Part 6

57 11 0
                                    

DORR!!

Shavanna mendorong Angel dengan tubuhnya hingga mereka berdua jatuh bersama di lantai. Pekikan terdengar dari dua orang perawat yang kebetulan lewat. Shavanna menggeret Angel untuk bersembunyi, seluruh bodyguards Tedja langsung mengepung tempat itu dengan menodongkan pistol berjaga – jaga akan keselamatan nonanya. Beberapa langsung berlari keluar untuk mengejar snipper yang berada di atas gedung bersebrangan dengan rumah sakit ini. Tidak lama, terlihat Gara dan Arkan yang keluar ruangan Galva dan berlari menuruni tangga, berharap mereka tidak terlambat.

Angel yang sedari tadi tak bersuara menolehkan kepala ke arah. Jujur, dirinya masih shocked!! Sudah lama ia tidak dihadapkan situasi seperti ini, jadi please dirinya tidak membawa pistol atau apapun buat persiapan. "Sepertinya, masih banyak musuh yang berkeliaran disini," Angel tersadar memperhatikan lengan Shavanna, tweed blazer from saint laurent! Sekarang baju mahal itu sudah tercampur darah Shavanna. "SHAV BAHU LO!" sumpah, Angel benar – benar ingin menangis sekarang.

Kanaya yang melihatnya langsung berlari mendekati Shavanna dan Angel yang bersembunyi di samping tembok ruangan Galva. Meskipun gerakan refleks mereka bagus, tapi kini mereka masih shocked. Bahkan tangan Shavanna saat ini sangat bergetar. She got her panic attack again. Bahkan lebih parah.

"Kalian tidak papa?" Tanya Kanaya sambil meraba Angel dan Shavanna untuk memastikan tidak ada luka sedikitpun di tubuh mereka. Angel menggelengkan kepalanya lalu menoleh ke arah Shavanna lagi yang masih terdiam dengan tangan gemetar.

Bertepatan dengan langkah kaki yang mendekat. Mahes dan Ganendra berjalan menghampiri dua gadis itu dan Kanaya. Mahes langsung memeluk Shavanna dan menggenggam tangan gadis dalam dekapannya itu. Ganendra menghubungi Edwin, yang sebenarnya pria paruh baya itu tau bahwa ayah gadis itu harusnya lebih dulu mengetahui apa yang terjadi dengan putrinya. Terbukti ketika sambungan telepon terhubung, Ganendra mendengar Edwin sedang berada dalam perjalanan menemui putrinya.

"You save, breathe Shavanna," ucap Mahes sambil masih memeluk Shavanna menenangkan. Shavanna yang mendengar itu mulai menarik nafasnya dalam lalu menghembuskannya perlahan. "Good, repeat it until you feel you've calmed down, okay?" Ketiga orang yang menyaksikan itu sangat khawatir dengan kondisi Shavanna. Ganendra mengelus rambut Shavanna lembut, membantu Mahes menenangkan Shavanna yang saat ini mencoba untuk menghirup nafas dalam lalu menghembuskannya.

"You can cry if you want Shav, we'll be here for you," Angel berucap pada Shavanna, ia tau bahwa sahabatnya itu punya trauma. Shavanna yang mendengar itu menitihkan air matanya lalu terisak pelan, tangannya balas memeluk Mahes tidak mempedulikan bahunya yang luka terserempet oleh peluru. Beberapa menit mereka menunggu dan akhirnya Shavanna bisa tenang.

"Kita ke ruangan om Ganen ya, luka Shava harus diobati, sebentar lagi Cakra sampai," Mahes merangkul Shavanna dan menuntun gadis itu untuk berjalan menuju ke ruangan Ganendra diikuti oleh ketiga orang lainnya. Beruntungnya Cakra – dokter kepercayaan keluarga Janitra sedang tidak visit pasien, sehingga mudah dihubungi Kanaya.

"The next target is me," ucap Shavanna setelah mendudukkan dirinya di sofa diikuti dengan yang lainnya. Tatapan gadis itu sedikit kosong berusaha tegar dengan apa yang akan ia hadapi mulai sekarang. Mahes, Kanaya, dan Ganen sudah mengetahui akan hal ini yang akan terjadi. Kejadian beberapa menit yang lalu merupakan tembakan peringatan, dan sasarannya adalah Shavanna Caroline Tedja.

"We will protect you, Okay?" Ganendra tampak ingin menenangkan walaupun sebenarnya tidak sesederhana itu. Kanaya tersenyum ketika Ganen menggenggam jemarinya menenangkan istrinya juga. Telihat istrinya sangat menyayangi Shavanna seperti anaknya sendiri.

Terdengar ketukan pintu membuat seluruh atensi empat pasang mata itu menoleh ke arah Cakra yang masuk ruangan. "Oh dear Shavanna," ucap pria paruh baya itu sudah mengenal dekat keluarga Tedja dan Janitra. Dia cukup terkejut dengan kejadian yang menimpa anak temannya hari ini. Sangat disayangkan, Shavanna yang baru saja kembali harus menemui insiden yang tidak mengenakkan ini. Dengan telaten, Cakra mengobati bahu Shavanna dan membalutnya dengan perban. Terlihat Shavanna sedikit meringis karena ngilu, sedangkan tangannya digenggam oleh Mahes yang tak beranjak sedikitpun dari sisinya.

ShavannaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang