Yuhuuu.....seneng karena di chapter sebelumnya banyak comment yang bikin aku senyum2 sendiri, hehe....
Makasih ya yang udah antusias sama story ini😉
Ada yang masih nungguin kan? Yah...semoga aja, hehe
Check this out!***
“Seulgi-ah…”
Chanyeol masuk ke dalam kamar Seulgi setelah berulang kali tidak mendapat respon dari sang pemilik. Khawatir dengan keadaan Seulgi, itu sebabnya ia dengan lancang masuk tanpa ijin. Tapi yang didapatinya, Seulgi sedang duduk di tepi ranjang sembari menatap nanar ponsel yang digenggamnya.
“Hey…” Chanyeol menepuk pelan pundak gadis itu, menyadarkan dari lamunannya.“Oppa?!” sedikit tersentak, Seulgi nampak terkejut dengan kehadiran Chanyeol. Ia tahu Chanyeol telah kembali dari Kanada, tapi mereka belum sempat berbicara karena insiden itu.
Chanyeol meletakkan sebuah kado dengan pita besar berwarna merah di atasnya di pangkuan Seulgi, mengalihkan fokus gadis itu dari ponselnya.
“Maaf, terlambat mengatakannya. Selamat ulang tahun, adikku sayang.” Pria itu memberi pelukan hangat pada adiknya sebagai bentuk ucapan selamat juga dukungannya pada Seulgi. Ahh…Seulginya yang malang.“Gomawo.” Gadis itu tersenyum samar, tangannya bergerak halus di atas kado itu tanpa ada minat untuk membukanya. Dia bukannya tidak senang diberikan kado atau hadiah, tapi kondisinya saat ini bukanlah saat dimana dia harus sangat bahagia karena sebuah kado.
“Bagaimana perasaanmu sekarang?”
Seulgi bergumam sebagai tanggapan, “Uhm…”Tidak baik juga tidak seburuk hari kemarin, meski perasaannya lebih ringan tapi tetap saja ingatan tentang rasa sakit itu masih begitu ia rasakan. Terlebih beberapa waktu lalu ia baru saja dikejutkan dengan panggilan dari Kai.
“Seulgi-ah, jika aku boleh mengatakan ini…bisakah kau memulai kehidupan cintamu yang baru? Tanpa Kai…” ucap Chanyeol hati-hati. Topik tentang kekacauan hati Seulgi kali ini menjadi sangat sensitif untuk dibicarakan, maka dari itu Chanyeol harus tahu betul bagaimana memilih kata yang tepat untuk memulai pembicaraan dengan adik sepupunya ini. Meski sebenarnya Chanyeol tidak berbakat sama sekali untuk berbasa-basi, seperti kata Wendy.
Seulgi kembali tersenyum, kali ini lebih terlihat nyata dan Chanyeol sangat mensyukuri senyum itu. Matanya nampak menerawang jauh, tapi kemudian kembali menatap Chanyeol dengan tatapan yang sulit diartikan, kecewa, penuh luka, juga penuh harap, “Oppa tau kenapa aku begitu tersakiti karena Kai? Karena cintaku padanya juga terlalu besar.”
Chanyeol menghela napas kasar, mencoba mengerti posisi juga keadaan Seulgi saat ini. Meski rasa bencinya pada Kai sudah sangat mendominasi tapi Chanyeol harus berusaha menghargai perasaan Seulgi pada pria itu, “Aku mengerti, tidak mudah bagimu melupakan pria itu begitu saja tapi bagaimana pun kau harus tetap melanjutkan hidupmu dengan atau tanpa Kai. Meski sejujurnya aku tidak akan menyetujui jika kau kembali lagi dengannya.”
Tangan besar Chanyeol menepuk pelan punggung Seulgi, mencoba memberikan penjelasan dengan tenang. Gadis itu terdiam, senyum simpul kembali tercetak di wajah sayunya. Seulgi paham betul bahwa Chanyeol mengkhawatirkannya, Chanyeol menyayanginya itu sebabnya pria itu akan selalu menjaga dan melindunginya.
“Aku senang kau mulai tersenyum lagi, itu lebih baik.” Chanyeol mengacak pelan rambut Seulgi sebelum beranjak pergi. Ada urusan lain yang harus ia selesaikan.
Tapi sebelum benar-benar keluar dari kamar Seulgi, pria itu berbalik seolah melupakan sesuatu, “Ahh…Seulgi-ah, bukankah Sehun pria yang baik? Aku sangat merekomendasikannya.”
Hanya seperti itu, Chanyeol berbinar dengan mata bulatnya seolah dia benar-benar berniat mempromosikan Sehun sebagai pengganti Kai.
Seulgi dan Sehun sudah bersama terlalu lama. Hingga sulit untuk mengartikan perasaan apa sebenarnya yang tumbuh di hati Seulgi untuk Sehun. Yang jelas, dengan pria mana pun Seulgi berlabuh, kebutuhan akan Sehun merupakan hal yang mutlak bagi Seulgi. Tidak bisa diwakilkan apalagi digantikan. Sehun memiliki arti tersendiri bagi Seulgi, yang ia tak paham arti seperti apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE like this
FanfictionSeulgi tidak menyadari bahwa ia menerima cinta yang begitu besar dari seseorang yang sangat dekat dengannya, sementara ia sibuk menemukan cinta yang baru.