Laura's Pov
Pagi ini gue udah siap sekolah, karena emang udah lama banget sekolah gue tinggal. Enak kalo gue pinter, bisa ngikutin yang ketinggalan. Lah ini, menang muka doang lu Laura. Pinter juga kaga. Heran.
Karena kaki gue di gips, jadinya gue pake tongkat deh. Susah serius, tapi ga mungkin gue ga sekolah.
'Tak tak tak'
Gue jalan satu-satu. Fyi aja, gue merangkak kalo naik tangga plus turun tangga. Nyiksa abis. Yaudahlah, udah takdir. Laura ikhlas Ya Tuhan, asal si cabe-cabean di patahin juga kakinya.
"Mau Papa gendong gak?" sumpah telat banget ngasi tumpangannya. Pen gue sembur, tapi bapak sendiri.
"Kenapa ga dari tadi?!" gue rada kesel gitu kan, terus dia senyum doang. Emang gue gila nurun dari dia, fix.
"Dih, kamu kira kamu bayi? Papa gendong dari lantai dua? Jalan sendiri!" sumpah gue sabar banget ngeliat dia nawarin sendiri, sewot sendiri.
"Serah!" gue cuma ngomong gitu, terus Papa malah monyong-monyongin bibirnya.
"Papa kira, Papa oke monyong-monyong gitu?!" FIX GUE GEDEG AMA BAPAK SENDIRI. Tolong kayanya gue mendadak punya tensi.
"Kalo gak oke, mana ada sebutan duda keren se komplek." Dih, malah bangga banget ini orang. Sumpah muka Papa sekarang songong banget kaya abis menang piala emas.
"Terus bangga?" tanya gue, masih sibuk dengan tongkat–kalo di aku namanya krek–dikanan kiri tangan gue.
"Bangga lah, Papa kedip aja punya mama baru kamu, Ra." Gue langsung sewot mendadak.
"Iyuh, ga sudi." Papa ketawa pelan, karena gue sewot mendadak denger mama baru. Iya, gue masih ga terima kalo Mama gue di ganti sama yang lain. Egois emang gue. Bodo amat.
'Brakk'
Gue banting pintu mobil Papa dengan keras. Ngode ke Papa kalo gue ini murka.
Setelah itu, gue ngidupin musik di hp gue, sambil dengerin pake earpod. Karena emang gue males ngomong sama Papa. Iya, gue masi baper Papa bilang begitu.
"Sorry deh, Papa becanda doang. Gak serius. Yakali Papa suka sama ibu-ibu udah punya suami!" akhirnya dia buka suara juga. Setelah sekian lama kita diam.
"Siapa tau mau jadi simpenan tante-tante!" gue ngomong gitu, dia langsung batuk.
JANGAN-JANGAN PAPA BENERAN SIMPENAN TANTE-TANTE?!
"PAPA BENERAN SIMPENAN TANTE-TANTE?" gue refleks teriak kaya gitu. Dia makin melotot.
"Heh, asumsi dari mana bilangin Papa begitu?" tanya dia sambil geleng-geleng.
"Itu tadi Papa batuk, biasanya kalo ketahuan boong langsung begitu." Papa cuma bisa geleng-geleng kepalanya.
"Buat apa jadi simpenan tante-tante kalo Papa bisa nyimpen daun muda?" Papa langsung ngakak denger ucapan dia sendiri. Sumpah dia beneran gila. Gue ga nyangka punya Papa warasnya dipertanyakan.
"Ngapain ketawa? Gaada yang lucu kali." Gue natap dia sinis banget. Dia masi ketawa. Kesel ga si, orang lagi serius malah dibecandain? Emang gue sebecanda ini ya di mata orang?
"Ya sorry, udah sana turun. Papa cuma bercanda. Gak ada yang serius. Lagi pula mau nyimpen dimana kalo Papa di ikutin kamu dua puluh empat jam sama kamu?" tanya Papa ke gue yang langsung nyengir karena emang gue selalu ngikutin dia ke kantor dan kemanapun dia pergi.
Iya gue takut dia di gondol cabe-cabean. Makanya gue posesif.
***
Author's pov
Laura berjalan pelan dikoridor sekolahnya. Dilapangan ia melihat Pangeran yang sedang tertawa bebas bersama seorang wanita yang Laura yakin adalah pacar barunya.
'degg'
Pangeran menatapnya namun langsung membuang mukanya. Laura yang tadinya mau memarahi Pangeran langsung mengurungkan niatnya. Pangerannya berubah.
Tunggu. Pangerannya?
Laura menggelengkan kepalanya, mengenyahkan pikiran-pikiran yang membingungkan.
'Kring kring kring'
Bel pertanda masuk pun bunyi, Laura baru saja sampai di kelas hanya menghembuskan napasnya pelan.
Rata-rata temannya hanya menatapnya saja tanpa ingin membantu ataupun bertanya bagaimana kabarnya.
Beginikah sakitnya tidak mempunyai teman satupun orang? Laura menatan tangisnya sambil berjalan ke tempat duduknya.
"Lo gapapa, Ra?" tanya teman Laura, Isya. Hanya Isya yang bisa menjadi teman baik Laura saat ini. Walaupun tak begitu dekat.
"Gapapa, Sya. Gue cape aja pake tongkat." Lain di hati, lain juga yang di ucapkan Laura.
"Mau gue bawain catetan yang kemaren? Besok ingetin gue ya kalo mau." Isya tersenyum tipis. Laura menatapnya dalam.
Tumben sekali ada orang yang menawarkannya bantuan sebelum ia memintanya sendiri.
"Serius gak papa?" tanya Laura. Isya hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. Dan pelajaran mereka pun berlangsung dengan khitmat.
***
'Kringggg'
Istirahat pun berlangsung. Laura yang tak bisa berjalan mau tak mau hanya menatap kosong kelasnya.
Dia tak membawa bekal apapun, kalau nekat ke kantin. Bisa-bisa ia menjadi tontonan dan sampai ke kantin sudah bel masuk.
Laura memutuskan untuk menunggu istirahat kedua saja. Namun sialnya, dia harus ke toilet saat ini.
Untung saja ada ketua kelas di dalam kelas yang baru masuk.
"Pandu, gue ke toilet ya. Kalau kelamaan tolong bilang ke guru." Pandu–si ketua kelas–hanya mengangguk dan meninggalkan Laura.
Laura langsung beranjak pelan ke toilet yang untungnya tidak terlalu jauh dari kelasnya. Sesampainya di toilet, dia mendengar suara Isya dan temannya yang lain.
"Kok lo mau si senyum sama si Laura?" tanya salah satu teman Isya yang Laura tak kenali siapa orang itu.
"Laura baik kok, lo aja yang terlalu mandang Laura tinggi banget." Ucap Isya pada temannya.
"Tinggi gimana, orang dia maunya main sama pentolan model Pangeran aja kok." Ucap teman Isya lagi. Laura diam saja. Tak ingin beranjak.
"Gak gitu, dia mau temanan sama kita. Tapi kadang di antara kita manfaatin kedekatan dia sama Pangeran aja. Kasian tau." Laura tersenyum mendengar ucapan Isya. Isya ternyata baik.
"Ya iya lah, kasian. Pangeran sekarang sibuk sama primadona barunya. Dibuang dah itu, si Laura." Ucap temannya sambil tertawa.
"Jaga omongan lo ya," Isya seperti mengingatkan temannya itu.
"Sorry, tapi kayanya fakta. Gue liat tadi Laura sendirian aja di kelas. Biasanya kan heboh sama si Pangeran. Ilang pamor kali dia."
'Brakk'
Laura menggebrak pintu toilet. Tiga orang yang sedang menghadap kaca toilet kaget. Isya dan temannya terlihat kaget.
"Gak usah ngomongin gue jelek, kalau gak berani ngomong di depan gue." Teriak Laura keras. Isya kaget melihat Laura murka.
Laura berjalan pelan menuju kamar mandi. Menghiraukan semua orang yang kaget melihatnya datang.
Setelah selesai dengan urusannya di toilet, Laura masih melihat mereka semua mematung menunggunya.
"Apalagi?"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
My Handsome Papa
HumorBerkisah tentang seorang gadis yang selalu di kejar dengan semua perempuan yang menyukai Papanya. Memiliki keluarga yang sedikit berantakan, namun tak membuatnya menjadi kesepian. Justru semakin ramai karena perubahan yang terjadi karena Papanya. ...