[ Lima ]

16.2K 2.2K 179
                                    

"Lo ternyata orang Aceh?" Tanya Artha saat mereka telah duduk di dalam pesawat. Menunggu pesawat take off.

"Iya." Jawab Anya acuh mengeluarkan pouch make-up dan mengeluarkan maskara. Dandan.

"Gue kira lo orang Tegal. Dialek lo sama sekali nggak mirip kayak orang Aceh." Mirip kayak Tegal juga nggak.

Anya menoleh dengan sempurna. Cermin mungilnya ia letakan di pangkuan. Tidak sabar lagi dengan kebawelan Artha yang melebihi ibu-ibu yang lagi rebutan barang diskonan.

"Bokap gue seratus persen Aceh, almarhumah nyokap gue setengah Tegal setengah Belanda. Gue lahir dan besar di Lhokseumawe Aceh. Tapi gue nggak menguasai bahasa Aceh, hanya sedikit mengerti, karena gue sama bokap nyokap lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia. Dan lagi gue sudah lama di Jakarta. Hampir sepuluh tahun. Dialek gue sekarang lebih mirip orang betawi. Jadi lo jangan bawel melulu. Berisik tau." Anya menjelaskan panjang lebar sambil mengaplikasikan maskara di bulu matanya yang sebenarnya sudah lebat.

"Wow..." Artha terpana. Tidak menyangka Anya menjelaskan sepanjang itu. Meski pun dengan wajah jutek. Entah kenapa Artha merasa Anya sebenarnya tidak senang pulang kampung. Bukan karena dirinya yang menemaninya, tapi karena sesuatu. Soal perjodohan sepertinya.

"Apa lagi yang mau ditanyakan lagi soal gue, pak Raden?" Anya menyeringai nakal saat menyebut nama depan Artha.

"Artha saja please..." Balas Artha sedikit dongkol dipanggil 'pak Raden'. "Udah cukup kok. Nanti aja kalo sudah sampai, gue nanya-nanya lagi." Cengiran khas Artha menutup sesi tanya jawabnya.

"Ok." Anya kembali fokus menatap cermin mungilnya. Lanjut memulas bibirnya dengan lipstik. Artha memilih memperhatikan kelihaian Anya dalam bersolek. Ternyata mitos cewek kalau dandan lama hingga bikin yang nunggu lulus sarjana itu tidak berlaku pada Anya. Tidak sampai tiga puluh menit kok, meski bagian terlamanya adalah ketika Anya gambar alisnya.

"Kenapa lihat-lihat?" Anya memasukan pouch make-up nya ke tas cangklongnya lagi. "Baru lihat cewek lagi dandan ya?"

Artha tertawa nyengir, mati gaya gara-gara tertangkap basah memperhatikan Anya dandan. Dan Artha sebenarnya kagum dengan skill Anya. Anya pantas dapat sepuluh jempol pinjam dari para tetangga.

Setelah sempat transit selama dua jam di bandara Kualanamu, mereka berdua akhirnya tiba di bandara Malikussaleh Lhokseumawe.

Seorang pria ganteng jangkung dengan senyum ramah telah menunggu mereka di bandara. Merentangkan kedua tangannya saat melihat Anya bergegas menghampirinya. Warna bola matanya sama dengan Anya. Hazel.

"Pu haba*?" Sapanya sambil memeluk Anya erat. Artha menonton.

"Haba geut bang*."

Anya melepaskan pelukannya. Menoleh ke Artha. "Kenalin bang dia pacar aku. Namanya Ra..."

"Artha bang." Artha memotong sebelum Anya menyebutkan nama depannya yang sekali lagi hanya jadi bahan olok-olok bagi Anya. Artha menjabat tangan pria yang dipanggil Anya dengan sebutan abang itu.

"Sultan. Abangnya Cut." Pria bernama Sultan itu menyebut nama yang terdengar asing bagi Artha.

"Cut?" Artha menoleh bingung ke Anya. Siapa nama lengkap Anya yang sebenarnya mulai menemukan titik terang.

"Cut Anya Maulida Saleh." Tambah bang Sultan.

"Jeh...Kalian dah lama kenalnya? Nama lengkap adek aku pun gak tahu." Tanya bang Sultan dengan dialek Aceh yang kental dan cepat. Artha nyaris tidak bisa menangkap kata-kata yang keluar dari mulut bang Sultan.

LoveSickTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang