Aku berjalan lelah menuju restoran kecil, tempat biasa Woobin makan. Ia mengajakku makan bersama, saat hampir membuka pintu, suara kejutan Chani terdengar, "Hai Phoenix?".
"Apa?"
Dia tertawa, menyebalkan, "Ah jadi kau sudah jalan dengan Jimin ya? Kau tau, aku tidak suka. Aku tidak suka kau dengannya, jauhi dia, kumohon."
Aku mengerutkan dahi, "Apa maksudmu? Aku jalan dengan siapa saja, jadi itu bukan urusanmu." sumpah, Chani jadi seribu persen menyebalkan! "Tentu itu urusanku! Aku tidak suka kau tau,"
"Kau tidak suka, itu bukan urusanku!" dia mendengus, "Hei, aku suka padamu"
"Dan aku tidak suka padamu. Minggir, ingatlah jika Ayahku adalah kepala polisi. Aku bisa saja melaporkanmu melakukan pencabulan ditempat umum," dia terlihat kecewa, dan aku tidak tega.
"Dengar, kau adalah laki-laki baik, kau pantas mendapatkan orang yang baik juga. Tapi, aku bukan yang baik untukmu, disana ada seseorang yang baik dan dia menunggumu. Kau hanya harus membuka hatimu dan menerimanya."
"Memangnya siapa?" aku hampir menjatuhkan rahangku mendengar dia bertanya seperti itu, dia terlampau tidak peka atau sudah termakan 'cinta'nya? "Dia adalah orang yang sering membantumu, temannya calon pacar temanmu, atau jika dia berhasil mengungkapkannya."
Dia agak bingung, tapi biarlah. Supaya dia paham dan peka, "Bye," aku meninggalkan Chani, dan masuk kedalam restoran. Ayahku sedang makan burger extra keju, "Hai,"
"Oh kau datang?" aku mencomot kentang gorengnya, "Pesanlah!"
"Aku mau burger dengan tambahan bawang, kentang goreng dan soda."
"Wah, makanmu banyak tapi badanmu selalu kurus." aku mendecak, "Selalu begini," Woobin menggumam, "Ibumu menelepon, dia rindu padamu"
Pesananku datang, namun ucapan Woobin lebih menggoda, "Apa?"
"Ibumu ingin kau berkunjung," aku terdiam, "Pergilah, besok hari sab'tu."
"Tapi, aku ingin masih bersamamu" aku memelas, sungguh aku tidak ingin berpisah dengan Woobin, dan Jimin. Dia menyentuh bahuku, "Hanya berkunjung, pergilah"
Aku menunduk, "Akan aku pikirkan," terdiam sesaat, "Bolehkah aku mengajak temanku?"
"Siapa?" aku tersenyum, entahlah, ini ide gila yang tiba-tiba tercetus begitu saja, "Jimin!"
Woobin terdiam, dan aku berpikir jika -mungkin- dia tidak setuju aku pergi dengan Jimin, "Kenapa tidak kau ajak Taehyung? Dia anak baik," bibirku melurus, kenapa Taehyung? "Kenapa Taehyung?"
"Dia anak yang baik." Woobin terlihat seperti memiki ketertarikan pada Taehyung, dan aku agak terkejut. "Sepertinya dia sibuk di sekolah rehabnya,"
"Rehabilitasi?" aku mengangguk, "Apa kau tidak tau?" dia mendengung, "Dia bukan pecandu atau orang gila, Min Yoongi." aku menjilat bibir keringku, "Aku tidak bilang begitu,"
Woobin diam, dan aku semakin menuntutnya "Boleh kan aku pergi dengan Jimin?" dia beralih menatapku dan mendesah pelan, "Pergilah." setelah Woobin bilang begitu aku tidak bisa membayangkan bagaimana ekspresi dari Jinri—Ibuku—saat bertemu Jimin.
Pasti menyenangkan,
Besoknya aku membicarakan hal ini pada Jimin, dia gelisah mendengarnya. "Kenapa? Hanya beberapa hari kok," bujukku.
"Masalahnya aku tidak tau bagaimana Phoenix itu" aku mendengus, ini jam istirahat, aku dan Jimin duduk disatu meja, ingat tentang meja keramat Park bersaudara?
Ya, semenjak kita menjadi kekasih kita selalu duduk disini, seolah sudah ada ukiran nama gaib dimeja sehingga tidak ada yang berani duduk disini.
Ku gigit bagelku, "Jim, Phoenix itu indah."
Ia diam, seolah menimbang. "Taeyeon selalu benar," desahnya. "Jadi?" aku menatap harap padanya, "Tiket tidak bisa dikembalikan 'kan?"
***
Pulang sekolah Jimin tidak bisa mengantarku pulang, katanya ia lapar, dan aku paham apa yang ia butuhkan, katanya agar ia tidak kelaparan saat di Phoenix nanti.
Dan lagi-lagi, aku bertemu Chani, ia berdiri kokoh disamping mobilku "Ku dengar kau akan pergi ke Phoenix?"
"Apa?"
"Kau akan pergi dengan Jimin?" Chani bersedekap, sial, dia menyebalkan lagi seperti kemarin, aku lelah serius. "Berhentilah mengurusi hidupku, jika kau benar-benar menyukaiku harusnya kau tidak seperti ini!"
Dia diam, sakit hati mungkin, terserahlah. "Minggirlah, aku mau pulang"
Ku tinggalkan ia lagi, persis seperti kemarin, aku benci Chani seperti ini, kenapa dia tidak bisa dijadikan teman ideal? Karena dia terlalu terobsesi pada hak milik orang lain.
Ku putuskan saja untuk berunding dengan Hyora, dia yang bertanggung jawab. "Halo Hyora?" terdengar disana seperti menghela napas.
"Halo Yoongi, ada apa?" ku gigit bibirku yang tiba-tiba gatal, "Kau tau, akhir-akhir ini Chani sangat menyebalkan, apa kau tau kenapa?"
"Tidak. Oh, dia begitu karena cintanya ditolak." aku memijit pangkal hidungku, "Apa kau menyudutkanku? Dengar, jika kau suka katakan padanya, dia cukup menganggu hubunganku dengan Jimin itu saja yang ingin ku katakan," langsung saja ku matikan panggilan itu. Kenapa semua teman-temanku jadi menyebalkan seperti ini?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
TWILIGHT
VampireTWILIGHT : -Finish- SAGA NEW MOON : -Uploading- ECLIPSE : -Writing Proses- BREAKING DAWN PART 1 : -Writing Proses- BREAKING DAWN PART 2 : -Writing Proses- ••• Yoongi adalah anak yang pendiam, ia tidak suka menjadi pusat kecangguan. Ibunya baru saja...