TWILIGHT : Menyerah Dan Pilihan

460 39 0
                                    

Ku buka pelan pintu sekolah tari ini, sepi dan gelap. Sebelum menginjak lebih jauh ku rogoh saku jaketku, terdapat semprotan merica pemberian Ayahku. Masih terdengar cairannya, aku menghirup udara.

Jadi, ku beranikan saja kakiku yang lemas ini masuk lebih dalam. Bersih dengan sedikit perubahan, intinya masih agak mirip seperti dulu. Perlahan ku berjalan, bersiaga jika tiba-tiba ada hal mencurigakan, siapa tahu.

"Yoongi! Yoongi! Kau dimana, Yoongi?"

Aku mendengar suara Ibuku, dia seperti mencariku. "Ibu!" aku segera berlari mencari sumber suara, semakin dekat dan jelas. Dan aku agak merasa deja vu mendengar suara Ibuku seperti ini.

"Ibu?"

"Yoongi kau dimana?"

Aku menebak suaranya berasal dari ruang ganti laki-laki, segera ku buka gordennya tergesa, "Ibu!"

"Ah disitu rupanya kau."

"Ibu, aku tidak mau menari. Kakiku sakit."

Napasku berderu, ini jebakan. Sial. Itu hanyalah cuplikan videoku saat kecil dulu, sial, sial, sial. Bodoh. Aku bodoh. "Jimin...?" lirihku tiba-tiba. "Apa yang—"

"Aku suka bagian tadi."

Aku menahan napas dan berbalik segera, "Kris?" ku lihat pria didepanku. Berseringai santai dengan tangan memegang handy cam Ibuku. "Kau tidak keberatan jika aku meminjam ini 'kan? Min Yoongi!"

Aku melengos dan semakin merapat ke cermin besar dibelakangku, posisiku seperti tikus yang terjepit, sungguh. Wajah setannya ada dimana-mana, terpantul dengan jelas di cermin.

"Hm? Bagaimana kalau kita mengambil gambar sekarang? Baiklah, satu dua tiga dan beraksi!" lafalnya bak sutradara handal. Aku memilih diam, ketika dia mulai merekam, "Ayolah, Min Yoongi."

Ia merayuku, "Beraksilah." perlahan aku menatapnya melalui handy cam, "Kenapa kau lakukan ini?"

Dia tertawa kecil, "Aku hanya ingin bermain-main, beraksilah sebelum aku mencicipi dirimu." aku menekan rahangku keras dan menatapnya sengit. "Oh lucunya ekspresi itu."

Perlahan aku merogoh semprotan mericaku, "Ayo beraksi lebih ganas lagi, dan akan ku berikan pada Jimin suatu saat."

"Dalam mimpimu, sialan!" segera ku semprotkan cairan merica itu ke matanya dan segera berlari menjauh, walau aku tau aku kalah cepat. "Damn." ia mengumpat.

Aku tidak peduli lagi, aku harus keluar dari tempat ini. "Kau tidak akan bisa lari dariku." aku terjatuh dan menabraknya. "Menjauh dariku!"

Aku merangkak menjauh, namun dia mengangkat tubuhku dan melemparkan diriku kedinding. "Ahk—" ringisku ketika bagian belakang kepalaku terbentur keras.

Dia kembali berjalan mendekatiku, aku meringis sembari memegang kepalaku, sakit sekali sungguh. "Jangan dekati aku!" ucapku.

Namun dia semakin mendekatiku sembari menyeringai, "Kumohon."

"Kau sangat sialan, kau tahu." dia berucap sambil tetap merekam. "Jangan dekat!"

Kupikir dia muak ketika dia mengakat kakinya tinggi-tinggi, aku sudah pusing dan tak bisa bergerak. Dalam sepersekian detik aku merasakan ujung sepatunya berada diperutku, dia menendangku hingga aku terpental membentur kaca besar hingga pecah.

"ARGHHH...!!" aku berteriak keras sekali, punggung, kepala dan kakiku sakit dan nyeri.

"A-Argh ssh...," aku merasa perih ketika paha kananku tertusuk pecahan kaca, cukup dalam untuk membuat jeansku robek terkoyak.

TWILIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang