TWILIGHT : Truth And Love

485 60 0
                                    

Besoknya aku melihatnya diparkiran, ku beri pandangan datar ketika dia tersenyum padaku.

Aku mengabaikannya, lalu aku berputar arah menuju hutan dekat sekolah.

Aku ingin meluruskan sesuatu padanya, tentang yang ku pelajari semalam, sepertinya aku sudah cukup kuat untuk membombardirnya.

Aku meliriknya, dia mengikutiku. Itu bagus, dia menepati janjinya tentang ingin berada disampingku, menjagaku.

Aku lalu berhenti, ini sudah jauh dari kebisingan, dan kupastikan tidak ada orang selain aku dan Jimin.

Ku jatuhkan ranselku membuat suara berisik ditengah heningnya hutan yang tak terjamah sinar matahari.

"Yoongi, ada apa?" dia bersuara,

"Kau kuat dan cepat," aku berhenti dia berhenti dibelakangku, beberapa meter dari tempatku.

"Tanganmu dingin seperti es, dan kau sering berucap seolah kau berasal dari masa lalu."

Ia diam seolah ia sudah tau apa yang ingin ku sampaikan, "Kau misterius," aku meneguk ludah, keterlaluan kalau aku ketakutan, tapi ini sedang ku alami.

"A-aku tau siapa kau" ku gigit bibirku erat dengan tangan terkepal.

Dia mendekat, "Benarkah?" tanya dingin. "Y-ya."

"Kalau begitu, apa yang kami makan untuk bertahan?" aku gemetaran. "Apa yang kami makan?" ulangnya.

Aku memilih diam, tapi diam tidak membuahkan hasil kan? Ku beranikan bersuara, "Kau tidak akan menyakitiku kan?"

"Apa kau takut?" perlahan aku berbalik dan menatap matanya yang masih cokelat. Kujilat bibi keringku "Tidak."

Ekspresinya susah ditebak, "Lalu sebangsa apa kami?" aku diam merasakan dadaku bergemuruh, aku menunduk ketika melihat dia berjalan cepat, nyaris tidak terlihat.

Tiba-tiba aku merasakan hembusan napas dingin dibelakangku.

"Katakan dengan keras!" intonasinya meningkat, "Katakan!"

Aku menutup mataku, mencoba bernapas stabil. "Vampire." ucapku.

"Apa kau takut?" ia mengulang pertanyaan tadi.

Kubalikan tubuhku dan mendapati Jimin berada didepanku dengan jarak yang sangat dekat. "Tidak."

Dia menyeringai, "Kau harus lihat ini"

Ia menarik tanganku keras, "Kemana kau membawaku?" dia berjalan cepat tanpa mengindahkan jika aku susah mengikuti langkah cepat dan besarnya. "Jimin?"

"Ke puncak bukit, keluar dari gelapnya hutan!"

Ia berucap keras seraya menerbangkan tubuhku ke punggungnya. Dia berlari dengan cepat dan keseimbangannya sangat bagus.

Aku berdetak keras melihatnya dari samping, sial, disaat gawat seperti ini aku malah merona. Dammit.

Dia lalu berhenti dibebatuan besar yang tersiram cahaya matahari, dia berjalan keatas batu besar tersebut, aku tetap ditempatku dan setia memandang punggung tegapnya.

Gerakan tubuhnya seperti melepas kancing bajunya, aku sedikit ngeri, apa dia akan mem— oke hentikan. "Kenapa kau begitu terobsesi pada makhluk sepertiku Yoongi?"

Dia berbalik, aku melihat dada dan perut sempurnanya terbuka dan tertimpa cahaya matahari. Sebagian tubuhnya yang terkena sinar menjadi membias dan berkilau seperti berlian.

"Inilah alasan kami selalu menghindar ketika cuaca sedang cerah. Orang akan berpikiran tentang kami."

Aku terpesona melihat kulitnya, "Kau cantik." tidak sadar memujinya.

Dia menyeringai dan turun dari batu, "Cantik? Ini kulit seorang pembunuh Yoongi." sarkasnya.

"Saat umurku 17 tahun, sebuah wabah menjangkiti penduduk dunia dan aku divonis mengidapnya. Itu adalah penyakit paling mematikan saat itu, kau akan merasakan bagaimana rasanya diantara hidup dan mati dengan kondisi yang mengerikan," dia bercerita.

Aku merinding mendengarnya bercerita. "Aku anak kelima dari 7 bersaudara, dan Ibuku benar-benar menyerah dengan keadaanku," setetes kesedihan tersirat dimatanya.

"Aku pun mulai menyerah dengan keadaanku, tapi Tuhan punya rencana lain." dia tertawa kecil, "Saat itu aku bertemu dengan Chanyeol, dia bekerja sebagai dokter dan dia tidak tega melihatku dalam pesakitan. Dia membantuku menghilangkan sakitku, dengan mengubahku menjadi seperti dirinya." rautnya berubah serius, aku tidak berkutik selain mendengar kisahnya.

"Racunnya sangat menyiksa, tubuhku serasa terbakar dimenit-menit awal. Kejang-kejang dengan oksigen yang tipis." dia beranjak dan duduk didahan sebuah pohon.

"Aku yang pertama diubahnya, kemudian dia memalsukan kematianku kepada keluargaku dan dia mengangkatku menjadi anak angkatnya." dia berhenti sejenak merasakan memori yang mengelupas dia ingatannya.

"2 tahun kemudian dia melakukan hal itu kepada istrinya, Yongyoo, yang menderita dalam pesakitan. Aku masih bisa merasakan teriakan Ibu angkatku, begitu sengsara dan menyedihkan." matanya tertutup.

"Dan akhirnya Yongyoo menjadi sepertiku dan Chanyeol. Setelah itu kami berpindah tempat untuk menyamarkan identitas fisik yang tidak pernah menua."

"Berpuluh-puluh tahun pindah kesana kemari, dari negara ke negara lain. Aku merasakan jika semua monoton," aku menatapnya, "Lalu bagaimana dengan Jungkook, Taeyeon dan yang lain?"

Dia mendesah pelan, "Klasik. Kita bertemu diperjalanan ketika hidup nomaden, dan Chanyeol merekrut mereka menjadi anggota keluarga."

Dia menahan napas, walau aku tidak yakin jika ia bernapas. "Keluarga ... saat aku sadar jika aku bukan lagi manusia, aku begitu terpukul, dan aku tidak bisa mengendalikan gairah liarku untuk membunuh."

Aku mendongakkan kepalaku memandangnya diatas dahan, "Dan aku tidak tahan ingin membunuhmu, Yoongi." dia mencondongkan tubuhnya. Entah kenapa aku tidak merasakan takut mati, tapi aku merasakan ketakutan yang lain.

"Kau tidak akan melakukan itu," dia mendengus, "Kenapa kau yakin?"

"Karena aku ditakdirkan bersamamu," ucapku ngelantur. "Tapi, aku ingin membunuhmu, aku haus akan darahmu." dia menjilat bibirnya sendiri dan aku mundur ketakutan.

"Auraku, gerak-gerikku bahkan aromaku sudah membuatmu terpenjara Yoongi" dia memeluk dirinya, belum ada niatan untuk turun. "Tapi, kau berbeda dari manusia kebanyakan. Aromamu adalah candu untukku, seperti heroin yang dispesialkan untukku."

Dia turun dari dahan dan berjalan menuju ke sebuah celah batu, "Tapi, kami berbeda dari vampire lain. Keluargaku hanya meminum darah binatang," dia menatapku dan mengungkungku. "Aku sudah membunuh ratusan jiwa dalam hidupku, masihkah kau menerimaku?"

Aku meneguk ludah, aku tidak bisa berpikir jernih dikungkung dalam jarak dekat. "Aku bisa melakukannya sekarang, disini." dia menunjukan gigi bertaringnya, cukup membuatku syok.

"Kau membuatku takut." aku berucap pelan.

Perlahan gigi taringnya menghilang tertutup labium merah tebal. Dia melepas kungkungannya canggung sekali, seolah dia tidak berniat membuatku takut.

Aku segera memerangkapnya, biarpun aku lebih lemah darinya, tapi aku masih memiliki kekuatan. "Kau membuatku takut tentang kehilanganmu dari jangkauanku"

Dia kembali tertawa, seperti ringikan singa yang kesakitan, "Jadi ini akhirnya? Singa yang menderita jatuh cinta pada domba buruannya."

"Domba yang bodoh dan dungu," sambungku. "Dan singa yang menderita dalam kesepian selama beratus-ratus tahun!"

Dan setelah itu, ia membawaku ke tempat dimana tidak bisa dipercaya dalam akal manusia. Ia membuatku bahagia, dan poin pentingnya ... Kita saling mencintai.

Domba bodoh yang mencintai Singa sengsara yang kesepian.



***

TWILIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang