[ Tiga ]

17.2K 2.1K 52
                                    

Seminggu kemudian.

Pengajuan cuti tiga hari sudah beres. Anya hampir saja booking tiket pesawat dan Omar mendadak membatalkan keikutsertaannya. Anya jengkel sekali. Sedangkan Omar lebih memilih menunduk dan menatap ujung sepatunya, dari pada menatap wajah Anya yang kelihatan pengen banget mengunyah apa saja. Termasuk mengunyah dirinya.

"Pliss Mar, lo nggak bisa ngebatalin gitu aja. Kita kan udah sepakat!" Anya mondar-mandir sambil berkacak pinggang di depan Omar. Bahkan saking kesalnya, Anya sampai nggak sudi melihat wajah Omar. Lebih memilih melihat tong sampah.

"Sorry...i'm so so sorry. Lia semalam masuk rumah sakit. Gue nggak bisa ninggalin dia." Omar beralasan karena mantan istrinya tiba-tiba jatuh sakit.

"Ya ampun Omar! Dia udah ninggalin elo. Kalian udah bercerai. Ngapain lo masih peduli sih. Terus nasib gue gimana ini?!" Anya lalu membuka ponselnya sambil mengomel hingga bibirnya mengerucut mirip bibir tikus. Anya mencari nomor kontak Andi. Anya harus hubungi lelaki itu segera.

"Sorry, Anya. Gue emang udah bercerai sama Lia. Tapi bukan berarti gue nggak peduli dengan dia. Gue masih tulus cinta dia. Tolong cari orang lain saja buat bantu lo. Gue yakin, masih ada lelaki yang mau dengan tawaran menggiurkan dari lo."

"Pergi sana! Lo bikin rusak mood gue." Anya mengibaskan tangannya, mengusir Omar dari hadapannya. Anya sedang berusaha menghubungi Andi. Kalau Andi tidak bisa masih ada Yoga, Kevin, Dani, Yusuf, Mike, Yanto, Parto, Eko dan lain-lain.

"Sorry." Omar mengulang kata maafnya pelan sebelum pergi dari hadapan Anya. Meninggalkan parkiran gedung kantor di mana mereka bertemu untuk membahas rencana mereka.

Andi...Andi...angkat dong telepon gue! Apa jangan-jangan lo lagi terbang? Mam-pus lah rencana gemilang gue.

Anya memeriksa contact list para teman lelaki di ponselnya. Mencari lagi lelaki yang bisa ia mintai tolong. Anya sampai terlambat menyadari ada Artha yang dari tadi bersandar di sisi lain mobil pajero di dekat ia berdiri. Sambil siul-siul. Entah sejak kapan Artha ada di situ.

"Ngagetin aja lo! Ngapain lo siang-siang kemari?"

"Kebetulan gue abis meeting sama bos lo." Jawab Artha sambil menegakan tubuh atletisnya, melonggarkan dasi di lehernya. Jujur, Anya sempat merasa Artha keliatan seksi dari caranya melonggarkan dasi. Artha tidak terlalu tampan, tapi punya jambang tipis yang menggemaskan, menyambung dari telinga hingga dagu jika ia belum bercukur. Seperti siang ini. Dia terlihat....

Hot!

Anya segera menepis pikiran melanturnya. Pasti karena cuaca 36° Celcius, pikirnya.

"Gue baru mau pulang...Dan gue liat lo sama siapa itu tadi? Si ganteng di warung seafood kan?"

"Bukan urusan lo." Anya melangkah hendak kembali ke ruangannya. Tapi Artha terus menguntitnya. Kaya kutu.

"Sorry gue tadi nguping."

Anya berhenti lalu berbalik. "Apa aja yang sudah lo dengar?"

"Semuanya." Artha nyengir lebar. Cengiran kaya gini nih yang bikin Anya gemas ingin meremas bibir itu dengan tangannya.

"Bukan urusan lo Tha. Pergi sana. Jangan ikutin gue."

"Nggak mau." Artha terus menempel bahkan semakin dekat. Anya sampai mendorong dada Artha dengan telapak tangannya agar menjauh darinya.

"Karena gue ingin bantu elo Nyak."

"Nggak perlu!"

"Lo nggak bakalan menyesal deh. Bokap lo pasti seneng ketemu gue. Calon mantu...palsunya." Artha tersenyum di akhir kalimat, memamerkan gigi rapinya.

LoveSickTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang