Jam 10 malam, pesawat dengan keberangkatan ke London akan lepas landas 10 menit lagi. Ara yang tidak sabar menunggu itu hanya bisa menggoyangkan kakinya berkali-kali dan terus mendecak.
"Andai saja aku punya jet pribadi, hh."
Saat suara panggilan kepada seluruh penumpang yang akan ke London diberi tahukan, Ara langsung mengambil tas ranselnya dan boarding pass, lalu berjalan untuk masuk ke pintu pesawat yang sudah ditunjukkan.
Good bye, home.
Here we go, London.
And, miss you, Dion.
-
Hari ini, Kiko telah siap dengan pakaian casual serta topi hitam yang di kebelakangkan. Tak lupa, ia juga membawa sebuket bunga.
Kiko menuruni anak tangga dengan cepat, ia sesekali mencium aroma bunga yang menyegarkan dan wangi sambil tersenyum.
Saat ia mengetuk pintu kamar, tetapi tak ada yang menjawabnya. Mungkin ia sedang tertidur.
Dengan inisiatifnya, Kiko membuka pintu kamar rawat inap tersebut. Namun, kosong.
Kamar sudah bersih, tak ada siapapun didalamnya. Kakinya melangkah perlahan untuk masuk dan berhenti tepat di depan tempat tidur.
Ara sudah tidak berada disini lagi.
Ia sudah pulang, kenapa ia tidak memberitahuku?
-
Pesawat telah landing, para penumpang bersiap untuk turun. Ara terbangun dari tidur lelapnya dan melihat bahwa semua orang mengantri untuk turun. Dengan cepat, Ara pun ikut turun dan menunggu untuk mengambil tas ranselnya dari bagasi pesawat.
Tning!
Unknown number: jadi... apa kau telah menyadarinya?
H+1094
Jangan lupakan Ara yang telah melihat tanggal di layar ponselnya bahwa hari ini adalah tanggal 3 Desember, hari dimana h-1 kalau besok Dion berulang tahun.
Ara menelan salivanya dengan susah payah dan langsung menelpon orangtua Dion.
"Mama Ellie, aku sudah sampai di London,"
"Mama ada di Starbucks, sebentar lagi kami keluar."
"Ara segera kesana."
Sambungan telepon terputus secara sepihak oleh Ellie-mama Dion. Ara langsung mencari kedai kopi yang bisa dibilang amat terkenal di kalangan remaja sekarang ini.
Saat tengah mencari orang tua Dion, tangan yang melambai kearahnya membuat Ara menoleh dan melihat bahwa itu tangan John, papa Dion.
Ara berlari dan langsung memeluk keduanya. "Ara sangat merindukan kalian, selama tiga tahun ini Ara tidak pernah melihat mama dan papa lagi, Ara rindu."
"Kami pun sama apa yang sedang Ara rasakan," Ellie mengusap pipi Ara dengan lembut. Namun, hal itu membuat Ara tersadar bahwa Dion tidak datang. "Di mana Dion? Apa ia lupa jika Ara datang kesini?" Tanya Ara bingung.
Saat mendengar pertanyaan Ara, John hanya bisa tersenyum dan menahan rasa sesaknya. "Dion ada, ia berada disekitar kita, ia berada didekat kita. Jangan takut, Ara."
Ara bingung, jelas. Saat ia igin bertanya lebih lanjut, Ellie langsung mengelak dan merajuk Ara untuk beristirahat terlebih dahulu karena perjalanan yang cukup jauh.
-
Makan malam telah siap, Ara pun telah selesai membersihkan diri dan keluar dari kamar untuk makan di ruang makan. Oh iya, kenapa Dion tak kunjung keluar dari kamarnya?
"Ara, ayo makan." Panggil Ellie, "Ara ingin bertemu dengan Dion, Ma."
Mendengar namanya saja membuat Ellie dan John ingin menangis, namun apa daya, bahwa mereka dipesan untuk tidak menangisinya selalu. Apalagi di depan Ara.
"Lebih baik kita makan dulu." Ucap Ellie saat percakapan ini terdiam sejenak. Ara akhirnya mengangguk dan mengambil sepiring pasta.
Makan malam saat itu menjadi makan malam yang begitu sunyi, ketiganya memikirkan Dion. Mereka bertiga larut dalam pikirannya masing-masing.
"Ma, besok adalah hari dimana Dion dilahirkan. Kapan Ara bisa menemui Dion?" Ucap Ara bertanya, Ellie dan John hanya bisa saling menatap sebelum mereka menelan makanannya masing-masing.
"Um, besok pada jam 7 pagi kita akan berangkat."
"Berangkat?" Tanya Ara balik.
John mengangguk, "ya, berangkat. Kita akan berangkat ke tempat dimana Dion beristirahat disana."
Ara mengerutkan dahinya, ia bingung dengan apa yang dimaksud 'istirahat' oleh perkataan John.
"Dion beristirahat disana? Jadi, ia tidak istirahat disini?" Tanya Ara lagi.
Ellie hanya bisa tersenyum getir, "ya, ia tidak beristirahat disini, sayang."
Makan malam telah selesai, Ellie dn John masuk ke kamar mereka, sedangkan Ara berusaha mati-matian untuk berpikir, apa yang dimaksud dengan 'istirahat'?
Ara akhirnya lebih memilih untuk menyerah dan menaiki satu-persatu anak tangga untuk menuju ke kamarnya.
Saat pintu kamarnya ia buka, langkahnya terhenti dan kepalanya menoleh kearah kiri. Ya, Ara melihat pintu kamar Dion yang tiba-tiba bersinar dengan cahaya berwarna ungu.
Dengan perlahan, Ara membuka pintu kamar Dion yang ternyata tidak dikunci.
Ara masuk, dan begitu berdebunya kamar ini. Ia menulusuri tiap sudut dan isi ruangan.
Tetapi, satu hal yang membuatnya berhenti disalah satu barang kesayangan Dion.
Robot hasil rancangan Dion, Glenn.
Ditangan robot terdapat secarik kertas yang telah berdebu, Ara mendekat dan mengambil secarik kertas tersebut lalu membukanya.
Aku yakin, yang mengambil surat ini adalah Are sendiri.
Margareth Callaghan.
Aku menitipkan surat ini pada Glenn buatanku sendiri, hehe. Bagus tidak? Pasti dong. Are tak pernah berkata 'tidak bagus' pada barang yang telah aku rancang dan buat sendiri :)
Robot ini aku rancang khusus untuk Are, dan akan memberi tahu pada Are dimana terakhir kali aku beristirahat, dan alamat apartment.
Aku yakin, Are bingung dengan kata 'istirahat'. I already knew it, girl.
Untuk itu, aku meminta agar Are menjaga Glenn buatanku ya! Dan satu lagi,
Aku minta untuk tidak menangisi kenyataan yang ada. Aku tahu ini berat untuk Are, karena takdir berkata lain :)
I love you, and see ya, my Are!
Your future prince, but sadly failed.
Dion.Hujan datang, tetapi kenapa basahnya di pipi ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
【✔️】 No Caller ID
Short StoryNo description or summary, just read. Then comment how'd you feel after you read this story. Completed. Copyright reserved. 2017 No Caller ID © white-town.