Chapter 10

121 18 17
                                    


-Lee Changsub POV-


Malam insiden Sungjae.

Aku mengikat tali sepatu olahragaku dengan kuat, kemudian memasang snapback yang menutupi hampir keseluruhan rambutku yang sudah kembali kuwarnai gelap. Setelah memastikan ponsel ada dalam tas, aku melangkah keluar dari rumah dan menaiki lift menuju lantai dasar untuk keluar dari apartemen ini.

Sudah hampir tengah malam, namun ini belum jam tidurku. Aku tidak pernah tidur sebelum lewat tengah malam sejak masa trainee. Malam-malam kuhabiskan di ruang latihan agensi atau berlatih di gym untuk membentuk otot, tapi hal yang satu itu sudah tidak pernah kulakukan lagi saat ini. Mungkin itu sebabnya kumpulan lemak menyukai tubuhku dan tak mau pergi.

Sebenarnya tak ada yang aku rencanakan untuk menghabiskan malam ini, padahal sejak pagi tidak ada jadwal manggung atau kegiatan lain. Seharian uring-uringan di rumah sambil memikirkan apa yang harus aku lakukan untuk membunuh rasa bosanku. Perasaan ini membawaku pada keinginan untuk makan setiap waktu. Ini gawat. Aku akan menjadi markas besar para lemak jika terus-menerus merasa lapar.

Americano, aku langsung teringat kopi kesukaanku itu. Benar. Pelarianku dari setiap rasa lapar dan rasa bosan. Namun aku tiba-tiba teringat kopi yang diberikan oleh seorang fans pada acara fansign beberapa waktu lalu. Aku tidak tahu itu kopi apa, yang jelas rasanya sangat unik—perpaduan antara manis, pahit, asam, dan sedikit pedas— jauh berbeda dari Americano yang mutlak pahit. Aku benar-benar terkesima dengan rasa itu, ingin mencobanya lagi, hingga aku menyimpan stiker yang ada pada cangkir plastiknya.

Skateboard kesayanganku sudah aman di dalam ransel besar yang kusandang. Ransel ini mungkin akan tampak seperti seperangkat barang untuk kabur dari rumah jika orang melihatnya tanpa tahu isinya. Dan stiker itu, seperti biasa, kutempel di bagian belakang ponselku agar tidak hilang. Dan disinilah aku sekarang, melangkah keluar dari apartemen di malam hari yang dingin dan gelap menuju lapangan favoritku untuk bermain skateboard, serta untuk menemukan kedai kopi yang menjual kopi itu.

Jika aplikasi map di ponselku tidak berbohong dan mempermainkanku, maka kedai kopi itu berada tak jauh dari lapangan. Meski sedikit ragu karena ini sudah hampir tengah malam, aku tetap menapaki satu per satu ubin di lantai dasar hingga menuju pintu keluar.

Pintu kaca itu terbuka saat aku berada tepat di depannya. Angin malam yang dingin menyambutku setelah benar-benar beratapkan langit. Suara kesibukan pagi hari tidak ada lagi, namun aku bisa mendengar sedikit bising dari restoran kecil tak jauh dari sini. Sambil terus melangkah, kulirik beberapa gadis bermasker yang memperhatikan daerah tempatku sekarang dengan begitu serius. Seperti biasa, itu pasti sekumpulan sasaeng-nya Sungjae.

Resiko tinggal di apartemen yang sama dengan aktor terkenal sekelas Sungjae adalah menemukan hal serupa hampir tiap malam. Perasaanku? Sebenarnya tidak ada yang membuatku merasa terganggu kecuali hatiku yang bertanya-tanya, tidakkah aku punya sasaeng fans? 

Tapi aku tidak terlalu memikirkannya. Lagipula, sasaeng fans hanya akan merepotkan.

Tepat sebelum aku meninggalkan area apartemen ini, sebuah van hitam berhenti dan sesosok tampan nan tinggi muncul dari balik pintu geser itu. Yook Sungjae, ia keluar menjinjing sesuatu di tangannya dan berpapasan denganku hanya dengan beberapa langkah besar dari kaki panjangnya. Aku membungkukkan badan, begitu juga dengannya, lalu menyapa sekedarnya, karena kami tidak begitu mengenal satu sama lain.

Bisa kudengar kerumunan sasaeng di sebelah sana mulai ribut saat Sungjae muncul di hadapan mereka. Beberapa kali juga terdengar suara jepretan kamera diantara hebohnya mulut para gadis. Aku menghela nafas dan berakting seolah tak melihat apa-apa. Ini pasti jadi malam yang panjang bagi mereka, dan berakhir hanya beberapa detik, selama Sungjae melangkah dari van menuju pintu apartemen.

HOMMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang