ㅇ06ㅅ| Teenfic?

97 21 2
                                    

"Lin!" Rara memukul kecil pundak Guanlin yang seenak jidatnya ngerem mendadak saat lampu lalu lintas berubah merah—tipikal cowok kalau boncengin cewek banget. "Ngeremnya pelan-pelan lah!" Soalnya Rara capek harus narik badannya ke belakang tiap kali cowok itu ngerem.

"Sorry, kebiasaan."

Rara tertawa geli, "Biasanya lo bonceng cewek gini? Ck, gue kira cowok es batu kayak lo modusnya elit. Ternyata sama ae. Sorry ya, gue anti modus modus club."

"Ra, sadar diri. Lo tepos, ngapain gue modus?" Guanlin memiringkan kepalanya sedikit, tapi gak lama karena setelahnya Rara langsung membalikkan kepala Guanlin kembali mengarah ke depan.

"Heh! Gini-gini gue cewek udah puber ya! Tepos-tepos juga punya!" cibir Rara kesal. "Udah ijo tuh, cepetan! Gue mau jalan-jalan dulu sebelum filmnya mulai."

Sebenarnya Rara heran sih, biasanya dia kalo di motor gak pernah ngobrol sama yang ngeboncengin dia. Tapi kali ini bisa-bisanya Rara lancar ngomong sama Guanlin. Padahal Rara itu paling awkward sama makhluk Tuhan bernama cowok, apalagi kalau cowoknya sejenis Guanlin.

Bagi Rara, cowok di depannya ini kayak es krim, dingin tapi manis. Ngerti gak sih? Guanlin itu terkenal dingin ke cewek, tapi sekalinya udah manis bisa bikin diabetes. Dan itu yang bikin Rara dulu sempat menaruh hatinya pada Guanlin. Ya walau akhirnya gak ngenakin banget.

"Helm lo," tegur Guanlin sambil menjulurkan tangannya pada Rara yang sibuk membenarkan rambut sebahunya. Sekarang mereka sudah di parkiran mal. Guanlin sendiri sudah selesai memarkirkan motornya.

Rara menyerahkan helm putihnya pada Guanlin yang langsung dikaitkannya ke pengait di dalam jok motor.

"Dah jangan bengong, mau masuk gak?"

"Eh!" saking fokusnya memperhatikan Guanlin tadi, Rara jadi gak sadar kalau cowok itu sudah selesai dengan aktivitasnya.

Kemudian mereka berdua berjalan bersisian masuk ke dalam mal. Guanlin yang berjalan agak lebih depan dari Rara meraih dompetnya dan mengambil tiket bioskop dari sana. Matanya beralih dari tiket tadi ke jam tangannya.

"Filmnya mulai jam 3 lewat dikit," kata Guanlin, kemudian cowok jangkung itu melambatkan langkahnya supaya sejajar dengan Rara, "Katanya lo mau jalan? Kemana?"

Mata Rara langsung berbinar saat Guanlin bertanya itu. Huhu, Rara udah lapar banget dan dia juga gak sabar buat main ke Gramedia. "Gue belum makan sih, makan dulu yukk. Eh tapi, KFC apa Ichiban ya?"

"Terserah."

"Ihhh, gue tuh lagi pengen sushi tapi juga pengen ayam kfc! Saran dong, jangan kek cewek terserah mulu," protes Rara.

Guanlin berdecak, "Ya kan lo yang mau makan."

"Lo gak mau makan emangnya?" Rara agak mengangkat alisnya, bahkan secara gak sadar cewek itu melengkungkan sedikit bibirnya ke bawah.

Melihat ekspresi Rara yang begitu, Guanlin langsung membuang pandangannya ke arah lain. Mau gimana juga, Guanlin hanya cowok biasa yang juga bisa lemah karena cewek imut—walaupun Rara gak seimut degem koleksinya.

"Gak, gue udah makan di rumah."

Rara cuma membulatkan bibirnya, "Ya udah, tapi temenin makan ya."

"Hn."

🎲

Rara mengernyitkan keningnya begitu Guanlin mengeluarkan sebuah kotak persegi dari kantung jeans-nya. Tadi mereka emang milih buat duduk di kursi luar KFC—lebih tepatnya Guanlin yang minta. Dan kayaknya sekarang Rara tau kenapa Guanlin jadi minta buat duduk di luar.

"Lo ngerokok?" tanya Rara penuh penasaran sekaligus kaget. Tangannya sendiri sibuk membuka kertas yang membungkus nasi di depannya.

Guanlin menaikkan sebelah alisnya sambil mengambil sebatang dari dalam kotaknya, "Kenapa? Gak suka?"

"Kaget aja, seorang Guanlin Pranatha bisa nyebat. Kirain lo tipe yang kalo mulut asem, ngisepnya permen kaki lima ratusan."

"Tau apa lo tentang gue?"

Rara jadi terdiam karena Guanlin menatapnya dengan tatapan menyipit, takut. "Y-ya sorry."

"Bukannya gitu, Ra." Guanlin kemudian menoleh ke arah kirinya, menatap mobil yang berlalu-lalang entah baru masuk lingkungan mal, atau mau keluar. "Semua orang punya caranya masing-masing buat lupain masalahnya sejenak."

Sambil mencocol potongan ayamnya pada saus, mata Rara fokus pada Guanlin yang sesekali mengisap dalam gulungan putih di tangannya, "Tapi lo keliatan baik-baik aja tuh?"

"Keliatannya."

Coba aja Rara tau apa yang sedang Guanlin pikirkan saat ini, mungkin cewek itu gak segan buat maki-maki dia.

"Udah cepet makan, katanya lo mau ke Gramed."

🎲

Rara melirik kresek putih dengan logo toko buku ternama di tangan Guanlin. Sumpah dia masih gak nyangka sama selera bacaan Guanlin. Bukan! Guanlin tadi gak beli buku ensiklopedia, bukan juga buku biografi tokoh terkenal. Apalagi sastra klasik! Bukan!

"Lo gak salah beli kan, Lin? Apa lo mau beliin degem lo?"

Guanlin menoleh dan menundukkan pandangannya pada Rara yang memiliki tubuh mungil, "Ngapain gue beliin degem gue barang-barang gitu? Chat mereka gue bales satu huruf aja udah kegirangan. Gak repot-repot beliin barang lah."

"Ck, heran gue. Bacaan teenfic, tapi kelakuan lo ke cewek bener-bener abstrak. Sumpah gue kasian sama cewek-cewek yang lo kasih harapan palsu."

"Salah gue baca teenfic?"

"Heh! Lo baca teenfic sekalian belajar buat ngebalikin rasa setia lo kek."

Guanlin tertawa miris, "Lo pikir gue bisa percaya sama yang namanya setia? Setelah... lo tau sendiri?"

Mendengar perkataan Guanlin tadi Rara cuma bisa ngedengus keras. "Lin, gue mungkin selama ini gak terlalu deket sama lo—walaupun kita udah kenal dari SMP. Tapi gue cewek. Dan gue juga pernah ada di posisi degem-degem lo it—"

Rara merasa tangannya tiba-tiba berada di genggaman Guanlin. Rara baru aja mau protes ketika cewek itu melihat eksistensi dua orang yang tengah berjalan kearah mereka berdua. Melihatnya, Rara membulatkan bibirnya kemudian tersenyum lebar.

tbc.

Dare To Love -; LGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang