TWILIGHT : Closer

614 52 2
                                    

Lelah.

Kata itu terdefinisi dengan harmonis dikesempatan ini, tepatnya pada Chani dan Jonghyun yang meributkan mana bola basket yang mirip disekolah.

Aku jengah tentu saja, tidak berminat untuk memilih tongkat baseball untuk Woobin seperti kataku beberapa jam yang lalu. Sial, ini sudah hampir malam dan aku belum bergerak mencari toko buku itu.

Aku menutup buku biologi yang ku baca tadi, lalu menatap Chani dan Jonghyun. "Halo guys, maaf menyela."

"Apa?" aku menarik napas dan memanggul ranselku, "Kau mau kemana?"

"Sebenarnya aku ingin pergi ke sebuah toko buku didaerah sini." Chani mendecak, seperti terlihat terbohongi, begitu pula Jonghyun.

"Dengan embel-embel mencari tongkat baseball?" aku mengangkat tangan, tanda tidak mau berdebat. "Ku tunggu kalian di cafe untuk makan malam nanti."

Aku pun pergi dari toko perlengkapan olahraga tersebut.

Jaraknya sekitar satu kilo meter, aku mendesah lelah, ini sangat panjang.

Tapi tak apa, asal disebelah kanan kiri jalan terdapat beberapa barang terdisplay di etalase, untuk sekadar memanjakan mata istilah kasarnya.

Aku menzoom aplikasi Google Maps diponselku, sebenarnya aku lebih suka memakai ponsel flipku, tapi ponsel jadul itu tidak memiliki aplikasi penunjuk arah.

Mataku memincing, melihat papan nama di seberang jalan, apa mereka serius? Aku mendengus, masa club malam sudah buka sekarang?

Gila. Aku melihat beberapa cowok berandal keluar dari club itu, mungkin mabuk sehingga diusir. Entahlah.

Kling

Aku membuka toko buku yang kucari dan mengatakan pada pemilik buku yang kumaksudkan. "Wah, sudah lama tidak ada yang membeli buku ini."

Aku tersenyum kecil, "Sepertinya iklanmu di internet berhasil."

"Ah begitukah" aku mengangguk dan membayar harga buku itu.

Sial, bulan sudah muncul saja sebelum ku sadari. Aku memasukan tangan berlapis sarung itu kedalam jaket parkaku, malam ini dingin seperti malam biasanya dengan jalanan becek seperti habis diguyur hujan.

Aku tidak ingat kapan hujannya.

Melewati gang sempit untuk mempercepat menuju cafe—tempat janjian dengan Chani dan yang lain—, semoga tidak terlambat.

Aku mendengar ada segerombol cowok tertawa keras diujung gang kecil itu, aku merinding, ini sudah malam, bisa saja mereka melakukan hal jahat. Oh, aku ingat, mereka yang keluar dari club tadi.

Cari aman, lebih baik aku kembali ke persimpangan saja, sebelum mereka mengikuti. Sial, persimpangan ini sepi sekali. Tidak ada orang.

"Hei, kenapa terburu-buru sekali?"

Sial. Sial. Sial. Kenapa mereka mengikutiku?

"Jangan sentuh aku." mereka mulai mendekat, mungkin ada lima atau enam orang. "Hei jangan takut. Kita hanya ingin mengajakmu minum,"

"Lepas."

Tidak. Tidak. Ini buruk sekali, tidak ada ruangku untuk kabur, oh, seseorang menempelkan tangannya dipantatku.     Brengsek. "Whoa seperti squishy milik adikku," ujarnya mesum

"Jangan sentuh aku sialan!" ku coba mendorong tubuh mereka yang semakin mendekat, "Ayolah, tidak usah munafik."

"Disini dingin, ikutlah bersama kami."

TWILIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang