"Biar aku yang tidur di luar"
"Apa? tapi nanti kau..." Aku tak percaya apa yang dikatakannya. Ini rumahnya, kenapa ia harus tidur diluar hanya karena aku?
"Tidak apa apa, dari pada membiarkanmu tidur di sofa dalam keadaan seperti ini. Lagi pula..." Haneul mengalihkan pandangannya, dan terdapat kilatan aneh di matanya. "Harusnya aku memberikan privasi padamu dan bayimu. Aku janji tak akan menggangu kehidupan kalian selama di sini"
"Tapi..."
"Tenang saja, kau tak akan menganggu kehidupanku" Kali ini Haneul melihatku dengan senyum lemah. Jika aku menyukai senyumnya, tapi tidak senyum ini. "Nah sekarang" Haneul mengambil tasku yang ia letakan di dekat pintu. "Mari kita bereskan barang barangmu" kemudian ia berjalan ke kamarnya, mungkin sekarang harus kubilang 'kamar'ku.
Aku mencegatnya dengan menarik tasku. "Aku bisa sendiri..." ucapku pelan.
"Biar aku ..."
"Aku bisa sendiri!" Wajah Haneul berubah saat aku membentaknya. Aku tak tahu ekspresi apa yang ia tunjukan, aku tak melihat wajahnya lebih tepatnya aku tak ingin melihatnya. "Maaf..." Aku menarik tas ku lalu bergegas menuju kamar dan menutupnya rapat.
Aku masuk dan bersandar di pintunya. Kakiku lemas, mungkin karna aku sudah berjalan dan berdiri lama dengan hak. Ternyata aku memang tak cocok dengan hal semacam itu. Aku tersenyum pahit sambil berjongkok dan memegang pergelangan kakiku.
Apa dia pikir aku marah? Tidak aku sama sekali tidak marah. Aku tidak punya alasan untuk marah, bahkan aku tak punya hak untuk itu. Yang seharusnya berhak untuk marah adalah Haneul. Aku di sini hanya menumpang 9 bulan kedepan, dan aku secara tidak langsung memintanya untuk tidur di luar. Aku bodoh! dia pemilik tempat ini, harusnya aku yang tidur di luar. Tapi dia yang memintanya untuk tidur di luar dan harusnya pada saat itu dia bisa marah padaku. Dia bisa memaksaku-ya walau mungkin aku akan bersih keras menolaknya. Tapi dia punya kesempatan itu. Kenapa dia lebih memilih mengalah? Kepalaku mulai sakit memikirkannya.
Aku berusaha tidak memikirkannya dan memutuskan untuk bangun untuk merebahkan diri di kasur. Aku terbaring di kasur empuk itu dan rasanya begitu nyaman, aku tak ingin beranjak dari sana. Kasur ini terlalu luas untuk sesorang yang selalu tidur dengan kasur seadanya bahkan sempat tidur dengan karpet atau tikar seperti ku.
Aku kembali bangun dan kepalaku mulai sakit lagi. Aku mendekati tasku yang masih di depan pintu kamar. Aku bingung dimana harus aku menaruhnya. "Sora!" Haneul memanggilku dari luar, ini pertama kalinya namaku dipanggil olehnya. "Aku lupa bilang, kau boleh memakai lemariku jika perlu. masih banyak ruang kosong disana dan juga kau boleh memakai apapun bahkan leptop dan komputer ku tapi jangan mengubah apapun di dalamnya, di sana banyak pekerjaan ku" Suaranya jelas ku dengar walau ia tak terlalu berteriak dari luar, dan dari suaranya sepertinya ia tak marah denganku. Syukurlah.
Aku mendekati lemari dan membuka pintunya. Pintu pertama berisi tumpukan baju yang kebanyakan di isi oleh kaos, kemeja dan celana. Isi pintu kedua membuatku terkejut, isinya kosong, tak ada sehelaipun pakaian di dalamnya. Kemudian aku membuka pintu ketiga dan keempat tanpa menutup pintu kedua. Di dalamnya di dominasi setelan jas menggantung rapih terbungkus plastik, bahkan aku melihat tuxedo berjejer di sana. Dia memiliki setelan jas terlengkap yang aku tahu. Tapi kenapa ia mempunyai banyak sekali jas? Seberapa banyak acara penting yang ia hadiri?
Aku menutup pintu kedua dan ketiga lalu beralih ke pintu kedua yang belum aku tutup kemudian memasukan baju bajuku di sana. Setelah selesai memasukan baju terakhir aku mundur dan melihat kalau masih banyak ruang kosong di lemari itu. Memang bajuku tak banyak bahkan kurang dari standar perempuan mungkin. Sebenarnya aku mempunyai beberapa baju lagi tapi aku memutuskan untuk membuangnya dan mengosongkan lemariku. Alasannya karna aku jarang memakai baju itu bahkan hampir tak pernah memakainya. Daripada memenuhi lemari dengan baju yang hampir tak pernah ku pakai lebih baik aku buang saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Two Sky Meet
RomanceHaneul diibaratkan langit cerah siang hari. Saat matahari berada di titik tertinggi, saat awan berarak pelan dilangit biru. Sora sendiri lebih seperti langit malam, saat bulan muncul dan menerangi gelap malam bersama bintang. Langit siang dan malam...