Album Foto

6 2 0
                                    

Setelah merasa bosan mengerjakan soal-soal latihan cukup lama, Sania dan Revan memutuskan untuk istirahat sebentar. Sedari tadi mereka hanya bolak-balik mengganti channel tv, berharap ada siaran yang bagus hari ini, tapi nyatanya tidak. Terlalu bosan bagi mereka untuk menonton berita. Jam dinding sudah menunjukkan pukul satu siang. Itu berarti, sudah sekitar dua jam mereka membahas soal bersama-sama. Sebelum pembelajaran berakhir, mereka juga telah membuat suatu kesepakatan, meskipun kesepakatan itu sedikit menerima penolakan dari Sania.

"San, gimana kalau setiap satu minggu kita belajar bareng. Ya minimal dua kali pertemuan lah dalam satu minggu. Hitung-hitung kita tukar ilmu. Ilmu yang dikasih di sekolah gue, sama ilmu yang dikasih guru privat lo."

"Ogah. Lo aja sering bolos sekolah gini. Kata Dinda, lo aja jarang banget mau belajar, suka jahil juga di kelas."

"Astaga Dinda, kenapa dibilang semuanya ke tuan putri gue ya. Wah parah tuh anak."

"Berarti bener kan?" tanya Sania sambil menaikkan satu alisnya.

"Iya bener, tapi gak sepenuhnya bener. Gimana ya, gue juga bingung jelasinnya ke lo kenapa semenjak masuk SMA tingkah gue berubah. Dari yang baik, jadi yang buruk."

"Maksudnya?"

"Nanti malam ada yang mau gue sampaikan. Pastikan lo datang ya. Dandan yang cantik, biar mirip kayak tuan putri asli."

"Dandan? Dandan untuk apa?"

"Mama lo masih lama pulang gak?"

"Sebentar lagi dia pulang, untuk makan siang. Eh tunggu-tunggu, gue gak ngerti maksud lo nyuruh dandan buat apaan?"

"Adalah. Nanti begitu mama lo pulang, baru gue kasih tau. Dan gue akan kasih tau juga kebenaran kenapa belakangan ini tingkah gue berubah. Mungkin nanti malam, atau mungkin gue akan kasih tau saat diri lo lagi pengen main ke rumah gue. Oke tuan putri?"

Sania hanya membalas dengan menganggukkan kepalanya. Masih tidak paham, apa yang akan dilakukan Revan nanti malam. Kenapa juga dirinya harus datang. Ada banyak pertanyaan berkecamuk semenjak Sania bertemu spesies aneh bernama Revan.

"Lo punya Abang kan?" suara Revan memecah keheningan. Termasuk juga keheningan yang ada dari dalam diri Sania.

"Lo...lo tau dari mana gue punya Abang?"

"Gak usah pasang muka terkejut gitu. Itu foto keluarga yang terpampang di dinding, kan foto keluarga lo. Dan anak laki-laki yang pakai kemeja kuning sambil tersenyum itu pasti Abang lo lah. Kan gak mungkin, itu tetangga lo yang ikut foto."

'Tetangga? Astaga ya mana mungkin lah tetangga ikut foto di keluarga gue. Ya Tuhan, ingin sekali gue tersenyum sekarang, tapi nanti Revan malah semakin kesenangan ngeliat gue senyum.' ucap Sania di dalam hati.

"Segampang itu lo mastikan dia Abang gue?"

"Iya. Mukanya mirip soalnya sama almarhum papa lo. Lagian bi Neneng juga ngasih tau kok kalau itu memang abang lo. Dia lagi gak di Indonesia kan, dia di luar negeri. Kuliah pastinya."

"Iya, dia memang gak di Indonesia. Dia lagi di Singapura. Tapi sebentar lagi balik kok, udah semester akhir."

"Nah, pas. Abang lo gak ada nyimpan kaset film gitu? Biar kita tonton bareng. Gue bosen, acara tv pada berita semua. Siang-siang gini enaknya nonton film."

"Ada sih. Di lemari tv. Di depan lo itu, cari aja. Tapi beresin lagi ya abis itu."

"Siap tuan putri."

Revan memilih beberapa kaset yang menarik untuknya. Tidak bisa dipungkiri, ada banyak kaset film milik abang Sania di dalam lemari. Revan menunjukkan satu per satu film yang ia pilih pada Sania, memberikan kesempatan pada gadis itu untuk memilih sesuai keinginan hatinya.

Miracle When SunsetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang