Prolog

120 6 2
                                    

Jika hati ini bisa dengan mudah mencintaimu, maka aku akan membuatnya berubah untuk membencimu

....

Seorang gadis tengah duduk santai dibangku taman sekolahnya. Hembusan angin sesekali membelai lembut kedua pipi chubby gadis itu. Matanya fokus menatap sebuah buku tebal yang berada dipangkuannya. Tangan mungil gadis itu sesekali menyelipkan beberapa helai rambut yang berterbangan tertiup angin. Lalu-lalang siswa SMA Pelita yang lewat didepannya, tak dapat mengalihkan fokusnya dari buku tersebut.

Hingga sebuah langkah seseorang, berhasil membuat fokusnya seketika teralihkan dari buku dipangkuannya.

Gadis itu memperhatikan sosok laki-laki yang tengah berjalan didepannya.

Laki-laki itu berjalan santai dengan raut muka datar dan aura dingin yang menyelimutinya. Kedua tangannya ia masukkan kedalam saku celana berwarna abu-abunya itu. Ia tak memperdulikan tatapan kagum dan memuja dari para gadis yang berpapasan dengannya. Bahkan, sapaan-sapaan dari mereka tak digubris sama sekali. Sorot matanya yang tajam, memandang lurus ke depan. Ia juga tak menyadari sepasang mata hazel milik seorang gadis yang menatapnya lekat sedari tadi.

"Ck. Demi tahu bulat yang digoreng pake minyak jlantah! Bahkan suara derap langkahnya pun udah gue hafal diluar kepala," decak sebal seorang gadis yang tengah duduk dibangku taman tersebut. Matanya masih menatap lekat punggung laki-laki berwajah datar yang semakin lama bergerak menjauhinya.

Gadis itu menopangkan dagu pada kedua tangannya. Tatapannya kosong, seperti tengah menerawang ingatannya. Raganya memang masih berada di taman itu, tetapi tidak dengan pikirannya yang sudah berkelana menjelajahi ingatannya sendiri. Ingatan mengenai sosok laki-laki dingin yang menghantui pikirannya beberapa waktu terakhir sejak kejadian di lapangan basket.

"Gue nggak bisa gini terus! Ya, gue harus sebisa mungkin menghilangkan rasa cinta gue ke dia. Kalau perlu, gue harus mulai belajar buat benci sama dia biar rasa ini cepet musnah dari hidup gue," batin gadis itu sambil memanggut-manggutkan kepalanya pelan.

"AAARGH!!! KENAPA SIH HARUS ADA RASA CINTA? KENAPA MANUSIA DICIPTAKAN UNTUK MERASAKAN YANG NAMANYA JATUH CINTA? KENAPA HUH?" Teriak gadis itu frustasi.

"GUE BENCI RASA ITU. GUE BENCI ORANG-ORANG YANG GUE SAYANG TERSAKITI KARNA CINTA. GUE BENCI DIRI GUE YANG UDAH KEJEBAK DALAM RASA LAKNAT ITU." Lanjutnya dengan teriakan yang tak kalah kencang dari yang  sebelumnya.

Untung saja taman itu telah sepi dari para siswa SMA Pelita yang memang saat ini kebanyakan sudah memasuki kelasnya masing-masing, karena bel tanda masuk memang telah berbunyi sekitar 10 menit yang lalu. Jika tidak, mungkin gadis itu sudah menjadi pusat perhatian dadakan karena tingkahnya yang berteriak frustasi sendiri. Atau yang lebih parah lagi ia bisa disangka orang gila oleh teman satu sekolahnya nanti.

"GUE BENCI SAMA LOE KARENA UDAH BUAT GUE JATUH CINTA LEON!" Ia mengacak rambutnya frustasi. Tak sadar, manik mata indah berwarna hazel tersebut menitikkan air mata. Bahkan sekarang terdengar isakan kecil dari bibir berwarna peach alami itu.

Ia menyeka air mata yang semakin deras mengucur dipipinya dengan gerakan kasar dari kedua telapak tangannya.

"Nggak! Gue nggak boleh keliatan lemah cuma gara-gara cinta." Ia memaksakan bibirnya untuk melengkung keatas.

"Semangat Bianca!" Ucapnya kepada dirinya sendiri. Jari tangannya terkepal terangkat keudara.

Detik itu juga, gadis berparas cantik yang duduk dibangku taman sekolahnya itu, bertekad akan memusnahkan rasa cinta yang tumbuh dihatinya secepat mungkin.

Kyaaaa, akhirnya bisa publish cerita juga! Ini ceritaku yang pertama. Hope you like it.

See you in next chapter
Barir

Bi (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang