[ Delapan ]

12.8K 1.9K 41
                                    

"Allhamdulillaaaaaah....!" Ucapan syukur Artha setelah beberapa kali mencoba menghidupkan motor bokap Anya yang sempat ngambek.

Artha celingukan mencari-cari Anya yang ternyata sudah berada di tepi danau. Sebelahan sama kuda hitamnya. Artha menatap takjub ke arah danau laut tawar yang masih diselubungi kabut tipis.

"Amazing..." Artha berdecak kagum pada keindahan di depannya. Cuma Allah yang bisa menciptakan pemandangan seindah ini. Tidak perlu diburu hingga New Zealand. Takengon, Aceh Tengah memilikinya.

Termasuk keindahan seorang wanita berselubung kain kerawang yang berdiri di depan danau. Anya dan punggungnya.

Artha menaiki motornya menyusul Anya ke tepian danau. Perempuan itu tampak terpaku ke arah danau. Artha diam-diam mengabadikan sosok itu dengan kamera ponselnya.

"Indah ya..." Artha berdiri di samping Anya. Melipat kedua tangannya di dada. Terasa dingin.

"Hmm..." Hanya itu yang keluar dari tenggorokan Anya tanpa sedikit pun membuka bibirnya. Matanya menerawang jauh ke depan, ke hamparan danau yang airnya kebiru-biruan dengan pemandangan perbukitan yang hijau dan menawan.

Artha menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Menikmati segarnya udara Takengon. Melirik Anya yang membisu. Tadi tertawa lepas sekarang murung.

"Hei...Jangan melamun. Nanti diculik hantu penunggu danau." Goda Artha sambil menarik sedikit kain Anya. Berusaha mengajak Anya bercanda menanti respon Anya yang biasanya.

Sa ae lo kutu beras...kutu firaun...

Tapi responnya malah berbeda dengan harapan Artha. Keceriaan Anya seolah lenyap ditelan tempat ini.

"Ayo kita pulang ke villa." Ajaknya sambil menarik tali kekang kudanya.

"Hei...gue baru sebentar di sini. Belum puas Nyak. Belum foto-foto."

"Sini hape lo. Gue fotoin lo sekarang." Anya mengulurkan telapak tangannya.

"Kita foto selfie aja gimana?"

"Ok. Bertiga ya sama kuda."

"Yaelaaaah...."

Artha mengangkat kameranya ke atas dengan tangannya yang panjang. Selfie dengan latar belakang danau laut tawar. Bertiga sama kuda.

Anya menaiki pelana kudanya lagi. Tanpa menunggu Artha yang sibuk menyalakan mesin motor, ia menghela kudanya. "Let's go King."

"Tungguin gue Nyaaaak! Gue takut nyasar!"

***

Saat tiba di villa, ayahnya Anya sedang duduk-duduk di teras sambil minum kopi dan baca koran. Kedua bocah yang kemarin, Hanan dan Fatih asyik bermain lego di lantai teras. Sedang wanita cantik yang kemarin, muncul dari dalam rumah dengan sepiring makanan yang tidak Artha tahu namanya. Makanan yang dibungkus daun pisang mirip lemper.

Jika Anya memilih langsung ke belakang villa menuju kandang kuda, Artha memilih menghampiri bapak Abdullah Saleh, ayahnya Anya.

"Pagi pak." Artha menyapa. Dan hanya dijawab dengan dehaman. Heran bapak dan anak sama saja gayanya. Artha jadi salah tingkah.

"Saya boleh duduk bersama bapak di sini?" Artha memberanikan diri mengambil tempat di sebelah ayah Anya.

"Silahkan." Jawabnya sambil menyesap secangkir kopi hitam pekat.

"Dek...bikinkan kopi satu lagi." Pinta ayah Anya kemudian yang dibalas dengan anggukan cantik. Cantik sekali mamak tiri Anya ini. Andai belum menikah pasti Artha sudah tidak tenang dari kemarin.

LoveSickTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang