Sandi, mengintimidasinya.

Aku masih memilih baju di depan lemari, saat aku mendengarkannya bergerak. Dan ternyata, dia berdiri menghampiriku. "Mau apa?! Jangan mendekat. Saya ini kotor, karena tukang selingkuh!!" sindirku tajam. Entah dia akan mengerti, tersindir, merasa bersalah, atau malah semakin marah padaku.

Kakinya berhenti sesaat. Lalu, melangkah lagi. "Aku juga mau mandi!"

Dia menggeser tubuhku dengan lengan luarnya. Seakan dia tidak mau menyentuhku. Mengambil handuk dan pakaian gantinya, lalu meninggalkanku begitu saja.

Fine!!

Kalau dia mau mendiamkanku lagi, aku bisa membalasnya.

Aku mengambil daster tidurku, aku membelinya saat aku liburan ke Yogyakarta bersama teman - temanku beberapa bulan lalu. Daster longgar warna peach polos dengan potongan asimetris di bawahnya. Panjangnya sopan, panjang terpendeknya bahkan masih menutupi lututku. Hanya saja, potongan dadanya sedikit rendah membuat belahan dadaku yang aku akui memang tergolong besar, terlihat. Aku selalu merasa seksi jika sedang memakai gaun ini. Aku puas dengan bentuknya.

My Story - Aku Dan Suamiku (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang