1 - Amarah

91 9 7
                                    

Hanya laki-laki pengecut yang berani melukai fisik wanita
....

Bianca Salsabilla tengah melangkahkan kakinya dengan riang. Menyusuri koridor sekolah yang ramai saat jam istirahat seperti sekarang ini. Senyum cerah selalu menghiasi wajah cantiknya. Sesekali ia melompat-lompat seperti anak kecil.

"Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali...." dengan suara cemprengnya, gadis itu begitu percaya diri menyanyikan sebuah lagu dari film kartun Doraemon dengan lantang.

Hal itu membuat siswa yang berpapasan dengannya memasang berbagai ekspresi. Ada yang menatapnya bingung, ada yang tak memperdulikan kelakuan gadis itu, ada yang terperangah melihatnya, ada yang tersenyum simpul, ada yang geleng-geleng kepala, bahkan juga ada yang tertawa terbahak-bahak.

"Aku ingin terbang bebas di angkasa....." kali ini gadis itu menarik salah satu siswa dan mengajaknya menari.

"Hei baling-baling bambu..." lanjut mereka kompak sambil menari dengan gerakan abstrak.

"La la la, aku sayang sekali.....Doraemoonnn...." kini hampir seluruh siswa dikoridor itu ikut bernyanyi bersama Bianca. Ada juga beberapa siswa yang ikut menari bersamanya.

Setelah lagu itu berakhir, tawa lepas terdengar di penjuru koridor tersebut. Mereka benar-benar tak bisa menyangkal bahwa Bianca selalu bisa menularkan keceriaan kepada orang-orang disekitarnya.

Bianca meninggalkan koridor yang masih dipenuhi gelak tawa itu dengan senyum mengembang. Ia sangat bahagia karena sekali lagi, ia dapat membuat orang lain tertawa. Suatu hal yang sangat menyenangkan menurutnya.

Langkahnya terhenti tepat didepan pintu kelas XI IPA 2 yang tertutup. Tangannya memegang kenop pintu hendak membukanya, tetapi ia urungkan ketika ia mendengar suara yang familiar didalam kelas tersebut.

"Hiks! Hiks! Hiks! Gimana nih? G-gue pas-hiks-ti dimarahin nyokap." Terdengar suara seorang gadis yang bernama Alia tengah terisak.

"Udah Al, loe tenang dulu! Emang berapa sih uang yang Satria minta dari loe lagi?" Ucap gadis lain yang bernama Elsa mencoba menenangkan.

"D-dia hiks minta hiks 4 juta," jawab dengan suara yang sedikit lebih pelan dari sebelumnya.

"WHAT!!! Terus loe kasih?" Teriak gadis lain kaget. Begitupula dengan Bianca yang masih setia menguping pembicaraan itu didepan pintu kelas yang masih tertutup rapat. Dadanya bahkan sudah naik turun menahan amarah.

"Sstttttt! Jangan keras-keras ngomongnya!" Ucap gadis itu memperingati.

"Owh, sorry!" Gadis lain itupun memelankan suaranya.

"Sa, gue mohon! Jangan sampe Bianca tahu tentang hal ini! Loe tahu sendirikan apa yang bakal nanti dia lakuin?" Ucap gadis itu dengan nada khawatir.

"Iya, gue janji nggak bakal kasih tahu ke Bianca. Loe tenang aja Al,"

"Makasih ya Sa. Gue cuma nggak mau gara-gara hal ini Bianca jadi masuk BK lagi," kini tak terdengar isakan tangis dari gadis itu lagi.

Didepan pintu kelas, Bianca dapat mendengar semua yang mereka bicarakan. Tangannya kini terkepal kuat, nafasnya memburu, serta raut wajahnya merah padam.

Sudah cukup! Bianca tak dapat menahan emosinya lagi. Ia meninggalkan tempat itu dengan langkah cepat.

....

Panas sang surya begitu terasa menyengat dipermukaan kulit. Membuat sebagian besar siswa SMA Pelita memilih untuk berteduh dibawah pohon rindang, berbincang di koridor sekolah, menikmati minuman dingin di kantin, menyibukkan diri membaca lembaran buku di perpustakaan, ataupun hanya sekedar berdiam diri di dalam ruang kelas. Intinya mereka semua menghindari aktivitas diluar ruangan yang dapat membuat kulit mereka serasa terbakar.

Bi (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang