Fakta

42 9 0
                                    

"Bedanya..." Revan menggantungkan kalimatnya sesaat, menarik nafas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya perlahan.

"Gue cuman dibesarkan dengan kasih sayang dari mama. Mama jadi single parents semenjak papa asli gue meninggal. Dan mirisnya papa gue meninggal waktu usia kandungan gue baru empat bulan. Mama hampir depresi gara-gara kejadian itu. Kami kehilangan semuanya. Mulai dari perusahaan papa, kepercayaan orang terdekat, sampai-sampai dibenci orang-orang. Mereka berfikir bahwa papa gue itu gak bisa jaga perusahaaan, padahal sebenernya setelah satu bulan papa meninggal, mama harus mengurus perusahaan sendiri. Dia berjuang untuk mempertahankan perusahaan, tapi sayang dia tertipu sama kontrak yang dia jalani sama sahabat papa. Saham perusahaan diambil sama sahabat papa. Mama waktu itu bener-bener depresi. Semenjak dia ngandung gue, banyak banget kesialan yang menimpa keluarga. Banyak yang nganggap kalau gue ini anak pembawa sial. Semuanya jadi berantakan semenjak kehadiran gue. Bahkan mama nyobak berulang kali untuk ngebunuh dirinya sendiri, katanya dia pengen nyusul papa. Untungnya semua itu digagalkan sama paman. Paman nyoba untuk ngebuat mama sadar bahwa kehidupan itu memang gak mudah. Banyak cobaan tapi kita juga harus berjuang untuk mengatasinya, harus bangkit dari keterpurukan. Setiap masalah punya solusi."

"Lo tau San, mama gue itu keras kepala." ucapnya sambil melihat ke arah Sania.

"Tetep saja dia pengen bunuh diri. Katanya, kalau dia gak bisa mati, maka bayi yang ada di dalam kandungannya yang harus mati. Karena gue itu pembawa sial. Semua keluarga mama selalu berusaha untuk menyadarkannya, berusaha agar mama gak stress. Salah satunya dengan liburan. Mereka sering ngajak mama liburan. Dengan harapan usaha mereka gak akan sia-sia. Dari usaha itu ngebuahkan hasil, sedikit demi sedikit mama sembuh. Walaupun gak total. Sampai gue lahir, mama besarin dan didik gue sama kak Fany sendirian. Jadi single parents itu gak mudah, ketika lo harus ngurus anak lo yang masih bayi ditambah anak yang lain yang juga masih butuh kasih sayang. Lo bisa bayangin sendiri San, gimana perjuangan mama gue waktu itu. Lo perempuan pasti lo tahu gimana rasa sakitnya San." jelas Revan.

"Dan, sampai sekarang nyokap lo masih sendiri? Terus gimana lo bisa tahu tentang semua ini. Ya, karena gue tau untuk ngasih info sebesar itu ke seorang anak memang berat." tanya Sania.

"Mama gue sudah gak sendiri lagi, ada yang ngedampinginya. Papa baru gue. Dan, gue juga baru-baru aja tahu tentang semua ini. Dua tahun yang lalu lebih tepatnya. Berawal waktu gue buka album foto lama, disitu ada foto pernikahan mama dengan seorang pria yang gue gak kenal. Karena penasaran, bolak-balik gue buka lembaran demi lembaran fotonya. Ternyata bukan cuman mama dengan pria asing, tapi juga ada kak Fany dan di setiap foto, gak ada satupun foto gue bareng mama, kak Fany, dan pria asing itu. Finally, Gue pergi tanya mama siapa sebenernya pria itu dan kenapa gue gak pernah ada di setiap lembaran foto. Mama awalnya berusaha nutupi kebohongan, tapi percuma gak mempan sama gue karena gue orang yang paling benci dengan kebohongan. Akhirnya mama nyerah dan ngejelasin semuanya, dia juga bilang bahwa bokap gue yang sekarang itu bukan bokap gue yang sebenernya. Yang asli sudah meninggal, dan mama nikah lagi. Semua hal diceritakan San, tanpa terkecuali. Lo pasti tahu gimana perasaan seorang anak ketika mengetahui semuanya. Semua kebohongan yang selalu ditutupi selama hidup gue. Gue rasa kalau gue gak buka album foto, sampai gue mati pun gak akan ada yang pernah cerita. Gue benci, benci banget San sama keluarga gue. Gue nangis, pergi, lari dari rumah, dan menghilang selama
satu bulan. Seseorang yang gue anggap benar-benar sang idola, sang pahlawan ternyata bukan papa gue yang sebenarnya. Waktu gue kabur, tempat yang pertama gue kunjungi itu rumah paman Abdul. Gue minta dia untuk ngasih tahu dimana sebenarnya makam papa."

Revan tersenyum, senyum yang begitu miris untuk mengingat masa-masa itu.

"Selama gue hilang, gue pikir mereka gak akan nyari, namun tanpa sepengetahuan gue mereka cari keberadaan gue. Mama sampai nangis terisak-isak dia takut kalau sesuatu yang buruk terjadi sama gue. Singkat cerita  akhirnya gue mutuskan untuk pulang ke rumah, minta maaf sama mama, dan berusaha untuk nerima kembali papa baru di keluarga. Gue pulang, itupun karena suruhan dan nasehat kak Fany."

Miracle When SunsetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang