enam : [hari terindah yang pernah ada]

2.5K 302 21
                                    

Laura meringis kesakitan. Revan langsung membantunya berdiri dengan mengangkat tubuh Laura yang tidak seberapa berat itu.

Setelah itu, mereka berdua melihat siapa yang menabrak Laura dengan sesama. Terlihat seorang gadis yang memiliki paras wajah tegas namun menawan.

Revan melihatnya dengan sinis, beda dengan Laura yang menatapnya kagum. Laura seperti melihat role modelnya. Sangat misterius dan glamor. Walaupun Laura lebih memiliki gaya manis dan lembut.

"Jadi, setelah putus sama gue, lo deketin bocah ingusan? Rendah banget selera lo..." Ucap perempuan itu dengan pedas. Revan tetap diam tak menghiraukan ucapan gadis tersebut. Hanya menatapnya dalam.

Malah Laura yang merasa direndahkan di sini. Namun dia berusaha sabar karena Revan yang berada di sebelahnya.

Ternyata selera Kak Revan ga tinggi-tinggi banget. Malah menjurus ke bawah dan menjorok ke dalam. Begitu pikir Laura dalam hati.

"Kak... Walaupun aku itu muda, setidaknya aku tau tata krama untuk engga ngehina orang tepat di depan mata. Walaupun dia lebih muda." Ucap Laura dalam. Revan menatap Laura kaget, tak percaya bahwa gadis lugu nan urakan ini bisa berkata sebegitu beraninya.

Perempuan dengan lipstick tebal itu menatap Laura makin tak suka. Namun, tetap juga tidak membalas ucapan Laura.

"Setidaknya Kakak mau minta maaf, karena jelas Kakak tadi salah. Tapi gak apa. Aku ga perlu minta maaf orang yang ga tau tata krama. Sama aja kaya beli tester make up padahal ada make up yang baru. Ga worth it. Ngerti kan? Jadi permisi ya. Kakak ngebuang waktu kita berdua," Laura berucap panjang lebar untuk perempuan itu. Revan pun tersenyum karena ucapan Laura yang membuat perempuan ular itu terdiam.

Tak lupa, ia juga berlalu meninggalkan perempuan itu bersama Laura yang menarik tangannya lembut. Tidak ada bahasa tubuhnya yang menandakan bahwa dia marah ataupun kesal.

***

Laura pov

"Setidaknya Kakak mau minta maaf, karena jelas Kakak tadi salah. Tapi gak apa. Aku ga perlu minta maaf orang yang ga tau tata krama. Sama aja kaya beli tester make up padahal ada make up yang baru. Ga worth it. Ngerti kan? Jadi permisi ya. Kakak ngebuang waktu kita berdua," gue ngomong aja tu langsung ke muka si nenek lampir.

Makan tu cabe, pedes kan ucapan bocah tengil. Berani si lo ngelawan, gatau aja gue suka ngumpul sama emak-emak.

Berguna juga kadang ngegosip bareng ibu-ibu ya, biar ngehina orang lebih bermartabat gitu. Ga pake asal nyerocos kaya si cabe. Heran.

Salah apa coba Laura cantik di sebelah Kak Revan ganteng? Kalo dia ga terima, kenapa bisa jadi mantan. Tapi dengan ini, gue terlihat lebih keren di mata Kak Revan.

Makasih ya cabe, doi jadi terkesan sama barbie. Hehe.

Yaudah gue sama Kak Revan langsung balik ke kantor Papa. Tadinya gue nyerocos mulu ga diem, tapi kali ini gue diem-diem kalem aja.

"Ra..." Kak Revan manggil gue pelan.

"Kenapa Kak?" tanya gue kalem-kalem gitu. Dia hanya senyum sambil menggeleng.

Pengen gue sleding, tapi ganteng. Kan sayang  bisa dia dipacarin. Akhirnya sampailah kita di kantor Papa, gue mau nyelonong masuk aja karena emang ga ada yang harus gue omongin ke Kak Revan.

"Eh Ra..." Kak Revan langsung megang tangan gue. Dag dig dug ser langsung hati gue kaya pas penerimaan rapot.

Gue noleh ke Kak Revan, doi malah senyum bae. Ini dia mau ngomong ke gue apa ngetes senyumnya manis ada apa kaga ni. Kesel.

"Senyum Kakak udah manis kok. Gausah di pamerin. Nanti gula bisa iri." Gue nyerocos bae ga pake rem. Bodo amat dikira gatau malu, abisan gemas!

"Eh ga gitu..." Kata Kak Revan sambil menggaruk tengkuknya malu.

"Sering-sering ke sini ya, Kakak seneng kalo jalan sama kamu."

BUSET! INI PIPI GUE MERAH TOLONG. Gue diem aja kaget karena doi ngegas.

Kalo orang pemalu ngegas ganas juga ya. Ampe kicep akutu.

"Heh ini apaan pegang-pegang di depan ruangan!" Papa bener-bener menghancurkan momen-momen bahagia gue.

Kak Revan langsung ngelepasin tangan gue, terus nunduk malu gitu ke gap sama calon mertua. Hihi.

"Berisik kamu Bambang!" gue kasi tatapan mematikan dulu ke Papa. Papa cuma bisa melotot doang. Abis itu ngikutin gue yang udah masuk keruangannya deluan.

Dia ga masuk dulu sih, soalnya ngobrol dulu sama calon mantu.

***

Author pov

Andrico berdiri tepat di depan Revan yang masih setia berdiri. Tatapannya dingin tak seperti biasanya Revan lihat. Andrico terlihat menyeramkan.

Revan mengutuki dirinya sendiri yang ceroboh memegang tangan Laura di depan ruangan ayahnya pula. Tapi, Revan senang melihat wajah Laura yang tadi memerah akibat ucapannya.

"Kenapa kamu senyam-senyum? Ada yang lucu?" tanya Andrico pada Revan yang tersenyum sendiri.

"Anak Bapak, lucu Pak." Celetuk Revan pelan, Andrico masih bisa mendengarkannya hanya dapat membulatkan matanya.

Bisa-bisanya Revan menjadi tidak pemalu dan blak-blakan seperti Laura anaknya.

"Kamu diapain sama anak saya?" tanya Andrico khawatir. Revan hanya menggeleng.

"Emang anak Bapak ngapain saya?" tanya Revan balik. Bingung. Seharusnya Andrico marah karena kejadian tadi. Namun sekarang ia malah mengkhawatirkan Revan.

"Siapa tau, diapain gitu. Diakan ganas..." Andrico terkekeh geli. Revan tetap menatapnya bingung.

"Saya cuma mau kasih pesan, kalau kamu beneran bisa jaga dia, kamu boleh deketin. Kalo hanya bisa nyakitin doang, saya ngebesarin dia bukan untuk di
sakitin sama bajingan." Ucap Andrico yang mampu menampar Revan telak.

"Saya, ga janji Pak..."

****

OKE MAAP INI GARING

My Handsome PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang