Ulang tahun Dion semakin dekat, Ara bisa menghitung beberapa minggu lagi. Benar-benar tidak di duga.
Ara telah mempersiapkan semuanya, dari mulai kado ulang tahun, balon, kue, serta meminta bantuan dari orang tua Dion.
"Mah, aku pamit ingin membeli bahan-bahan dulu." Pamit Ara sambil menyalimi tangan Mamanya. "Hati-hati ya, pelan-pelan saja naik sepedanya." Ara mengangguk dan menaiki sepedanya lalu menghilang dari pandangan Mamanya.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba air hujan jatuh dari langit. Ara tidak peduli dengan hal itu.
Ara terus mengoyah sepedanya walaupun, sedikit demi sedikit awan semakin gelap dan cuaca semakin dingin, namun ia masih menganggapnya remeh. "Dikit lagi sampai, hujan juga tidak begitu lebat."
Tetapi, benda besar yang dikendarai oleh seseorang, tidak sengaja menabrak sepeda Ara yang membuat dirinya terpental jauh dari sepeda.
Orang yang mengendarai benda besar itu berhenti, dan langsung turun untuk melihat keadaan Ara. "Ya ampun, bagaimana bisa aku menabraknya?" Dan ia langsung membawa Ara secepatnya ke rumah sakit karena banyak darah yang keluar dari beberapa bagian tubuh Ara.
-
"Tulang hasta bagian sebelah kanan retak karena benturan yang lumayan kuat. Tetapi hal ini bisa diatasi, untuk bagian dahi sudah dijahit, lukanya tak begitu parah. Dan kakinya mengalami salah urat,"
Tuturan serta penjelasan dokter tersebut membuat kepala lelaki itu menjadi pusing. Jujur, ia benci ipa. Tulang hasta saja ia tidak mengerti. Apa itu tulang yang dapat dimakan? Ah, ia tak peduli.
"Kalau begitu saya permisi." Ucap sang dokter yang diangguki oleh lelaki tersebut. Ia masuk ke dalam ruang ICU dan melihat keadaan Ara yang sedang terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit.
"Aku harap kau tak apa."
-
Keluarga Ara sudah berada di rumah sakit bersama dengan Olive. Mereka berjalan dengan terburu-buru, bisa dibilang bahwa mereka berlari. "Di kamar nomor berapa?"
"Kamar 666." Ucap Jackson sambil memperhatikan layar ponselnya, apakah benar atau tidak. Setelah sampai di lantai sembilan, mereka langsung mencari nomor kamar tersebut.
Setelah ketemu, Riley langsung masuk ke kamar rawat dan mendapatkan Ara yang sedang terbaring dengan jarum infus yang menusuk punggung tangannya.
Namun, pandangan mereka kini beralih pada sosok laki-laki yang tidak asing lagi bagi mereka.
"Dion?"
-
"Maafkan aku, aku menabraknya secara tak sengaja karena pada saat itu hujan semakin lebat, dan namaku bukan Dion, melainkan Rio." Ucap orang yang bernama Rio itu saat tengah berbincang dengan keluarga Ara.
"Tapi, wajahmu mirip kekasihnya, yang bernama Dion." Kata Olive, hal itu membuat Rio tergelak. "Mungkin hanya kebetulan saja."
Olive yang gemas lantas langsung memberi foto dimana Dion dan Ara sedang tersenyum. "Mirip, 'kan?"
Rio memerhatikan foto itu sambil menyipitkan matanya, "dan caramu memerhatikan foto ini sama seperti Dion."
"Apa mungkin kau kembarannya?" Tanya Jackson. Lantas Rio langsung menggeleng, "bukan, aku tidak mempunyai kembaran, aku hanya mempunyai adik perempuan saja, sayangnya ia sedang merantau di luar negeri."
Yang lain menganggukkan kepalanya dan kembali bertukar cerita. Menurut Olive, laki-laki yang bernama Rio ini memang benar-benar mirip dengan Dion.
Setelah beberapa jam mereka mengobrol, keluarga Ara memutuskan unuk pulang karena Olive yang akan menjaga Ara malam ini.
"Apa kau juga akan pulang?" Tanya Olive. Rio hanya menggeleng sebagai jawaban dan duduk di sofa. "Perempuan itu mirip dengan mantan kekasihku."
Pernyataan yang Rio lontarkan tadi membuat Olive yang sedang memandang pemandangan kota dari atas gedung menjadi menoleh ke Rio. "Benarkah?"
Rio mengangguk, "kami memutuskan untuk berpisah karena ia akan pergi ke London untuk kuliah disana. Aku tak masalah dengan hubungan jarak jauh, tetapi ia tidak bisa."
Olive terus mendengarkan curahan hati yang Rio pendam selama ini, hingga akhirnya Rio berhenti. "Um, maaf jadi seperti ini. Aku tak-"
"Tak apa, aku tahu rasanya sakit ditinggal begitu saja tanpa alasan. Kisahmu sama dengan kisah sahabatku."
Rio mengatur posisi duduknya. "Pada saat itu, sahabatku sedang bertengkar hebat dengan kekasihnya, hanya karena kekasihnya akan meninggalkannya beberapa bulan ke London juga. Untuk pengobatan."
"Dan, sampai sekarang kekasihnya tak kunjung datang. Jelas, sahabatku begitu takut dan gelisah jika saja kekasihnya kenapa-kenapa di sana. Beberapa kali ia sempat bermimpi atau behalunisasi tentang kekasihnya."
"Memilukan."
-
Tangan Ara bergerak, membuat Olive yang tertidur di kursi dengan kepala ditidurkan ke kasur Ara, membuatnya terbangun seketika. "Ara?"
"Dion..," Ara bergumam dan memanggil nama 'Dion' berkali-kali.
"Ara siuman! Syukurlah! Aku akan memberitahu Tante Riley sekarang juga!" Olive langsung keluar begitu saja yang membuat Rio terbangun seketika.
"Ada apa ini?" Gumam Rio sambil memperjelas pandangannya, dan indra pendengarannya menangkap gumaman dari Ara. Dengan cepat, Rio beranjak dari sofa dan melihat keadaan Ara.
"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Rio. Ara tak menjawabnya melainkan terus memanggil nama Dion. "M-margareth.. apa kau baik-baik saja?"
"Are."
Panggilan Rio yang begitu lembut nan lemah membuat gumaman Ara berhenti seketika.
"Dion."
Saat itu juga Ara membuka matanya dengan perlahan. "Dion?"
Tning!
Unknown number: my blood, and tears. I can't handle this. How?
H+1070
KAMU SEDANG MEMBACA
【✔️】 No Caller ID
Short StoryNo description or summary, just read. Then comment how'd you feel after you read this story. Completed. Copyright reserved. 2017 No Caller ID © white-town.