Prolog

7.2K 651 40
                                    

"Sayang, sini main ke rumah Tante,"
"Laura, sama Tante aja, Tante banyak boneka,"
"Jangan mau sama dia Laura, sini sama Tante aja. Kita masak cookies bareng!"

Semua perempuan dari umur tiga puluhan ke atas berkumpul di satu rumah yang menurut mereka sangat menarik.

Terdapat seorang pria paruh baya dan anak gadisnya yang tinggal di sana. Hal itu yang membuat semua wanita di sana berbondong untuk pergi menarik perhatian pria paruh baya yang tinggal di sana.

Sedangkan putrinya? Di jadikan alat oleh mereka untuk mendapatkan simpati ayahnya.

Alasan mengapa mereka sangat menginginkan simpati pria paruh baya itu adalah, ketampanan pria itu yang berada di atas standard wajah normal lainnya.

Selain tampan, pria paruh baya itu juga memiliki banyak harta benda yang berharga.

Salah satunya putrinya. Dia tipikal pria yang sangat menyayangi anak satu-satunya. Apalagi istrinya sudah lama meninggal karena kecelakaan pesawat yang dialaminya.

Membuatnya semakin banyak menaruh perhatian pada anak gadis satu-satunya itu.

"Pa! Gimana dong, itu Tante-Tante heboh amat." Ucap Laura–sapaan dari anak perempuan yang sedari tadi di teriaki oleh wanita-wanita sekitar komplek.

"Ya mana Papa tau. Emang kamu mau Papa keluar terus nenangin mereka?" tanya Andrico–ayah dari Laura–dengan satu alisnya yang naik ke atas.

"Gak usah centil deh!" Laura bersungut-sungut saat melihat ayahnya sangat tenang dengan koran yang berada digenggamannya.

"Jadi koran lebih penting dari aku nih?!" tanya Laura sebal pada Andrico. Sebab diabaikan beberapa saat lalu.

"Papa baca koran doang kamu marah-marah ya ampun Laura! Lama-lama Papa tua ngadepin kamu!" Andrico akhirnya menyerah pada anak gadis satu-satunya ini.

"Emang udah tua deh." Ucap Laura sambil memeletkan lidahnya pada Andrico.

"Kalau udah tua, kan butuh pendamping hidup. Papa mau cari satu di depan ah. Sekali kedip langsung nikah nih Papa!" Andrico sepertinya sangat tahu cara mengerjai anak gadisnya ini.

"Melangkah sekali lagi, atau anda kehilangan ketampanan anda!" Laura sudah siap dengan piring kecil bekas kopi Andrico.

Mereka berdua memang seperti kakak beradik yang tengah terlibat masalah keluarga.

Memang Andrico dan Laura tidak memiliki batasan sebagai orang tua dan anak. Namun mereka tetap tahu batasan kesopanan dan menjunjung tinggi kehormatan dalam keluarga.

"Kamu lempar, Papa tiba-tiba miskin. Salah kamu ya!" ancam Andrico sudah dengan ancang-ancang menghindar.

"Ya jangan dong! Nanti aku beli album suami aku gimana?" tanya Laura mulai melunak. Namun tetap dengan piring yang siap melayang ke wajah ayahnya.

"Ah. Isinya cuma cowo joget-joget yang gantengnya ga seberapa aja. Mending kamu liat Papa aja tiap hari. Bisa di peluk, di cium pula!" Laura mencibir Andrico saat sedang berbicara.

Laura merupakan tipikal perempuan dengan tingkat fanatiknya pada salah satu boy group terkenal di negeri gingseng korea.

"Kalo gitu, sipitin aja mata Papa! Ntar aku ga bakal beli album lagi." Ucap Alana semangat. Sedangkan Andrico menggeleng-gelengkan kepalanya tak setuju.

"Kalau Papa makin ganteng gimana? Ga janda komplek lagi yang suka sama Papa. Ntar merambat jadi temen kamu juga suka sama Papa..." ucap Andrico sambil tersenyum bangga.

"PAPA IH!" Laura menyerah dan memilih untuk pergi ke depan. Meladeni perempuan-perempuan yang sangat menggilai ayahnya.

'Ini mah, gue udah sama aja kaya koor artis gitu. Jadi perantara sama peredam massa kalo mau meledak karena idolnya lewat! Di gaji mah gapapa. Ini suka rela pula! Sebel..'

My Handsome PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang