[ Tujuh ]

14.8K 2K 106
                                    

Selepas sholat subuh, Artha sengaja masih rebahan di kasur sambil memainkan mobile legend-nya. Lamat-lamat terdengar suara aneh dari luar. Artha menajamkan pendengarannya. Seperti ada suara langkah kaki kuda yang berjalan di balik dinding kamarnya. Ia segera bangkit dari kasurnya, membuka jendela. Seketika hembusan udara dingin pagi Takengon langsung menerpa wajahnya.

Sedetik kemudian Artha terperangah nyaris tak percaya dengan pemandangan pagi berkabut dari jendelanya. Tampak Anya menunggang kuda besar berwarna hitam. Tidak mengenakan jilbab, tetapi mengenakan kain hitam bermotif yang sepertinya khas Gayo. Hanya untuk sekedar menutupi sebagian rambutnya sekaligus untuk menjaganya dari udara dingin.

"Ooi! Ngapain di dalam kamar terus? Ayok olah raga pagi!" Serunya lantang sambil menahan tali kekang mengendalikan kudanya yang mulai tidak sabar ingin berlari.

"Maksud lo? Lo naik kuda terus gue lari-lari di belakang lo kayak jongos?"

Anya terkekeh sambil menunduk. Ia lupa.

"Sorry, gue kira lo bisa naik kuda."

"Huh, sombong!" Artha beralih dari jendela. Mengambil jaketnya lalu keluar menyusul Anya.

"Naik kuda tuh gampang. Mana kuda buat gue?" Artha menghampiri Anya yang menjulang tinggi di atas kudanya.

"Yakin bisa?" Anya menyeringai lalu mengarahkan kudanya mendekati seorang pria Gayo setengah baya dengan kuda yang lebih kecil dari kuda Anya.

"Pak, pinjam kudanya buat kawan aku." Pinta Anya dijawab anggukan pria bertubuh kurus itu yang merupakan salah satu pekerja perkebunan.

"Beuh! Kok lebih kecil dari kuda lo?" Artha tidak terima. Harga dirinya berasa jatuh diinjak-injak kuda.

Anya tergelak keras. Beberapa helai rambutnya mampir di wajah tanpa make-up-nya.

"Jangan remehin si Thunder. Kecil-kecil gitu sering juara di pacuan kude Takengon."

Masa?

Artha melirik kuda coklat itu dan sang kuda seolah punya kontak batin juga melihat ke Artha sambil meringkik memamerkan gigi geligi besarnya.

"Tolong bantu kawan aku naik, pak. Pegangi jangan sampe jatuh." Anya mencibir sekaligus menghela kudanya pelan. Meninggalkan Artha dengan si Thunder.

Artha lalu naik ke punggung Thunder dengan susah payah. Naik ke punggung kuda saja gerakannya masih patah-patah kaya goyangannya Dewi Persik, ketahuan banget kalau sebenarnya Artha tidak bisa. Tapi sok-sokan bisa.

Tapi kemudian matanya berbinar-binar, menangkap seonggok motor trail terparkir di dekat taman villa. Artha urung naik kuda. Kalau untuk skill naik kuda, Artha jelas kalah telak. Tapi lain soal kalau motor trail. Artha ahlinya.

"Pak, boleh pinjam motornya?"

"Boleh mas." Pria Gayo itu merogoh saku celananya, memberikan kunci motor pada Artha.

Yes! Gue kejar lo sekarang, Nyak!

Tahu Artha mengejarnya dengan motor trail, adrenalin Anya meningkat tajam. Ia pun memacu kudanya lebih kencang menyusuri jalan perkebunan menuju arah danau. Hingga kain yang dikenakan Anya melorot dari kepalanya dan melambai-lambai bagai spanduk seiring dengan kecepatan kudanya.

"LO NGGAK AKAN BISA KALAHIN GUE, THA!!!" Anya berteriak sembari tertawa lepas. Membuat nafas yang dipasok ke paru-parunya seolah menipis.

"LIHAT SAJA!!!" Balas Artha tidak mau kalah. Motornya ia pacu berusaha menyamai kuda Anya yang seolah melesat bagai angin.

LoveSickTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang