First

274 86 52
                                    

Sinar mentari yang hangat mulai menyibak kain gorden jendela kamarnya. Namun, sosok yang berdiam diri di sana telah bangun sebelum mentari pagi menampilkan sinarnya.

Matanya memandang sendu ke arah bawah, duduk terkulai tak berdaya di atas sebuah alat yang benar benar membantu, terjemur di bawah sinar yang hangat.

Saat pikirannya mulai mengulang masa lalu, seketika ia mendengar suara lembut seseorang yang memanggil namanya bagaikan seorang malaikat yang ingin menolong.

"Sania, sayang..." bola matanya tetap tak bergerak karena ia telah tahu siapa yang setiap pagi memanggilnya.

Sosok yang memanggilnya tadi menghampiri dan mencium pipinya.

"Sayang, mama mau berangkat, kamu jaga diri ya di rumah, jangan ngerusuhin Bi Neneng."
Sania hanya menampilkan senyum manis nya sebagai jawaban.

"Aduuhh, ke mana lagi ini dompetnya?" tangan mama mulai mencari barang yang dicari di dalam tasnya.

" Ada di meja ma."

Mama pun mulai mengambil dompetnya. Ia mulai melesat pergi namun terhenti oleh suara halus yang ditangkap oleh telinganya.

"Mama harus pergi sekarang? Kok gak bisa libur minimal satu hari aja. Rasa kesepian itu gak enak lho ma."

Orang yang dipanggil tadi pun menggerakkan kakinya menuju suara yang didengarnya.

"Sayang, bukannya mama gak mau. Tapi kalau mama gak kerja nanti siapa yang ngasih makan kita. Kamu kan tau gimana keadaan kita sekarang. Gini deh, ntar kalau mama ada waktu, pasti kita pergi jalan-jalan, kemanapun yang kamu mau. Oke!" jari tangan jempolnya ia acungkan kepada putrinya.

"Oke." Sania membalasnya dengan acungan jempol kanannya.

"Udah ya sayang, mama pergi. Jaga diri. Assalammu 'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Suara deru sepeda motor mulai terdengar dari luar, bergerak meninggalkan sebuah rumah sederhana dan jejak asap di udara.

"Non Sania di sini aja gak mau turun untuk nonton tv?" tanya Bi Neneng.

"Lah, kapan bibi sampai di sini? Kayaknya tadi Sania gak liat bibi lah." Sania balik bertanya dengan tatapan heran.

"Hehehe.. Bibi ngagetin gitu ya non. Kayak hantu gitu ya? Eh, gak deh iya kali bibi kayak hantu kayak bidadari aja deh. Bidadari yang turun dari surga. Heheheh......"

"Aduuhh.. bi seriusan dong."

"Iya non maaf. Sebenarnya dari tadi bibi udah disini. Saat nyonya masuk ke kamar bibi ngikutin. Non Sania aja yang nggak sadar. Maaf ya non, ngagetin." jelas mbok Neneng.

"Iya,udah gak papa bi. Kerja bibi kan memang terkadang selalu buat orang jantungan. Tapi, Sania gak mau turun ke bawah. Lebih baik disini aja duduk sambil menikmati sinar sang surya." Sania mengambil keputusannya.

"Ya udah deh non, bibi bidadari pergi dulu ya. Mau beresin rumah biar kayak istana gitu. Kalau gak diberesin ntar kayak kapal pecah lagi. Bye.." Bi Neneng melambaikan tangannya dan menempelkan jari-jarinya ke bibir dengan gaya memberikan tanda kissbye.

Senyuman manis terukir di bibir Sania mengingat tingkah laku yang setiap saat pembantunya ini lakukan.

Tidak, coret kata pembantu, ia bukan lah seperti itu melainkan bagaikan seorang bibi yang menjaga keponakannya.

Setidaknya masih ada yang sering menghiburnya saat sang malaikat tak bersayap tidak berada di rumah.

Sekarang, matanya ia gerakkan ke arah halaman depan. Melihat beberapa anak remaja yang sedang pergi sekolah.
Senyuman manis ditampilkan di wajah mereka yang hangat.
Bercanda ria, menjahili para temannya.
Mereka berlarian bukan dengan rasa kesal melainkan rasa gembira.

Ingatannya memutar ke arah masa lalu, masa dimana ia pernah menjalaninya.
Bahkan senyuman, candaan, dan tawa itu selalu menghiasi wajahnya yang mungil.

Bukanlah salahnya mengundang ingatan itu. Melainkan otaknya lah yang mengulang masa itu. Masa dimana selalu dinanti oleh para anak remaja.

Terkadang kau harus benar-benar sabar menghadapi otak mu itu, yang selalu mengulang masa yang tak pernah ingin kau ingat lagi.

Senyuman manis terukir di bibir mungilnya ditemani oleh tetesan air mata yang keluar dari matanya saat mengingat waktu itu.

"Seandainya hal ini tak pernah terjadi, seandainya waktu itu aku di rumah, seandainya aku nurutin kata papa, seandainya..."
Terlalu banyak kata seandainya terlukis manis dan lembut di pikirannya.

Jika ia bisa mengulang masa itu, menperbaiki semua kesalahan. Maka ia akan menjadi  orang yang paling beruntung di dunia ini.

Namun, kata seandainya itu hanyalah sebuah keinginan yang kemungkinan besar tidak akan terjadi.

Jikalau itu pun terjadi, hanya Tuhan lah yang tahu kapan dan dimana itu terjadi.

Miracle When SunsetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang