Sore hari di teras wisma Alila. Yuki, Bayu, dan beberapa temannya mengerjakan tugas kelompok yang harus dipresentasikan besok pagi. Sudah satu minggu lebih kembali mengikuti perkuliahan, Bayu tidak merasa tertinggal pelajaran karena Yuki selalu memberikan catatannya. Sebuah durian dan kelapa muda yang Bayu bawa dibagi rata untuk delapan orang dalam kelompoknya. Cemilan sore yang mewah untuk kelas anak rantau yang punya uang saku pas-pasan.
"Kamu sering-sering kepleset terus sakit aja Bay biar syukuran terus kayak gini."
"Enak aja, bosen tauk di rumah terus."
"Yuki jadi bisa kita culik nonton."
"Nonton? Kapan? Dia ke rumah aku terus kok."
"Kamu aja yang enggak tahu, Yuki enggak seratus persen setia, buktinya dia selingkuh sama kita-kita. Iya, enggak?"
"Kita aja sempet ke pasar malem bareng-bareng ya kan." timpal teman yang lainnya.
"Wah ga asyik, bisa-bisanya kalian temennya lagi sakit malah seneng-seneng ngajak Yuki pula." ucap Bayu pura-pura kesal.
"Aku naik kora-kora dong bay, kamu kan takut jadi ga asyik kalau ngajak kamu." ucap Yuki iseng.
"Dasar!" Bayu menenggelamkan kepala Yuki pada ketiaknya gemas.
Suara motor bermesin 250 cc berhenti di depan wisma, ingatan Yuki membawanya kepada Remi. Satu menit kemudian seorang gadis keluar dari wisma. Itu adalah Reta yang mengenakan celana selutut dan baju putih kendor yang nyaris transparan. Reta menyunggingkan senyum berlapis gincu merah terang. Tangan-tangan rampingnya menyambut lengan berlapis jaket abu-abu.
"Mas Remi." sapa Yuki yang langsung berdiri agar bisa melihat pria itu lebih jelas.
Wajah cerah Yuki berubah keruh ketika melihat pria itu ternyata bukan Remiliem. Reta sudah naik di boncengan ketika Yuki hendak menghampirinya. Reta tersenyum ke arah Yuki yang memandanginya aneh.
"Itu tadi siapa?" tanya Yuki kepada teman-temannya.
"Enggak tahu namanya, tapi dia anak sipil semester enam, katanya sih tajir." jelas salah satu temannya.
"Bukan katanya lagi, lihat aja tuh motornya, coba kalau untuk beli motor aku dapet seratus tuh" timpal temannya yang lain.
Yuki kembali bergabung dengan teman-temannya. Diam mencerna apa yang baru saja di lihatnya. Mungkin itu temannya.
***
Tok tok tok
"Mbak Reta"
"Masuk aja lah Ki, tumbenan ketok dulu."
Perlahan Yuki masuk. "Mbak tadi itu siapa?"
"Tadi? Oh, temen aku. Temen? em mungkin lebih dari itu. Pacar. Sandy."
Yuki menarik wajahnya. "Bukanya pacar mbak Reta itu mas Remi ya?"
"Ki, Remi itu kena GBS, dia bakal lama di rumah sakit. Aku enggak bisa lama-lama sendirian, aku enggak bisa kalau tiba-tiba Remi mati, aku enggak bisa kesepian, aku enggak bisa patah hati." jelas Reta.
"Tapi mbak,"
"Maaf Ki." lanjutnya.
"Mbak, besok nengok mas Remi yuk, udah lama kita enggak kesaa." pinta Yuki.
"Enggak bisa Ki, besok aku mau movie marathon. Maaf ya Ki." jawab Reta tanpa melihat Yuki yang mulai memasang wajah aneh.
Yuki meninggalkan kamar Reta, ada kekecewaan di wajahnya.
Ting tong
Yuki bergegas membuka pintu wisma ketika bellnya berbunyi. Seorang laki-laki berdiri tegak di depan pintu, memandanginya sekilas lalu membuang wajahnya. Saat itu juga pria itu masuk ke dalam daftar orang angkuh di otak Yuki. Yuki mengenali sosok itu, pria yang tadi sore menjemput Reta. Sandy namanya, anak teknik. Yuki meninggalkan pria itu tanpa bicara satu kata pun, rasanya muak setiap melihat gerak-geriknya yang sok keren.
***
YOU ARE READING
Unconditional Love Is...
Ficción GeneralTentang cinta pertama yang diam-diam. Tidak hanya mengisahkan lika-liku asmara anak kuliahan tetapi juga orang dewasa. Di dalamnya ada cerita tentang penderita Guillain Barre Syndrome, apa itu Guillain barre syndrome?. Ini juga mengisahkan tentang a...