Butuh empat hari Galva akhirnya bisa menginjakkan kakinya kembali di mansion keluarga Janitra. Selama itu juga ia belum bertemu dengan Shavanna. Galva melarang keras gadis itu mengunjunginya mengingat ada insiden tidak mengenakkan. He's too scared. Kanaya paling bersemangat ketika Galva sudah diperbolehkan pulang, namun harus tetap beristirahat hingga satu dua hari kemudian. Kanaya bermaksud mengadakan garden party dengan mengundang beberapa teman Galva yang sempat menjenguknya kemarin. Bukan apa – apa, Kanaya memang sangat excited perihal anaknya yang bisa mempunyai teman! Ia kira anaknya anti sosial dengan temannya lain selain Shavanna, Angel, Arkan, dan Gara?
Kanaya memang sangat licik dengan Galva, cowok itu mendengus kasar memperlihatkan betapa kesalnya dia dengan sang mama yang memberitahukannya terkait diadakan garden party di detik – detik terakhir. Beberapa muka temannya sudah berada di depannya sekarang. Ia jadi heran bagaimana caranya Kanaya Janitra memberitahu teman – temannya yang lain ini? Galva melarikan matanya hingga terhenti menatap Angel yang menyengir tanda memohon ampun. Sudah bisa ditebak kan siapa dalangnya.
Garden party kali ini memang diadakan dari sore hingga nanti malam, Kanaya Janitra sudah membuat rundown dan terlihat sangat prepare. "Eh ayo duduk dulu disini, minum sama nyemil dulu ya, nanti baru kita ke halaman belakang," ucap Kanaya semangat sambil menyuruh satu persatu teman Galva untuk duduk.
"Wah terima kasih tante undangannya, kalo gini saya diundang tiap hari mah mau tante," celetuk Bobby langsung mendapatkan jitakan dari Reza yang berada di sampingnya.
"Eh, jangan mental pengemis ya Bob, uang di ATM masih ngalir ya," balas Upi mendengus melihat Bobby yang sudah mencomot camilan di hadapannya.
"Gapapa lah, selagi gratis dan halal gue mau," Bobby tersenyum senang.
Natasha sejak tadi diam, ia kagum dengan lantai yang ia tapaki hari ini. Keluarga Janitra memang bukan main – main, mansion yang ia masuki sangatlah luas seperti istana? Jadi seperti ini kehidupan konglomerat ya? Dilayani banyak maid, rumah kayak istana, mobil tinggal pilih di garasi, lapangan golf private, dan apa lagi yang private? Kolam renang pasti ada. Tidak bisa dijabarkan dengan kata – kata. Sabil yang berada di sampingnya menyikut lengan Natasha untuk mengikuti arah pandang Sabil yang tertuju pada lapangan golf private di mansion Janitra. Saat ini mereka berada di ruang tamu yang dibatasi dengan pilar kaca dengan pemandangan pepohonan dan danau buatan yang letaknya agak jauh. Di sebrang samping danau itu ada lapangan golf private. Natasha menyipitkan mata dan mengernyit melihat sosok yanng sedang bermain golf.
Hari ini Kanaya memang sempat memberitahu Shavanna bahwa Galva akan pulang dan sorenya ada perayaan kecil – kecilan bertema garden partyi di mansion keluarga Janitra. Ia menemani Kanaya untuk menjemput Galva siang ini, dan berakhir bersama Gara bermain golf di mansion keluarga Janitra. Shavanna juga terheran dengan cowok di sampingnya ini kenapa tiba – tiba berada di mansion keluarga Janitra. Tumben....
Saat ini mereka sedang duduk berhadapan dengan pakaian golf bewarna putih senada yang masih melekat di tubuh keduanya. Terdapat pelayanan keluarga Janitra yang mengantarkan minuman untuk keduanya setelah itu pergi memberikan space untuk mereka. Shavanna menerimanya dengan senang hati, dirinya lelah karena bermain golf dengan Gara tidak ada habisnya. Gara tersenyum ke arah Shavanna lalu meneguk minuman yang berada di hadapannya.
"Gimana keadaan lo?" tanya Gara akhirnya membuka percakapan.
"Better, thanks Gar," balas Shavanna tersenyum ke arah Gara.
"Gimana Paris? Betah banget lo di sana nggak ngajak gue," Gara menyipitkan matanya ke arah gadis ke depannya.
"Perhaps?" Mereka tertawa. Sudah lama mereka tidak merasakan seperti ini. Sejak Shavanna pergi semuanya terasa berbeda dan baru kali ini Gara bisa berbicara empat mata dengan Shavanna setelah sekian lama."You miss me, don't you?"
"It would be a lie if I said no," Gara kembali menyipitkan matanya melihat Shavanna kembali tertawa mendengar jawabannya. "Jangan geer lo, so gimana keadaan Lorraine's family di sana?"
"Good, tapi better kalo lo liat sendiri kesana"
"Then, let's go there together"
"Sure, strolling around the city"
"Paris, or?"
"Paris," jawab Shavanna. Gadis itu mengedarkan pandangannya, ternyata beberapa teman Galva yang diundang oleh Kanaya Janitra sudah datang, terlihat di balik kaca pembatas ruang tamu paviliun tengah. "Temen lo kayaknya udah pada dateng tuh Gar," ucap Shavanna lalu mengalihkan fokus ke cowok di hadapannya lagi.
"Tante Kanaya excited banget kayaknya, bentar lagi sun set lo nggak mau liat? Ini favorite part kita berlima nggak sih, golf with the view.." balas Gara tersenyum tipis melihat langit yang sudah memunculkan sinar senjanya mengingatkan kenangan mereka berempat dari kecil hingga sekarang. Karena hari ini cukup cerah, lapangan golf ini menjadi tempat untuk melihat sun set dengan pemandangan danau buatan dan pepohonan di kediaman keluarga Janitra.
"Iya, dan gue masih dikasih kesempatan buat liat langit cantik ini lagi ya Gar," Shavanna ikut memandang sun set yang sedang terpajang membentang menghiasi langit. Sun set and Shavanna, such a very beautiful combinations.
Melihat itu, Gara tampak menimbang kata – kata yang ingin ia keluarkan. "Shav mau janji sama gue nggak?" Shavanna kembali menatap heran ke arah Gara meminta penjelasan. "Love your self first ya Shav," Gara menipiskan bibirnya sebelum kembali berucap dan menatap Shavanna dalam. "Like the sky that you see now, not always the sky is bright, but not always the sky will be cloudy and rainy too, like our life that after the sadness or we fall or at the lowest point in our life, there will be happiness and rainbows that will appear, our lives will be beautiful again like the sky, so you want to promise me?"
Shavanna masih mengerjapkan matanya, ini adalah kalimat terpanjang yang pernah Gara ucapkan untuknya, apa ini? dia merasa sangat terharu dengan cowok yang di depannya. "Ini kalimat terpanjang lo nggak sih, thanks and i promise Gar, how grateful I am to have you to support me," Galva menggaruk lehernya yang tidak gatal mendengar jawaban dari Shavanna. Benar juga, ini kalimat terpanjang Gara.
"Ekhemmm" Dehem seseorang jangkung dengan kaos putih dengan cardigan bewarna cream dan celana senada slim fit menghampiri Shavanna dan Gara. Orang itu langsung menerobos duduk dan melihat kedua orang lainnya bergantian. "Udah berduaannya?" tanyanya mendengus sebal.
"Buset Gal, cemburuan amat lo sama gue," Shavanna tertawa mendengarnya, tangannya mencubit pipi Galva yang masih memasang muka sebal itu. So cute, batin Shavanna. "Gue yang sebelah Shav," Gara ikutan mencubit pipi Galva sebelah kiri. Tawa Shavanna dan Gara meledak sedangkan Galva semakin sebal dan memaksa mereka berdua untuk melepaskan tangan mereka dari kedua pipinya.
"Temuin temen kamu dulu sana, kenapa malah kesini?" tanya Shavanna mengernyit karena Galva malah menyusulnya dan Gara.
"Sana, temenin temen lo," sepertinya Gara mau mencari gara-gara dengan Galvanendra.
"Temen lo juga," Galva mendelik tajam ke arah Gara yang mengaduh. "Gaboleh berduaan, nanti ada setan," terusnya sambil tersenyum manis ke arah keduanya.
"Lo setannya," Galva lagi – lagi tertawa melihat ekspresi Galva yang jarang ditunjukkan di depan umum ini. Mungkin, jika ia membawa handphone sekarang sangat patut untuk mengabadikan ekspresi Galva.
"Nendra, bukannya istirahat malah kesini," Shavanna menatap tajam Galva di hadapannya yang sedang bersedekap menatap langit sore.
"Gamau, bahu kamu masih sakit?" Galva lantas menatap Shavanna, "kenapa malah main golf?" gadis di depannya itu juga heran sebenarnya, kenapa dirinya malah main golf sedangkan bahunya habis terluka karena insiden kemarin. Shavanna hanya menggelengkan kepalanya tanda ia juga tidak tahu kenapa dirinya main golf. Pengen aja..
"Mending lo kesana deh, angin sore nggak bagus, ganggu deep talk gue aja lo," Gara mulai mengeluarkan omelannya hingga Galva menutup kedua telinganya lalu berdiri menatap Gara tajam.
"Awas lo ya," ancam Galva lalu dirinya berbalik ke arah Shava, "aku tunggu di kamar," Gara yang mendengarnya mendelik. Ucapan Galva sangat rancu dan ia harus berpikir ulang untuk mencerna hal tersebut. Shavanna menjawab dengan mengacungkan kedua jempolnya seraya tersenyum manis hingga matanya terlihat seperti bulan sabit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shavanna
RomanceHave you ever heard that the life path of a conglomerate's child is set in stone? That statement may be true but it may also be false. Shavanna Tedja mendapatkan privilage anak konglomerat bagian beruntung karena ia dapat menentukan jalannya sendir...