Empat : [rencana terselubung]

3.5K 433 19
                                    

Pada hari yang ceria dan indah, Laura mengawali harinya dengan senyuman manis yang bertengger di bibir ranumnya.

Laura yang biasanya tidak berani memakai bedak maupun parfum untuk pergi sekolah, mulai berani untuk memakai semua benda yang di larang ayahnya.

Andrico yang melihat itu, langsung membulatkan matanya. Mengapa anaknya berdandan layaknya tante-tante yang sering sekali menggodanya.

Bibir merah, anting-anting besar, kaus kaki panjang warna-warni, tak lupa dengan rambut ikal yang panjang. Bahkan Laura mewarnai rambutnya menjadi warna coklat terang.

"Heh! Kamu mau sekolah apa mau jadi cabe-cabean?!" Andrico mulai menunjukkan ekspresi tak senangnya. Laura hanya melengos pergi tak memperdulikan Andrico.

"LAURA!" teriak Andrico saat melihat Laura pergi bersama teman lelakinya.

"Rasain!" ucap Laura dalam hati. Melihat ayahnya kelabakan melihat dirinya pergi bersama temannya.

"Laura! Kamu pergi sekolah sama siapa?" teriak Andrico keras. Bingung, siapa gerangan yang akan mengantarkan anak sematawayangnya ini kesekolahan.

Andrico berlari mengejar Laura yang sekarang sudah tepat di samping seorang pengendara motor yang berpakaian sama anehnya dengan Laura.

Dan gawatnya, dia adalah laki-laki. Andrico paling benci saat Laura berdekatan dengan spesiesnya. Apalagi, Andrico tidak mengenali siapa lelaki itu sebenarnya.

"LAURA JANGAN PERGI SAMA DIA!" teriak Andrico histeris karena melihat Laura memeluk laki-laki yang tak ia lihat pasti wajahnya.

"Rasain si papa..." ucap Laura dalam hati merasa seperti menang.

Andrico berlari mengejar Laura yang sudah melaju pergi dengan teman laki-lakinya. Dan dengan cepat Andrico mengendarai mobil kesayangannya untuk mengejar putrinya.

Sesampainya di sekolah, Andrico tidak mengecek bahwa parkiran dan isi di dalam sekolah itu kosong. Dia hanya berpikir bahwa anaknya berada di dalam sekolah.

Padahal, sedari tadi Laura berada di rumah. Ia hanya mengitari komplek diperumahannya bersama Pak Ujang—salah satu ojek langganan Laura ketika kepepet.

"Makasih ya, Pak. Udah ngajakin Laura keliling-keliling. Mana dandanan Pak Ujang udah kaya anak SMA lagi. Ini mah kalo istri ngeliat, bisa jatuh cinta untuk kedua kalinya gitu." Oceh Laura sembari tersenyum-senyum lucu. Mengingat Andrico pasti pergi menuju sekolahnya dengan menggunakan piama dan juga kaos biasa.

"Ah si eneng bisa aja!" Pak Ujang tersenyum malu-malu. Lalu akhirnya dia memutuskan untuk kembali memutari komplek demi mencari pelanggan setianya.

***

Andrico mencari Laura dikelasnya, namun Laura tak berhasil ditemukannya. Dan Andrico mulai merasa cemas dengan keadaan Laura.

'Brukk'

Karena tak fokus dengan jalan, Andrico malah menabrakan dirinya dengan seorang guru yang kebetulan berjaga-jaga di sekolah.

"Aduh! Maaf, Bu. Saya gak sengaja." Ucap Andrico sembari mendirikan guru tersebut.

Dan terlihatlah, seorang guru cantik dengan parasnya yang lembut berhasil membuat Andrico terkagum-kagum.

"Bapak ada apa ya kemari?" tanya guru tersebut langsung saat melihat kondisi Andrico baik-baik saja.

"Saya mau nyari anak saya, Laura. Ibu kenal?" tanya Andrico dengan tatapan yang sudah teralihkan dari pesona sang guru.

"Ya kenal, Pak. Siapa guru yang ga kenal sama Laura?" Seloroh Bu Guru pada Ayah Laura.

"Tapi inikan hari libur, Pak. Gak bakalan ada satu murid yang datang ke sini." Lanjut Bu Guru dengan tatapan jenaka.

Andrico merasa harga dirinya turun dengan drastisnya. Dia lupa bahwa hari ini adalah hari libur nasional. Tapi tidak dengan kantornya yang masih beroperasi walaupun hanya setengah hari saja.

"Dasar Laura..." guman Andrico kesal. Dia sadar bahwa sedaritadi Laura mengerjainya.

"Saya baru inget, itu anak usilnya minta ampun. Jadi saya permisi dulu ya Bu. Kalo di tinggal lama, kasian tetangga sama ulahnya Laura," curhat Andrico pada Bu Guru. Dan Bu Guru hanya mengangguk paham.

"Hati-hati pak."

***

'Brakk'

Andrico membuka pintu dengan tatapan kesal dan malu. Sedangkan Laura malah duduk dengan santainya sambil memakai masker buah kesukaannya.

"Papa ngapa?" tanyanya dengan tampang tak berdosa.

"Au ah," Andrico lalu melengos menuju kamarnya.

Laura cekikikan sendiri melihat ekspresi kesal ayahnya itu. Lalu mereka berdua disibukkan dengan aktifitas masing-masing.

Laura yang sedang merawat kulitnya, dan Andrico yang sedang bersiap-siap pergi kerja.

"PAPA! LAURA IKUT KE KANTOR YA!" teriak Laura dari ruang tamu.

"Iya," balas ayahnya singkat. Lalu Laura segera membersihkan dirinya dan bersiap-siap.

***

"Laura, kamu udah siap belum, Nak?" tanya Andrico pada Laura yang tak kelihatan batang hidungnya sedari tadi.

"Tunggu," teriak Laura dari dalam kamarnya.

Tak sampai beberapa lama, Laura akhirnya keluar dengan setelan simpel yang dia kenakan. Andrico langsung merasa bahwa selera ibunya menuruni anak perempuannya.

Sesaat setelah itu, Andrico mulai merasakan kerinduan yang teramat pada istrinya. Dan juga, merasa bahwa Laura tumbuh dengan begitu cepat.

"Papa kenapa?" tanya Laura aneh melihat Andrico menangis tanpa sebab.

"Papa baru sadar kalau—" ucapan Andrico terhenti karena cerocosan Laura yang memotongnya.

"Kalau aku cantik? Yaampun Pa, semua orang tau aku cantik. Tapi gausah sampe nangis juga dong, kan jadi bangga!" oceh Laura ngelantur.

"Yaudah ayo cepat kita pergi!" ucap Andrico kesal karena ocehan Laura.

Entah sikap siapa yang diikuti anak semata wayangnya itu. Meskipun demikian, sebobrok-bobroknya putri kecilnya itu, Andrico tetap menyayanginya dengan sepenuh hati.

Karena Laura ada, Andrico berubah dengan cepat. Dan karena Laura lah, Andrico memiliki alasan untuk tetap hidup dengan selamat.

***

My Handsome PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang