Kata orang, pertemuan pertama itu kebetulan. Tapi entah kenapa, gue ngeras sejak awal pertemuan kita, itu bukan kebetulan semata. Melainkan takdir Sang Maha Kuasa.
Kantin. Mungkin bagi sebagian orang tempat itu bukan salah satu tempat yang nyaman. Dengan kebisingannya, tempatnya yang sesak, udaranya yang pengap, bahkan disebagian sekolah tempat itu juga dijadikan lahan para anak laki-laki kurang belaian bisa menggoda cewek-cewek cantik yang sedang lewat. Tapi percayalah! Suatu hari nanti, saat kalian sudah melewati masa putih abu-abu kalian, tempat itu akan jadi salah satu bagian sekolah yang kalian rindukan. Tempat dimana ia menjadi saksi bisu momen indah kebersamaan kalian dengan teman-teman yang juga akan kalian rindukan.
"Al, ambilin sambel dong! " pinta Mika sambil menunjuk semangkuk sambal disebelah tangan Alia.
"Nih! " Alia meletakkan mangkuk sambal tepat dihadapan Mika.
Mereka bertiga, Bianca, Mika, dan Alia, tengah mengisi perut mereka dikantin SMA Pelita.
"Ngomong-ngomong, Elsa kemana ya? Kok belum nongol juga tuh bocah? " Alia celingak-celinguk mencari keberadaan salah satu sahabatnya itu.
"Ya elah Al, kaya nggak tahu aja jam segini Elsa biasanya kemana. Pasti dia lagi mojok tuh sama Zafran," ucap Mika sambil meniup semangkuk soto dihadapannya.
"Yee mojok, dikira Elsa tikus apa sukanya dipojokan? "
"Eeehhh buset panas!!! " teriak Bianca tiba-tiba. Diiringi dengan sebuah bakso yang menggelinding kebawah kolong meja mereka.
"Udah tahu baksonya panas, harusnya ditiup dulu Bianca pinter! " ejek Alia melihat Bianca yang sedang memeletkan lidahnya sambil mengibas-ngibaskan telapak tangan didepannya.
"Ish. Gue kan laper, " ucap Bianca membela diri yang hanya dihadiahi dengusan malas dari kedua sahabatnya.
"Bakso gue! " Bianca menggeser bangku panjang yang baru ia duduki. Membuat Alia yang duduk disebelahnya mau tak mau ikut berdiri.
Tanpa pikir panjang, Bianca merundukkan badannya hingga kini berada dikolong meja. Memperhatikan dengan seksama setiap inci dari kolong itu untuk mencari keberadaan sang bakso.
"Baksooo, oh bakso. Loe dimana sih? " Mata Bianca terus menatap tajam kepenjuru kolong meja.
"Relain aja Bi! Udah jatuh juga, jorok tahu," Alia ikut melongokkan kepalanya kebawah meja.
"Bener kata Alia. Emang loe mau sakit perut abis makan tuh bakso? " Timpal Mika yang juga ikut-ikutan melihat Bianca dikolong meja.
"Mubadzir tahu kalau nggak diambil, " Bianca tetap mencari keberadaan satu buah bakso itu dengan lebih teliti.
"Terserah loe deh, " Alia kembali menegakkan posisi duduknya, diikuti oleh Mika yang juga melakukan hal yang sama.
"Kak Kelvin! " Mika melambai pada seorang lelaki yang tengah berjalan kearah mereka bersama dengan lelaki lain yang tengah memandang sekeliling dengan malas.
Alia mengikuti arah pandangan Mika.
"Tumben kekantin, biasanya kalian lebih seneng teriak-teriak didepan gerbang," tanya Kelvin yang kini telah berdiri disamping meja.
"Iya nih kak, lagi pengen aja hehehe, " cengir Alia. Memang biasanya, Alia, Bianca, Elsa, dan Mika lebih suka membeli jajanan dari para pedagang didepan gerbang samping sekolah mereka.
"Kak Leon ya? " tanya Mika sambil melihat laki-laki berambut hitam disebelah Kelvin.
"Oh iya. Mik, Al, kalau kalian pasti udah tahukan ini Leon. Leon, kenalin ini Mika, kalau yang ini Alia, " ucap Kelvin mengenalkan mereka satu sama lain. Bagi anak SMA Pelita, nama Leon memang sudah tak asing diindra pendengaran mereka. Mungkin hanya segelintir orang saja yang tak mengenalnya. Meski demikian, karena sifat cueknya yang kelewat parah, hanya beberapa orang saja yang Leon kenal. Bahkan teman sekelasnyapun ia tak hafal.
Mereka saling berjabat tangan sambil menyebutkan nama masing-masing.
Leon mengernyitkan dahinya ketika ia merasakan sesuatu yang kenyal dibawah sepatunya.
"Arrgh! kenapa diinjek?" Bianca bangkit dari posisinya dengan rambut yang sudah berhias rumah laba-laba dan muka yang merah padam. Menbuat Kelvin dan Leon berjengit ngeri melihat penampilan gadis itu.
"Bi, loe abis ngapain? " tanya Kelvin heran.
"Kenapa loe injek baksonya? Gue tuh udah susah-susah nyari, dan hampir aja dapet sebelum sepatu kurang ajar loe itu nginjek bakso gue! " tanya Bianca dengan amarah yang menggebu-gebu sambil menunjuk wajah Leon dengan jari telunjuknya. Ia mencak-mencak tak jelas sambil berbicara dengan intonasi yang terlampau cepat.
"Maksud loe bakso itu? " tanya Leon sambil melirik pada bakso yang telah tak berbentuk disebelah sepatunya.
"Iy-" belum sempat Bianca mengucapkan sepatah kata, mulutnya sudah dibungkam oleh Alia terlebih dahulu.
"Udah nggak usah perduliin omongan Bianca! Dia itu suka ngomong nggak jelas, " Ucap Alia sambil tangannya tetap menutup mulut Bianca rapat.
"Iya, dia itu kadang agak stres! " timpal Mika yang sukses mendapat pelototan gratis dari Bianca.
Sementara Kelvin yang sudah tidak dapat menahan tawanya hingga membuat perutnya sakit, berbanding terbalik dengan Leon yang hanya menatap datar kearah Bianca.
Setelah dapat mengontrol tawanya, Kelvin bergerak mendekati Bianca yang telah lepas dari bekapan Alia.
"Makanya, kalau makanan udah jatuh nggak usah dipungut lagi. Jadi kotor kan rambut loe, " Kelvin membersihkan sarang laba-laba dirambut Bianca dengan hati-hati.
"Tapi kan mubadzir Kel, " Sungut Bianca dengan bibir yang dimajukan. Membuatnya terlihat menggemaskan.
Hal itu hanya ditanggapi kekehan kecil dari Kelvin sambil mengacak-acak rambut kecoklatan milik Bianca.
"Ehm-ehm. Udah dong mesra-mesraannya! Bikin kaum jomblo iri aja," sindir Mika sambil melirik kearah Bianca dan Kelvin.
"Yee, apaan sih loe Mik, " ucap Bianca sambil melirik kearah Mika sebal.
"Oh ya Bi, nanti gue nggak bisa nganter loe pulang, " ucap Kelvin.
"Lho kenapa? " tanya Bianca heran.
"Gue nanti ada latihan band sampe sore, " jelas Kelvin dengan raut wajah menyesal.
"Yahh, terus nanti gue pulang sama siapa dong? " tanya Bianca bingung.
"Oh kalau masalah itu gampang. Loe nanti pulang bareng Leon aja ya, " Ucap Kelvin membuat Bianca mengernyitkan dahinya.
"Leon? Kaya pernah denger? " Ucap Bianca sambil mengingat-ingat dimana kiranya ia pernah mendengar nama itu.
"Bi, Loen itu dia. " Alia menunjuk Leon yang sedari tadi terlihat tak minat dengan obrolan mereka.
"Oooohhh. " Bianca mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Apa!! Dia? Nggak! gue nggak mau! " Tolak Bianca yang segera teringat akan kelakuan laki-laki yang bernama Leon beberapa minggu yang lalu. Bagaimana Leon yang memanggul Bianca seperti karung beras, hingga membuat kepalanya pusing karena terlalu lama dalam kondisi tubuh terbalik.
"Pokoknya gue nggak mau tahu! Loe harus pulang sama Leon! Gue nggak mau denger kalau nanti loe pulang naik kendaraan umum!" Titah Kelvin tak terbantahkan.
"Tapi kan Kel-"
"Nggak ada tapi-tapian! Bi, loe tahukan kenapa gue maksa loe kaya gini? " Kelvin menatap Bianca sedih. Ya, Bianca sangat paham mengapa Kelvin tak mau jika ia sampai naik kendaraan umum. Hal itu disebabkan karena Kelvin yang masih trauma saat dulu Bianca hampir diperkosa didalam angkutan umum. Untung saja waktu itu ayah Bianca datang tepat waktu. Jika terlambat sedikit saja, Bianca tidak tahu lagi nasibnya sekarang ini.
But, come on! Kenapa harus laki-laki menyebalkan itu? Apa tidak ada orang lain yang bisa Kelvin mintai tolong untuk mengantar Bianca pulang?
"Oke Kel. Gue mau, " Bianca mengangguk pasrah. Ia benci ketika melihat raut wajah sendu milik Kelvin.
Aku ngerasa cerita ini makin gaje aja😞
Keep reading guys😁

KAMU SEDANG MEMBACA
Bi (Hiatus)
Fiksi RemajaBianca Salsabilla! Cewek bawel tapi manis, suka bikin rusuh tapi baik, suka nolong orang tapi usil, keliatan kalem padahal petakilan, pinter tapi rada gila. Asal kalian tahu saja. Satu hal yang paling Bianca benci yaitu CINTA. Menurutnya, hanya or...