[ Sembilan ]

13.1K 1.8K 121
                                    

"Cut...pukul sebelas nanti kawan ayah datang. Pakai baju yang pantas. Kalo bisa pakai gamis. Kalo Cut nggak punya pinjam sama Rahma..."

Anya menggeleng tidak setuju sambil meninggalkan ayahnya, menuju kamarnya.

Anya sudah bertekad tetap akan mengenakan apa yang ia mau dan ia suka. Lagian ngapain pake gamis? Mau pengajian? Pinjem ke Rahma? Hellew...mendingan Anya nggak pakai apa-apa ketimbang mengenakan baju Rahma, istri ayahnya.

Anya membuka kopernya. Ia memilih mengenakan t'shirt hitam yang akan ia lapisi dengan kemeja flanel kotak-kotak biru yang lengannya ia lipat hingga siku. Tidak lupa celana jeans belel. Rambutnya pun ia kuncir asal-asalan. Anya sengaja berpenampilan setomboy mungkin agar tampak buruk di mata kawan ayahnya. Bahkan ia sampai rela tampil tanpa make-up terutama alis cetarnya.

"Lo jadi lebih mirip petani Amerika ketimbang perempuan Aceh." Artha mencibir saat pertama kali melihat Anya dengan penampilan seperti itu.

Anya memasang wajah bete sambil menarik tangan Artha ke pojok ruangan.

"Gue sengaja, kampret." Akunya. "Kalo gue dandan pake gamis nanti gue kelihatan cantik nan soleha. Yang ada itu laki langsung nyeret gue ke penghulu, gimana?"

Artha garuk-garuk tengkuknya yang tidak gatal. Sambil berusaha membayangkan Anya yang bergamis dan tampak soleha dengan hijab. Andai Anya memakainya, jangankan lelaki itu, Artha pun bisa saja langsung berubah pikiran lalu menyeretnya ke KUA.

"Karena bokap gue tetep keukeuh mau ngenalin gue ke kawannya, jadi rencananya begini...Nanti di depan mereka kita pura-pura mesra."

"Mesra kayak apa contohnya?"

"Gandengan misalnya...Dan gue mungkin akan ngerangkul lo jika diperlukan."

"Hmmm...gue suka ide lo..." Artha sumringah sambil menggerak-gerakan kedua alis tebalnya ke atas.

"Tapi ingat! Lo jangan dan nggak boleh sampe baper. Ok?" Mata Anya menyorotkan ancaman seolah-olah ogah banget sampai Artha berbalik mengejarnya.

"Ok. Ada scene ciuman juga nggak?"

"Ngarep lo!" Anya langsung menoyor pipi Artha.

"Diiih...kan biar meyakinkan." Artha mengusap sebelah pipinya sambil nyengir.

Mata belok Anya melotot lebar.

"Gue tampol bolak-balik pake sepatu kalo lo sampe berani improvisasi!" Anya mengacungkan ankle boots-nya ke dekat wajah Artha.

"Ampun yang mulia ratu." Artha menangkupkan kedua tangan di depan wajahnya sambil cengengesan.

"Bagus." Anya lalu mengenakan sepatu ankle boots-nya yang berbahan kulit lembu, bahkan lengannya sempat mampir bertumpu di bahu Artha.

Tiga puluh menit kemudian. Sebuah mobil Ford Ranger berwarna hitam masuk ke halaman villa. Anya yang mengintip dari jendela langsung melirik ke Artha memberi isyarat opera sabunnya akan segera dimulai.
Anya menghampiri Artha sambil mengulurkan tangannya, "gandeng."

Artha menyambut tangan itu dan meremasnya dalam gandengannya.

"Biasa aja kale, Tha."

"Katanya minta digandeng?"

"Gandengan lo kek gandengan mesum mau ngajak ngamar."

"Astoge, Nyak! Suudzon aja deh lo. Gue cuma sedang menghayati peran gue jadi seorang pria yang akan memperjuangkan kekasihnya yang mau dijodohkan sama datuk tua nan peyot." Artha mengangkat gandengan tangannya ke atas.

LoveSickTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang